993 Bacaleg Bergelar SH Siap Bertarung dari 16 Partai Politik
Advokat di Pusaran Pemilu

993 Bacaleg Bergelar SH Siap Bertarung dari 16 Partai Politik

Terdapat 993 atau 12,9% dari seluruh bacaleg yang masuk DCS memiliki latar belakang pendidikan hukum. Keberadaan SH diharapkan mampu memberi dampak berarti terhadap kinerja lembaga legislatif tersebut.

M Dani Pratama Huzaini
Bacaan 2 Menit

 

Duduk di urutan terakhir daftar partai politik penyumbang SH sebagai bacaleg dalam Pileg serentak 2019 adalah Partai Keadilan dan Persatuan Indoensia (PKPI). PKPI mendorong 4 orang SH dalam daftar bacaleg yang akan bertarung dalam Pileg serentak tahun 2019.

 

Hukumonline.com

 

Harapan Terhadap Sarjana Hukum

Keberadaan Sarjana Hukum sebagai anggota DPR RI tentu diharapkan mampu memberi dampak berarti terhadap kinerja lembaga legislatif tersebut. Sarjana hukum diharapkan mampu menunjukkan kapasitasnya sebagai seorang ahli hukum dalam melaksanakan tugas-tugas kedewanan. Tugas Legislasi, controlling, dan budgeting yang melekat secara institusional menuntut sejumlah keahlian anggota DPR. Salah satunya keahlian SH.

 

Terhadap keberadaan SH dalam kursi di DPR, ada yang menilai belum banyak memberi dampak yang signifikan terhadap sejumlah tugas-tugas DPR RI. Dari aspek kinerja legislasi misalnya, peran SH dalam proses pembuatan peraturan perundang-undangan belum menampakkan hasil sebagaimana yang diharapkan. Catatan kritis terhadap kinerja legislasi DPR tahun 2018, hingga Agustus 2018, DPR RI baru menyelesaikan empat Rancangan Undang-Undang (RUU) dari 50 RUU priorits Prolegnas 2018.

 

Salah satu kritikan tersebut dating dari Peneliti Forum Masyarakat Peduli Parlemen Indonesia (Formappi), Lucius Karus. Ia menilai, keberadaan lulusan SH di DPR menambah riuh rendah perdebatan di DPR. Tanpa mengenyampingkan proses politik yang menjadi kesatuan dalam proses pembuatan peraturan perundang-undangan, Lucius berharap SH bisa tampil sebagai salah satu solusi mandegnya kinerja legislasi.

 

“Alih-alih mendorong kinerja legislasi, kehadiran banyak advokat di DPR membuat riuh rendah karena perdebatan yang kadang-kadang tidak substantif,” ujar Lucius.

 

Di sisi yang lain, terkait pelaksanaan fungsi pengawasan terhadap pemerintah, satu episode yang menarik untuk dilihat kembali adalah terkait pembentukan Panitia Khusus Hak Angket terhadap Pelaksanaan Tugas dan Kewenagan Komisi Pemberantasan Korupsi (Pansus Angket KPK). Sejak awal wacana Pansus ini digulirkan, perdebatan muncul dengan mempertanyakan status KPK sebagai pelaksana tugas eksekutif atau bukan.

 

Mantan ketua Mahkamah Konstitusi (MK), Mahfud MD saat itu menilai pembentukan panitia khusus hak angket terhadap KPK cacat hukum. alasannya saat itu adalah kekeliruan subjek dan objek hak angket yang dikeluarkan oleh DPR. “Subjeknya keliru karena secara historis hak angket itu dulu hanya dimaksudkan untuk Pemerintah,” ujar Mahfud kala itu. Perdebatan mengenai hak angket ini harusnya tidak terjadi apabila SH yang menjadi anggota DPR dapat berperan sesuai keahliannya.

Tags:

Berita Terkait