Ada Kekeliruan Pemahaman tentang Makar
Utama

Ada Kekeliruan Pemahaman tentang Makar

Makar hanya salah satu unsur dari Pasal 106, Pasal 107, Pasal 139a, Pasal 139b, dan Pasal 140 KUHP.

Moh. Dani Pratama Huzaini
Bacaan 2 Menit

(Baca juga: Dapatkah Dipidana Jika Menghasut Orang untuk Makar?)

Jika melihat kembali rumusan Pasal 106, Pasal 107, Pasal 139a, Pasal 139b, dan Pasal 140 KUHP, Rizky mengatakan,  anslaag adalah perbuatan dengan beragam tujuan seperti membunuh Presiden, menggulingkan pemerintahan, melepaskan sebagian wilayah, dan membuat presiden/wakil presiden tak dapat menjalankan tugas. Kategori inilah yang lebih tepat disebut sebagai delik tindak pidana aanslag daripada istilah makar sebagai delik. Kesalahan itu telah menimbulkan kerancuan. “Inilah yang menyebabkan sekarang penegakan hukum ini serampangan," ujarnya.

Rizky berpendapat kesalahan yang sering terjadi adalah ketika aparat penegak hukum mengartikan makar sebagai tindak pidana pada umumnya. Rizky mengingatkan bahwa makar adalah hanya salah satu unsur dari Pasal 106, Pasal 107, Pasal 139 a, Pasal 139 b, dan Pasal 140 KUHP. Untuk itu makar harus dimaknai sejajar dengan unsur lannya dalam konstruksi pasal-pasal tersebut. Misalnya Pasal 104 KUHP, perbuatan seseorang dikategorikan makar jika ada perbuatan ‘menyerang’ dengan maksud membunuh atau merampas kemerdekaan atau meniadakan kemampuan presiden untuk memerintah. Demikian pula Pasal 106 KUHP, harus ada serangan, dalam arti tindakan agar seluruh atau sebagian wilayah negara jatuh ke tangan musuh atau memisahkan sebagian wilayah negara dari yang lain," terang Rizky.

Ketua Badan  Pengurus Yayasan Lembaga Bantuan Hukum (YLBHI) Asfinawati menilai psikologi penegak hukum dalam menerapkan sejumlah pasal aanslag saat ini belum berubah. Masih sama seperti ketika UU Subversi diberlakukan. Meskipun UU tersebut telah lama dicabut, semangatnya masih dipergunakan untuk membungkam pihak yang berseberangan dengan pemerintah. “Ini sesuai dengan pengkategorian kenapa orang itu dikatakan makar, imajinasi-imajinasi tentang ancaman kepada sebuah negara atau pemimpin atau kepada pemerintah itu sudah dicabut pada 1999,” ujar Asfinawati.

Tags:

Berita Terkait