Akademisi FH UI Ini Berikan 4 Rekomendasi Untuk Implementasi UU Kesehatan
Terbaru

Akademisi FH UI Ini Berikan 4 Rekomendasi Untuk Implementasi UU Kesehatan

Salah satu rekomendasi yaitu mempertahankan mandatory spending atau kewajiban pemerintah mengalokasikan anggaran kesehatan dalam jumlah tertentu serta dibarengi dengan perbaikan fungsi pembinaan dan pengawasan oleh pemerintah.

Ady Thea DA
Bacaan 3 Menit
Dosen FHUI, Wahyu Andrianto dan Managing Partner Makarim & Taira S, Maria Sagrado,  dalam webinar Hukumonline bertema Transformasi Kesehatan Indonesia: Implikasi dan Strategi Implementasi UU No.17 Tahun 2023 tentang Kesehatan, Rabu (31/01/2024).
Dosen FHUI, Wahyu Andrianto dan Managing Partner Makarim & Taira S, Maria Sagrado, dalam webinar Hukumonline bertema Transformasi Kesehatan Indonesia: Implikasi dan Strategi Implementasi UU No.17 Tahun 2023 tentang Kesehatan, Rabu (31/01/2024).

Proses pembentukan UU No.17 Tahun 2023 tentang Kesehatan sejak awal menuai pro dan kontra. Organisasi profesi seperti Ikatan Dokter Indonesia (IDI) mengkritik keras itu beleid. Dalam proses persetujuan di DPR juga tidak bulat. Dari 9 fraksi yang setuju ada 2 yang berbeda pendapat yakni fraksi Demokrat menerima dengan catatan dan fraksi PKS menolak.

Dosen Tetap Fakultas Hukum Universitas Indonesia (FH UI), Wahyu Andrianto, mencatat salah satu yang disorot kedua fraksi itu terkait penghapusan kewajiban alokasi anggaran kesehatan dalam anggaran di bidang kesehatan baik pusat dan daerah (APBN/APBD). Alhasil beberapa waktu setelah UU 17/2023 terbit sejumlah kalangan mengajukan permohonan pengujian beleid itu ke MK.

Wahyu melihat prosesnya masih berlangsung sampai sekarang dan beberapa ahli juga sudah menyampaikan pandangannya dalam pemeriksaan tersebut. Salah satunya Guru Besar FH Universitas Padjadjaran, Prof Susi Dwi Harijanti. Wahyu mengutip pernyataan Prof Susi dalam pemeriksaan itu yang menyebut antara lain partisipasi dalam pembentukan UU 17/2023 hanya untuk memenuhi persyaratan prosedur formal.

Yakni kebijakan tokenistik, hanya menghadirkan partisipasi fisik tanpa partisipasi gagasan. Pembentuk UU dinilai tidak hati-hati dalam mengajak stakeholder yang dihadirkan dalam forum-forum pembahasan seperti Konsil Kedokteran Indonesia (KKI), Majelis Kehormatan Disiplin Kedokteran Indonesia (MKDKI), kolegium.

“Mengingat pembentukannya melalui metode omnibus law seharusnya proses penyusunan dan pembahasan dilakukan dalam waktu yang cukup karena setiap UU yang dihapus punya politik hukum yang berbeda,” kata Wahyu dalam Webinar Transformasi Kesehatan Indonesia: Implikasi dan Strategi Implementasi UU No.17 Tahun 2023 tentang Kesehatan, Rabu (31/01/2024).

Baca juga:

Wahyu merekomendasikan sedikitnya 4 hal terkait pelaksanaan UU 17/2023. Pertama, mandatory spending atau kewajiban pemerintah mengalokasikan anggaran kesehatan dalam jumlah tertentu harus dipertahankan. Tapi harus dibarengi dengan perbaikan fungsi pembinaan dan pengawasan oleh pemerintah.

Tags:

Berita Terkait