ASN Terpidana Korupsi Belum Dipecat, Ketua DPR: Tindak Tegas PPK!
Berita

ASN Terpidana Korupsi Belum Dipecat, Ketua DPR: Tindak Tegas PPK!

Pejabat pembina kepegawaian yang tidak menjalankan UU ASN, UU Pemerintahan Daerah, PP 11/2017, Surat Keputusan Bersama (SKB) tiga menteri, dan putusan pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap, maka harus diberikan sanksi.

Rofiq Hidayat
Bacaan 2 Menit
Ilustrasi: BAS
Ilustrasi: BAS

Pemberhentian permanen terhadap Aparatus Sipil Negara (ASN)/Pegawai Negeri Sipil (PNS) yang terlibat kasus korupsi dinilai masih jalan di tempat. Padahal, pihak Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) melakukan monitoring terhadap para pejabat pembina kepegawaian (PPK) di masing-masing daerah, khususnya mereka yang belum memberhentikan ASN terpidana kasus korupsi berdasarkan putusan pengadilan berkekuatan hukum tetap.

 

Ketua DPR Bambang Soesatyo mengatakan sanksi tegas dan tidak ada tawar-menawar terhadap para ASN/PNS yang terlibat kasus korupsi. Para pejabat pembina kepegawaian atau kepala daerah segera menindaklanjuti vonis putusan pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap terhadap ASN/PNS yang terlibat kasus korupsi. Apalagi terdapat ribuan ASN terpidana kasus korupsi yang belum juga diberhentikan.

 

Melihat belum semua ASN terpidana korupsi diberhentikan sesuai UU No.5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara (ASN), Bamsoet mendorong Komisi ASN berkoordinasi dengan Kementerian Pendayagunaan Aparatur Sipil Negara dan Reformasi Birokrasi (Kemenpan RB) agar dapat segera menindak tegas pejabat pembina kepegawaian yang tidak taat itu  

 

Menurutnya, ketaatan para pejabat pembina kepegawaian di masing-masing daerah terhadap putusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap dan UU ASN adalah keharusan.  Apalagi terhadap para ASN yang sudah divonis bersalah dengan putusan yang berkekuatan hukum tetap. Sebaliknya bagi para pejabat pembina kepegawaian yang tidak melaksanakan putusan pengadilan berkekuatan hukum tetap dan UU ASN, maka dapat dikenakan sanksi.

 

“Karena melanggar UU ASN, mengingat batas waktu pemecatan ASN terpidana korupsi adalah 30 April 2019, sampai sekarang belum tuntas,” ujarnya di Komplek Gedung Parlemen, Rabu (8/5/2019). Baca Juga: Baru 53 Persen PNS Tipikor Dipecat, ICW: Prinsip Zero Tolerance Lemah

 

PPK Patut diberi sanksi

Peneliti Indonesia Corruption Watch (ICW) Wana Alamsyah mengatakan hingga April 2019 setidaknya terdapat 1.124 ASN/PNS terpidana kasus korupsi yang belum diberhentikan permanen. Bagi ICW, para pejabat pembina kepegawaian patut diberikan sanksi. Padahal, pemberhentian secara permanen terhadap ASN/PNS terpidana kasus korupsi semestinya tuntas pada Desember 2018.

 

Dengan berbagai alasan, batas akhir pemberhentian secara permanen diperpanjang hingga akhir April 2019. Hingga awal Mei 2019, proses pemberhentian secara permanen terhadap ASN/PNS terpidana kasus korupsi justru berjalan di tempat. Akan tetapi, saat ini tindakan tegas dari Kemendagri belum terlihat. Padahal, Kemendagri memiliki peran amat penting dalam menyelesaikan persoalan tersebut.

 

Merujuk Pasal 373 UU No.23 Tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah, pemerintah pusat dalam hal ini adalah Kemendagri memiliki kewenangan untuk melakukan pembinaan dan pengawasan penyelenggaraan pemerintah daerah. Sedangkan dalam Pasal 68, Kemendagri berwenang untuk memberikan sanksi kepada kepala daerah. Terlebih lagi, Kemendagri telah menandatangani surat keputusan bersama (SKB) tentang pemecatan PNS koruptor.

 

Pasal 373

(1) Pemerintah Pusat melakukan pembinaan dan pengawasan terhadap penyelenggaraan Pemerintahan Daerah provinsi.

(2) Gubernur sebagai wakil Pemerintah Pusat melakukan pembinaan dan pengawasan terhadap penyelenggaraan Pemerintahan Daerah kabupaten/kota.

(3) Pembinaan dan pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) secara nasional dikoordinasikan oleh Menteri.

 

Wana menilai lambatnya proses pemberhentian permanen sebagai bentuk ketidakpatuhan pejabat pembina kepegawaian terhadap peraturan perundangan. Karenanya, para pejabat pembina kepegawaian (PPK) layak diberikan sanksi. Apalagi telah terdapat Surat Edaran Menteri PAN-RB No B/50/2019 tentang Petunjuk Pelaksanaan Penjatuhan PTDH oleh PPK.

 

Intinya, terhadap PPK yang tidak melaksanakan pemberhentian permanen hingga batas 30 April 2019 dapat diberikan sanksi administratif sesuai Pasal 81 ayat (2) huruf c UU nomor 30 tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan. Pasal 81 ayat (2) menyebutkan, “Sanksi administratif sedang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 80 ayat (2) berupa: a. pembayaran uang paksa dan/atau ganti rugi; b. pemberhentian sementara dengan memperoleh hak-hak jabatan; atau c. pemberhentian sementara tanpa memperoleh hak-hak jabatan”.

 

Seperti diketahui, menteri, kepala badan, dan instansi lain yang setara adalah pejabat pembina kepegawaian di tingkat pusat. Sedangkan di tingkat daerah adalah Gubernur, Bupati, dan Walikota. “Mereka telah terbukti melanggar peraturan yang telah ditetapkan,” ujarnya.

 

Menurutnya, peraturan yang dilanggar para pejabat pembina kepegawaian (PPK) pertama,   melanggar Pasal 87 ayat (4) huruf b UU ASN. Kedua, pejabat pembina kepegawaian melanggar Pasal 250 huruf b Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 11 Tahun 2017 tentang Manajemen Pegawai Negeri Sipil. Ketiga,UUNomor 23 tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah.

 

Keempat, Surat Keputusan Bersama (SKB) Menteri Dalam Negeri, Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi dan Kepala Badan Kepegawaian Negara Nomor 182/6597/SJ, Nomor 15 Tahun 2018, dan Nomor 153/Kep/2018 tentang Penegakan Hukum Terhadap Pegawai Negeri Sipil yang Telah Dijatuhi Hukuman Berdasarkan Putusan Pengadilan yang Berkekuatan Hukum Tetap Karena Melakukan Tindak Pidana Kejahatan Jabatan atau Tindak Pidana Kejahatan yang Ada Hubungannya Dengan Jabatan butir Kedua huruf a dan butir Ketiga.

 

“Kemendagri dan Kemenpan-RB mengambil langkah tegas dengan memberi sanksi kepada  pejabat pembina kepegawaian  yang tidak patuh terhadap peraturan yang telah ditetapkan, serta mempercepat proses pemecatan PNS koruptor dan pemberian sanksi terhadap PPK,” katanya.

Tags:

Berita Terkait