AAI Dukung Putusan MK Soal Penyelenggaraan PKPA
Berita

AAI Dukung Putusan MK Soal Penyelenggaraan PKPA

Putusan MK ini sesuai dengan rekomendasi dari workshop nasional AAI bahwa pendidikan profesi advokat diselenggarkan oleh perguruan tinggi yang bekerja sama dengan organisasi advokat untuk memenuhi level 7 KKNI.

FAT
Bacaan 2 Menit
Ilustrasi advokat: BAS
Ilustrasi advokat: BAS
Dua pekan sudah Mahkamah Konstitusi (MK) mengabulkan permohonan uji materiil UU No. 18 Tahun 2003 tentang Advokat terkait penyelenggaraan Pendidikan Khusus Profesi Advokat (PKPA) yang diajukan oleh Asosiasi Pimpinan Perguruan Tinggi Hukum Indonesia (APPTHI). Dukungan atas putusan ini terus berdatangan.

Kali ini berasal dari Asosiasi Advokat Indonesia (AAI) yang dipimpin Muhammad Ismak. Dalam siaran persnya yang diterima Hukumonline, Selasa (30/5), AAI siap mendukung putusan MK No. 95/PUU-XIV/2016 tanggal 23 Mei 2017 tersebut. AAI berharap, organisasi advokat lain juga turut tunduk dan melaksanakan putusan itu.

“Mendukung dan menyatakan siap untuk menyelenggarakan Pendidikan Profesi Advokat (PPA) dengan bekerjasama dengan perguruan tinggi hukum dan sekolah tinggi hukum sesuai standar pendidikan profesi,” tulis Ismak dalam keterangan rilisnya.

Ia mengatakan, salah satu pertimbangan MK dalam putusan tersebut adalah standardisasi pendidikan telah ditetapkan Kerangka Kualifikasi Nasional Indonesia (KKNI) dan hasil seluruh proses pembelajaran dibuktikan dalam bentuk ijazah dan sertifikat kompetensi yang dikeluarkan oleh perguruan tinggi penyelenggaran pendidikan tinggi ilmu hukum.

(Baca: MK: Penyelenggaraan PKPA Wajib Libatkan Perguruan Tinggi Hukum)

Pertimbangan lain MK, lanjut Ismak, bahwa penyelenggaraan pendidikan advokat sebagai bagian dari kompetensi yang harus dimiliki oleh lulusan Strata Satu (S1) ilmu hukum tidak bisa berdiri sendiri. Tapi, proses pendidikan tersebut harus merupakan bagian dari proses pendidikan tinggi S1 ilmu hukum, sehingga penyelengaraannya tidak terlepas dari organ program studi ilmu hukum.

Menurut Ismak, putusan MK ini sesuai dengan hasil rekomendasi dalam workshop nasional AAP akhir 2016 silam. Rekomendasi yang dicetuskan oleh Prof Johannes Gunawan itu adalah pendidikan profesi advokat diselenggarakan oleh perguruan tinggi bekerjasama dengan organisasi profesi advokat untuk memenuhi level 7 KKNI.

Atas dasar itu, AAI menilai, bunyi Pasal 2 ayat 1 UU Advokat yakni 'yang dapat diangkat sebagai advokat adalah sarjana yang berlatar belakang pendidikan tinggi hukum dan setelah mengikuti pendidikan khusus profesi advokat yang dilaksanakan oleh organisasi advokat', selaras dengan Pasal 24 ayat (1) dan (2) UU No. 12 Tahun 2012 tentang Pendidikan Tinggi (UU Dikti).
Pasal 24 UU Dikti
(1) Program profesi merupakan pendidikan kealian khusus yang diperuntukkan bagi lulusan program sarjana atau sederajat untuk mengembangkan bakat dan kemampuan memperoleh kecakapan yang diperlukan dalam dunia kerja.
(2) Program profesi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat diselenggarakan oleh perguruan tinggi yang bekerjasama dengan kementerian, kementerian lain, LPNK dan/atau organisasi profesi yang bertanggung jawab atas mutu layanan profesi.

Sebelumnya, MK secara bulat mengabulkan pengujian Pasal 2 ayat (1) UU Advokat terkait PKPA. Pasal 2 ayat (1) UU Advokat dinyatakan inkonstitusional bersyarat sepanjang tidak dimaknai yang berhak menyelenggarakan PKPA adalah organisasi advokat dengan keharusan bekerja sama denan perguruan tinggi hukum atau sekolah tinggi hukum.

“Menyatakan Pasal 2 ayat (1) UU Advokat bertentangan dengan UUD RI Tahun 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat sepanjang tidak dimaknai yang berhak menyelenggarakan Pendidikan Khusus Profesi Advokat adalah organisasi advokat dengan keharusan bekerja sama dengan perguruan tinggi yang fakultas hukumnya minmal terakreditasi B atau sekolah tinggi hukum yang minimal terakreditasi B,” ucap Ketua Majelis MK Arief Hidayat saat membacakan putusan bernomor 95/PUU-XIV/2016 itu.

Terhadap putusan ini, tiga kubu Perhimpunan Advokat Indonesia (PERADI) juga telah menyatakan pandangannya. Ketiganya pun telah menyampaikan pandangannya, ada yang pro maupun kontra. (Baca: 3 Kubu PERADI Tanggapi Putusan MK Tentang PKPA)
Tags:

Berita Terkait