Amien Sunaryadi Tekankan Pentingnya Evaluasi Produk Legislasi Nasional
Terbaru

Amien Sunaryadi Tekankan Pentingnya Evaluasi Produk Legislasi Nasional

UU yang sudah dijalankan dan sudah ditegakkan secara periodik harus dievaluasi dan lakukan studi lapangan dan kepustakaan untuk menilai pasal mana saja yang efektif, kurang efektif, dan atau tidak efektif.

CR-28
Bacaan 3 Menit
Amien Sunaryadi saat dalam sesi Townhall Meeting Hukumonline 2022 yang dihadiri ratusan karyawan Hukumonline, Senin (24/1/2022). Foto: RES
Amien Sunaryadi saat dalam sesi Townhall Meeting Hukumonline 2022 yang dihadiri ratusan karyawan Hukumonline, Senin (24/1/2022). Foto: RES

Dalam sharing session Townhall Meeting Hukumonline 2022 kedatangan tokoh ternama yang kiprahnya harum di tataran nasional ataupun internasional. Orang itu adalah Amien Sunaryadi yang kini menjabat Komisaris Utama PT PLN (Persero). Sebelumnya, dia pernah mengemban tanggung jawab sebagai Wakil Ketua KPK (Masa Bakti 2003-2007) dan Senior Operations Officer Bidang Governance and Anti-Corruption di World Bank (2008-2012).

Dalam kesempatan ini, Amien berbagi pengalaman dan menyampaikan wejangan kepada para karyawan Hukumonline dengan tema besar terkait “Building Better Indonesia through Regulatory Compliance and Governance”. Salah satu diantara pesan yang disampaikan Peraih Bung Hatta Anti-Corruption Award (2008) itu adalah terkait perputaran produk legislasi yang menjadi suatu hal esensial bagi Indonesia sebagai negara hukum.

“Saya menggambarkan Undang-Undang (UU) atau hukum itu dalam suatu life cycle. Mulai dari dibuat, disosialisasikan, dilaksanakan, ditegakkan, kemudian dievaluasi. Nanti akan muter lagi ke bagian dibuat dalam bentuk amendemen (revisi, red),” ujar Amien dalam sesi Townhall Meeting Hukumonline 2022 yang dihadiri ratusan karyawan Hukumonline, Senin (24/1/2022). (Baca Juga: Cerita di Balik Keluarnya Perppu Rehabilitasi Aceh dan Nias di Era SBY)

Hukumonline.com

Dia menyampaikan pandangannya potensi kekuatan Hukumonline di area sosialisasi dengan menyediakan database hukum dan regulasi serta services yang membantu masyarakat umum memahami hukum. Tetapi dari kaca matanya, aspek dimana Indonesia lemah berada pada bagian evaluasi dari produk legislasi yang telah tercetak (yang sudah diterbitkan).

“Memang jika membicarakan UU atau legislasi maka sirkularnya diawali pembuatan UU itu sendiri yang berasal dari DPR dan Presiden. Jika telah disahkan, maka akan memasuki tahap sosialisasi melalui berbagai pihak. Selanjutnya UU tersebut akan dilaksanakan sesuai konten UU-nya. Hingga akhirnya, UU tersebut ditegakkan oleh pemerintah atau aparat penegak hukum.”

Dalam penjelasannya, Partner Bidang Fraud & Forensics Investigation di Kantor Hukum Assegaf Hamzah and Partners itu menyayangkan Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS) yang kerap terlupakan sebagai penegak hukum. “Mereka tidak bisa caranya menggeledah, tidak bisa surveillance, enggak bisa macem-macem. Karena mereka diajarinya cuma bikin surat panggilan, bikin surat BAP. Padahal PPNS ini jumlahnya banyak, mereka harus menegakkan sekitar 26 UU. Karena mereka bisa dikatakan ‘tidak terbangun’, berarti banyak UU yang tidak bisa ditegakkan. Buat apa kita bikin UU kalau tidak bisa ditegakkan?"

Siklus Legislasi

Melanjutkan pembahasannya perihal legislasi dan siklusnya, dia menjelaskan dalam hal pembuatan UU, DPR memegang tanggung jawab besar. “Setelah tahun 1999, yang paling bertanggung jawab dalam fungsi legislasi adalah DPR. Waktu dilaksanakan tanggung jawab juga di DPR, menyetujui alokasi anggarannya. Tanpa angggaran, tidak bisa dilaksanakan.”

Mengenai evaluasi, kata dia, sebetulnya menjadi fungsi DPR atau tepatnya Badan Legislasi yang menjadi alat kelengkapan DPR sebagaimana bunyi Pasal 105 ayat (1) UU No.17 Tahun 2014 tentang Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (UU MD3). Lebih lanjut, Amien menjelaskan terdapat tiga jenis pengawasan yang dilakukan. Antara lain pengawasan terhadap UU yang dijalankan, pengawasan pelaksanaan APBN yang dalam hal ini DPR dibantu oleh BPK, serta pengawasan terhadap kebijakan pemerintah.

"Menurut saya Hukumonline memiliki capability (membantu) di bagian evaluasi. Evaluasi maksudnya bagaimana? UU yang sudah dijalankan dan sudah ditegakkan secara periodik harus dievaluasi dan lakukan studi lapangan. Pasal mana saja yang dapat dilakukan secara efektif, pasal mana saja yang kurang dapat dilaksanakan, dan pasal-pasal mana yang tidak dapat dilaksanakan. Ini harus dicek di lapangan, bukan di ruang diskusi,” kata dia.

Hukumonline.com

Setelah pengecekan lapangan, barulah dilakukan studi kepustakaan. Kemudian, kata dia, berdasarkan studi lapangan dan studi kepustakaan yang dilakukan, UU yang berlaku bisa dinilai terutama tujuan dibuatnya UU itu. Sebagai contoh, bila suatu UU sudah diimplementasikan lima tahun, maka dilakukan pengecekan ulang apakah tujuan yang semula dijadikan pijakan lahirnya UU terkait sudah tercapai atau belum. Disitulah bentuk evaluasi yang semestinya.

"Saya learning ini dari apa yang dilakukan Parlemen Australia dan Kongres Amerika Serikat. Ini yang saya melihat belum dilakukan properly di DPR. Ada baiknya Hukumonline ke depan melihat, bisa gak ke depan membantu teman-teman di DPR mengerjakan ini. Mumpung teman-teman di Hukumonline ini rata-rata milenial. Jadi cocok untuk hal seperti ini.”

Mantan Kepala SKK Migas (Periode 2014-2018) itu optimis jika peraturan perundang-undangan yang dilahirkan Indonesia efektif sesuai tujuan lahirnya UU itu dibuat, maka akan berimplikasi pada kepastian hukum (legal certainty) di Indonesia yang meningkat. Bila legal certainty di Indonesia meningkat, dia yakin bisnis dan ekonomi negara juga akan meningkat. Hal ini akan memberikan banyak dampak positif bagi negara.

Tags:

Berita Terkait