Antara BLT Minyak Goreng dan Menangnya Oligarki Sawit
Terbaru

Antara BLT Minyak Goreng dan Menangnya Oligarki Sawit

Setidaknya tiga kali oligarki kelapa sawit menang berturut-turut. Semestinya pemerintah menjalankan rekomendasi jangka pendek dan panjang Komisi Pengawasan Persaingan Usaha.

Rofiq Hidayat
Bacaan 3 Menit
Warga rela mengantre untuk membeli minyak goreng murah. Foto: RES
Warga rela mengantre untuk membeli minyak goreng murah. Foto: RES

Pemerintah sepertinya tak mampu mengatasi persoalan mahalnya harga minyak goreng yang menjadi kebutuhan masyarakat sehari-hari. Seolah enggan menyerah, pemerintah menerbitkan kebijakan bantuan langsung tunai (BLT) minyak goreng dengan nilai Rp100 ribu per bulan selama 3 bulan bagi 20,5 juta masyarakat miskin dan 2,5 juta pedagang kaki lima. Kebijakan tersebut dianggap banyak kalangan sebagai jalan pintas semata tanpa mengatasi akar permasalahan.

Ketua Dewan Perwakilan Daerah (DPD) AA LaNyalla Mahmud Mattalitti memahami kebijakan yang diambil pemerintah. Tapi, kebijakan tersebut diambil akibat ketidakmampuan pemerintah melakukan paksaan terhadap perusahaan kelapa sawit beserta turunannya dalam memastikan domestic market obligation (DMO) menjadi prioritas. Serta harga eceran tertinggi (HET) tetap di angka Rp14 ribu per liter dapat diimplementasikan di lapangan.

“Ini namanya oligarki sawit menang tiga kali berturut-turut alias hattrick,” ujarnya melalui keterangannya, Rabu (6/4/2022).

Baca:

Pertama, menang akibat naiknya harga CPO dunia. Kedua, menang karena aturan HET minyak murah dicabut pemerintah. Ketiga, menang karena nama-nama mafia minyak goreng tak kunjung diumumkan pemerintah. Selain itu kenaikan harga CPO berujung Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS) periode 2021 mencatat pengumpulan pungutan dana ekspor sebesar Rp69 triliun. 

Sedangkan nilai ekspor freight on board (FOB) sawit di kisaran angka Rp409 triliun. Dia menilai dana di BPDPKS sebesar 90 persen kembali ke perusahaan kelapa sawit. Menurutnya, bila dilihat dari alokasi terdapat sisa sekitar Rp10 triliun. “Itu mungkin yang digunakan untuk BLT, yang totalnya sekitar Rp 7 triliun,” lanjutnya.

Tapi, lagi-lagi negara mesti mengalah dengan mencegah agar para pengusaha besar tidak merugi. Alhasil, HET pun dicabut diganti dengan kebijakan BLT ke masyarakat. Tujuannya agar masyarakat memiliki daya beli harga keekonomian. Padahal LaNyalla berulang kali menyampaikan negara tak akan mampu mencegah atas semua kesulitan rakyat.

Tags:

Berita Terkait