5 RUU Ini Berpotensi Ancam Kedaulatan Rakyat
Berita

5 RUU Ini Berpotensi Ancam Kedaulatan Rakyat

RUU Pertanahan, Mineral dan Batubara (Minerba), UU Sumber Daya Air, UU Sistem Budidaya Pertanian Berkelanjutan (SBPB), dan RUU Perkelapasawitan.

Ady Thea DA
Bacaan 2 Menit

 

Pasal 123 huruf (b) RUU Minerba, menurut Zenzi memberi kewenangan pemerintah untuk mengambil alih pertambangan yang tidak mengantongi izin. Menurutnya, ketentuan ini akan menyasar tambang rakyat karena tidak memiliki izin. Pekerja di sektor pertambangan juga terancam haknya karena Pasal 141 huruf (f) RUU Minerba menghapus kewenangan pemerintah daerah untuk melakukan pengawasan di bidang keselamatan dan kesehatan kerja.

 

Parahnya lagi, Pasal 145 huruf (c) RUU Minerba mencabut hak masyarakat untuk mengajukan keberatan dan pencabutan izin perusahaan tambang yang beroperasi di wilayahnya. Berikutnya, Pasal 145 huruf (d) mencabut hak masyarakat untuk mendapat perlindungan dan pendampingan secara hukum. Ketentuan ini membuat masyarakat yang berkonsolidasi menolak kehadiran tambang di wilayahnya tidak terlindungi oleh hukum.

 

Zenzi juga menyoroti Pasal 24-27 UU Sumber Daya Air yang memisahkan masyarakat dari sumber daya air dengan dalih konservasi. Pasal 46 UU Sumber Daya Air mengatur pemberian izin penguasaan air diutamakan untuk BUMN dan BUMD, tapi membuka ruang untuk swasta. Padahal, dalam putusan bernomor 85/PUU-XI/2013, MK tidak membolehkan swastanisasi air. “UU Sumber Daya Air membolehkan swasta untuk berbisnis air kemasan,” ungkapnya.

 

Dia juga mengkritik UU Sistem Budidaya Pertanian Berkelanjutan karena arahnya membuat petani menjadi ketergantungan pestisida dan pupuk yang dipegang swasta. Terakhir, RUU Perkelapasawitan, Zenzi berpendapat substansi RUU ini berpihak terhadap investasi dan mengabaikan aspek sosial dan lingkungan. Misalnya, membuka peluang pemanfaatan dan pembukaan ekosistem gambut untuk perkebunan kelapa sawit. Ketentuan ini bertentangan dengan semangat perlindungan ekosistem gambut dan upaya pemerintah mencegah kebakaran hutan dan lahan.

 

Melansir data KPK, Ketua YLBHI Asfinawati mengatakan ada banyak kasus korupsi dan suap di sektor kehutanan yang jumlahnya sampai Rp22 miliar per tahun. Proses legislasi terhadap revisi UU KPK akan mempengaruhi kinerja KPK dalam 5 tahun ke depan. Padahal KPK merupakan benteng terakhir pemberantasan korupsi. “KPK tugasnya membersihkan penegak hukum,” ujarnya.

 

Direktur Program ICJR Erasmus Napitupulu mengingatkan RUU KUHP yang ditunda pengesahannya masih memuat ketentuan yang bisa menjerat aktivis HAM dan lingkungan hidup. Ini tidak selaras dengan konsep Anti Strategic Lawsuit Against Public Participation (Anti Slapp) sebagaimana tertuang dalam UU No.32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup.

 

Konsep ini pada intinya memberikan perlindungan kepada masyarakat dari tuntutan atau gugatan hukum. “Masyarakat harus terus mengawal RUU KUHP agar logika yang digunakan sesuai dengan amanat reformasi dan kekinian,” tutupnya.

Tags:

Berita Terkait