Ancaman Kebebasan Berpendapat hingga Akademik bagi Pendukung Pro-Palestina di Sejumlah Negara
Mengadili Israel

Ancaman Kebebasan Berpendapat hingga Akademik bagi Pendukung Pro-Palestina di Sejumlah Negara

Banyak pendukung pro-Palestina mengalami pembatasan hak mulai dari kebebasan berpendapat dan berekspresi hingga kebebasan akademik.

Ferinda K Fachri
Bacaan 3 Menit
Ratusan mahasiswa hukum dari sejumlah kampus hukum di Amerika Serikat berunjuk rasa pro-Palestina. Foto: VINCENT RICCI / SOPA IMAGES / LIGHTROCKET VIA GETTY IMAGES
Ratusan mahasiswa hukum dari sejumlah kampus hukum di Amerika Serikat berunjuk rasa pro-Palestina. Foto: VINCENT RICCI / SOPA IMAGES / LIGHTROCKET VIA GETTY IMAGES

Tidak hanya dialami Palestina, ketidakadilan juga telah menimpa banyak pendukung pro-Palestina dari berbagai negara di dunia memasuki hari ke-111 serangan Israel tepat di hari ini, Jum’at (26/1/2024). Sebut saja aksi demonstrasi yang berujung dengan penangkapan yang mungkin telah banyak diberitakan. Terjadi juga pembatasan bagi kalangan yang menunjukkan keberpihakannya terhadap Palestina seperti diberitakan berbagai media internasional. 

Baca juga:

Salah satunya, diberitakan The New York Times pada Rabu (24/1/2024), ketika Departemen Studi Perempuan, Gender, dan Seksualitas di Barnard College New York 3 pekan pasca serangan 7 Oktober lalu sempat mengunggah link ke karya-karya akademis para Profesor yang mendukung perspektif mereka atas perjuangan rakyat Palestina melawan “perang kolonial pemukim, pendudukan dan apartheid” juga merupakan isu feminis. Naas, hanya berselang 2 hari kemudian bagian halaman web tersebut dihapus tanpa peringatan oleh administrator Barnard.

Alih-alih memberi jawaban yang komprehensif, pihak departemen hanya berdalih penghapusan dilakukan sebab pernyataan dan tautan tersebut adalah “pidato politik (political speech) yang tidak diizinkan”. Pihak administrasi kemudian menulis ulang kebijakannya mengenai aktivitas politik, tata kelola situs web, dan acara kampus yang membuatnya memiliki kewenangan dalam menentukan pendapat bersifat politis yang diperbolehkan dan tidak di ranah kampus. 

“Kebijakan website dan political speech telah melanggar prinsip-prinsip dasar kebebasan berpendapat dan tidak sesuai dengan pemahaman yang baik terkait kebebasan akademik. Rezim seperti itu pasti akan berfungsi sebagai izin untuk melakukan sensor,” demikian disampaikan dalam surat New York Civil Liberties Union yang ditujukan bagi Presiden baru Barnard College, Laura Rosenbury.

Kepada Times, Kathryn Gerlach selaku juru bicara Barnard College menyatakan bahwa pihak kampus mendukung kebebasan akademik dari fakultas dan mendukung pula kebebasan berekspresi fakultas maupun mahasiswa. Namun salah satu Professor studi perempuan, gender dan seksualitas, yakni Janet Jakobsen menuturkan penghapusan materi pro-Palestina di departemennya itu hanya jadi salah satu tantangan baru kebebasan berekspresi yang dialami mahasiswa dan dosen.

Kini Departemen Studi Perempuan, Gender, dan Seksualitas meluncurkan situs webnya sendiri yang tidak terafiliasi dengan pihak perguruan tinggi untuk memuat pernyataan dan sumber pro-Palestina. Patut diketahui, mengutip American Association of University Professors, teks Amandemen Pertama Konstitusi AS memang tidak secara eksplisit menyebutkan kebebasan akademik. 

Tags:

Berita Terkait