Anarkis
Tajuk

Anarkis

Hukum akan ditaati kalau itu membawa manfaat bagi anggota masyarakat.

RED
Bacaan 2 Menit

 

Sikap tirani manusia Indonesia lainnya yang menonjol terasa kuat bilamana Anda setiap hari berada dalam jebakan lalu-lintas di Jakarta dan sejumlah kota besar lainnya. Dahulu kendaraan roda empat merupakan ancaman bagi pengendara sepeda motor, sepeda dan pejalan kaki.

 

Disiplin lalu lintas yang buruk, proses pemberian surat izin mengemudi yang penuh dengan suap, menjadi beberapa alasan munculnya ancaman di jalan tersebut. Belum lagi kondisi kendaraan yang buruk karena tidak ada pembatasan usia kendaraan dan sistem pemeriksaaan rutin kendaran umum yang juga amburadul dan penuh aroma bayar-membayar.

 

Sekarang, dengan jutaan sepeda motor memadati jalan-jalan kita, merekapun ancaman buat siapa saja. Kecelakaan antara sesama pengendara motor, dan sepeda motor dengan pesepeda dan pejalan kaki sangat tinggi frekuensinya. Di Jakarta saja, pengendara motor yang tewas di jalanan melebihi jumlah 300 orang. Ini baru jumlah yang dilaporkan, belum termasuk mereka yang memilih jalan damai atau yang tidak melapor karena tidak mau terlibat dalam urusan hukum.

 

Pengendara motor yang ugal-ugalan juga ancaman bagi pengendara kendaraan roda empat dan kendaraan umum, semata-mata karena lepas dari siapa yang bersalah, mereka sebelumnya akan dihakimi oleh hukum jalanan. Kerumunan orang yang seketika berkumpul di tempat kejadian mudah sekali dibakar kemarahan dan melakukan kekerasan.       

 

Mochtar Lubis dalam pidato kebudayaan yang disampaikan 40 tahun yang lalu di TIM, Jakarta, mengidentifikasi 6 sifat utama manusia Indonesia. Sifat-sifat itu: hipokritis dan munafik; enggan bertanggung jawab atas perbuatannya; berjiwa feudal; percaya tachyul; artistik; dan punya watak yang lemah.

 

Keenam sifat utama tersebut kemudian ditambah dengan 6 sifat lainnya dalam bukunya “Manusia Indonesia, Sebuah Pertanggung Jawab, 1978 : yaitu tidak hemat dan cenderung boros; tidak suka bekerja keras, kecuali kalau terpaksa; ingin bertambah kaya dengan kurang bekerja keras; kurang sabar, cemburu dan dengki terhadap orang lain yang dilihatnya lebih maju sehingga mudah memfitnah, berintrik dan menjatuhkan orang lain; manusia sok, mabuk berkuasa. Masih belum cukup, Mochtar Lubis masih menambahkan sifat-sifat lain: kejam, bisa meledak, ngamuk, membunuh, membakar, khianat, menindas, memeras, menipu, mencuri, korupsi, tidak peduli dengan nasib orang lain, dan lain-lain. 

 

Saya tidak tahu apakah Mochtar melakukan penelitian yang intens dan dalam. Bisa jadi “penemuannya” itu sekadar suatu pengamatan kesehariannya sebagai seorang budayawan yang dikenal punya ketajaman pisau analisa sosial. Banyak, kalau tidak semuanya, sifat-sifat itu kita temui dalam keseharian kehidupan kita. Pengalaman itu tidak hanya pribadi sifatnya, tetapi juga karena pengetahuan umum dengan akses luas kita ke media cetak, elektronik dan media sosial yang sekarang ini membanjiri sistem informasi kita.

Tags: