Alasan MK Putuskan Komisioner KPUD Harus 5 Orang
Berita

Alasan MK Putuskan Komisioner KPUD Harus 5 Orang

MK pun memutuskan frasa “hari” dalam Pasal 468 ayat (2) UU Pemilu diubah menjadi “hari kerja” dalam proses pemeriksaan hingga keputusan di Bawaslu.

Aida Mardatillah
Bacaan 2 Menit

 

Namun, kata Suhartoyo, beban kerja penyelenggara pemilu tingkat daerah pada Pemilu 2019 yang akan digelar serentak bertambah. "Penyelenggaraan pemilu legislatif dan pemilu presiden/wakil presiden yang dilaksanakan serentak tentu saja memberikan beban lebih besar bagi penyelenggara di kabupaten/kota,” ujarnya.

 

Menurut Mahkamah, tidak rasional jika mengurangi anggota KPU Kabupaten/Kota dengan alasan demi mengurangi beban anggaran dalam Pemilu Serentak 2019. “Mengurangi jumlah anggota KPU kabupaten/kota di beberapa kabupaten dan kota menjadi berjumlah 3 orang di tengah bertambahnya beban kerja penyelenggaraan pemilu legisatif dan pemilu presiden dan wakil presiden serentak tahun 2019 adalah sesuatu yang irasional," kata Suhartoyo.

 

Mengenai Pasal 468 ayat (2) UU Pemliu, para pemohon berdalih ketentuan yang menyatakan “Bawaslu, Bawaslu Provinsi, Bawaslu Kabupaten/Kota memeriksa dan memutus sengketa proses Pemilu paling lama 12 (dua belas) hari sejak diterimanya permohonan….” tidak memiliki penjelasan lebih lanjut terhadap frasa “hari”. Karenanya, sangat membuka peluang kata tersebut memiliki makna multitafsir dan jauh dari nilai kepastian.

 

Bagi Mahkamah Pasal 468 ayat (2) UU Pemilu tidak bisa dipisahkan keputusan KPU terhadap adanya sengketa proses Pemilu yang meliputi sengketa yang terjadi antar Peserta Pemilu dan sengketa Peserta Pemilu dengan Penyelenggara Pemilu sebagai akibat dikeluarkannya Keputusan KPU, KPU Provinsi, dan KPU Kabupaten/Kota. Hal ini juga tidak dapat dipisahkan upaya hukum terhadap para pihak yang tidak dapat menerima hasil penyelesaian sengketa proses Pemilu yang diputuskan oleh Bawaslu.

 

Bila ditelaah lebih jauh ada perbedaan waktu penyelesaian sengketa pemilu di KPU, Bawaslu dan PTUN. Baik tenggang waktu mengajukan permohonan atas adanya keputusan KPU Provinsi/Kab/Kota kepada Bawaslu maupun ke PTUN termasuk tenggang waktu proses persidangan yang secara tegas diberikan dengan hitungan hari kerja. Namun, berbeda dengan tenggang waktu yang diberikan kepada Bawaslu tanpa ditegaskan dengan hari kerja.

 

Bahkan, Mahkamah tidak menemukan alasan adanya perbedaan tersebut. Sebab, menurut Mahkamah, adanya perbedaan waktu yang cukup signifikan antara tenggang waktu hari kalender dengan tenggang waktu hari kerja, tidak dihitung termasuk hari libur. Hal ini berbeda dengan tengang waktu hari kalender yang lebih sedikit, karena hari libur termasuk bagian yang dihitung.

 

“Maka, pemaknaan ‘hari’ dalam Pasal 468 ayat (2) menjadi ‘hari kerja’ semakin menambah tenggang waktu secara akumulatif dan semakin menambah kesempatan bagi Bawaslu untuk dapat menyelesaikan sengketa proses pelanggaran paemilu yang diajukan secara komprehensif dan optimal,” lanjutnya.

 

Hal ini, dapat memberikan kepastian hukum dan memahami secara substansial proses penyelesaian sengketa pemilu di Bawaslu. Mulai dari tahapan menerima permohonan, melakukan pengkajian, mempertemukan para pihak, proses mediasi, proses adjudikasi, hingga pertimbangan, dan keputusan yang berkualitas.

Tags:

Berita Terkait