Alasan Kalangan Buruh Tolak Revisi UU Ketenagakerjaan
Berita

Alasan Kalangan Buruh Tolak Revisi UU Ketenagakerjaan

Karena ketentuan yang diusulkan untuk direvisi dinilai lebih menguntungkan pengusaha dan merugikan buruh.

Ady Thea DA
Bacaan 2 Menit

 

Dian menegaskan bukan berarti serikat buruh anti revisi UU Ketenagakerjaan. Serikat buruh siap untuk membuat konsep dan draft UU Ketenagakerjaan yang melindungi buruh. Tapi Dian khawatir dalam proses pembahasannya nanti di DPR kepentingan buruh ditelikung, sehingga hasil revisi UU Ketenagakerjaan tidak seperti yang diusulkan dan diharapkan kalangan buruh.

 

"Sudah banyak kebijakan yang seperti ini, misalnya PP Pengupahan diterbitkan tanpa mengakomodir kepentingan buruh," ujarnya.

 

Mengkaji sejumlah usulan

Sebelumnya, Menteri Ketenagakerjaan M Hanif Dhakiri masih mengkaji sejumlah usulan dan aspirasi dari kalangan pengusaha maupun pekerja terkait revisi UU Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan. Hasil kajian itu akan menjadi pedoman bagi pemerintah dalam menggulirkan proses revisi UU Ketenagakerjaan tersebut.

 

“Pemerintah sebisa mungkin mempertemukan masing-masing dari kepentingan itu agar bisa win win solution. Soal proses berapa lama, kapan, dan sebagainya, belum bisa disampaikan, " kata Hanif Dhakiri melalui siaran pers di Jakarta, Kamis (4/7/2019) pekan lalu. 

 

Hanif menyebut banyak kepentingan berbeda dan bertentangan yang membuat usulan revisi UU No. 13 Tahun 2013 itu belum menemukan titik akhir. Hanif menilai dalam UU Ketenagakerjaan sekarang ini, ada pasal-pasal tertentu sangat disukai pengusaha, namun tidak disukai pekerja. Ada juga pasal-pasal tertentu yang disukai pekerja, tapi tidak disukai pengusaha.

 

Usulan revisi UU Ketenagakerjaan mengemuka karena di samping sudah dilakukan judicial review (uji materi) di Mahkamah Konstitusi (MK) sebanyak 30 kali, UU Ketenagakerjaan tersebut masih banyak “bolong-bolongnya”. Tak hanya itu, kata Hanif, tantangan masa depan dalam proses bisnis banyak terjadi perubahan, sehingga mempengaruhi dari sisi ketenagakerjaan.

 

“Itu (alasan) diantaranya, memang kita membutuhkan perbaikan ekosistem ketenagakerjaan. Kita masih cari masukan dari semua pihak seperti dunia usaha, serikat pekerja, akademisi, dan masyarakat, “ katanya.

Tags:

Berita Terkait