Aturan Pemilu Serentak Diuji Ke MK
Berita

Aturan Pemilu Serentak Diuji Ke MK

Tuntutan ini didasari dari fakta-fakta empiris karena ada 558 petugas Pemilu yang meninggal dunia, di antaranya 441 orang petugas KPPS, 92 orang petugas Panwaslu, 25 orang petugas Polisi dan ada 3.668 petugas KPPS yang sakit akibat sistem penyelenggaraan pemilu serentak yang tidak manusiawi.

Aida Mardatillah
Bacaan 2 Menit

 

Bunyi Pasal 167 ayat (3) UU Pemilu, menyatakan “Pemungutan suara dilaksanakan secara serentak pada hari libur atau hari yang diliburkan secara nasional.” Bunyi Pasal 347 ayat (1) UU Pemilu “Pemungutan Suara Pemilu diselenggarakan secara serentak”.

 

Baca:

 

Viktor juga mengatakan secara filosofis penyelenggara pemilu seharusnya menjadi sarana rakyat untuk mewujudkan kedaulatannya yang muaranya agar tercapainya cita-cita dan tujuan nasional sebagaimana termaktub di dalam pembukaan UUD 1945, bukan sebaliknya. Atas dasar inilah, menurut Viktor, penyelenggara pemilu bukan saja harus memenuhi asas-asas pemilu sebagaimana diatur didalam ketentuan Pasal 22 E ayat (1) UUD 1945 agar mendapatkan legitimasi pemilu dan pemerintahan yang dibentuk dari hasil pemilu.

 

“Namun di luar itu, penyelenggaraan pemilu seharusnya membawa kemaslahatan bagi seluruh rakyat, tidak boleh merugikan kepentingan rakyat, khususnya menyangkut hal yang paling fundamental yaitu keselamaan dan nyawa manuslia,” tandasnya.

 

Selain itu, ia menjelaskan kondisi sosial-politik dan fenomena masyarakat saat ini mengarah kepada tuntutan untuk mengevaluasi pelaksanaan pemilu serentak. Tuntutan ini didasari dari fakta-fakta empiris di antaranya ada total 558 Petugas Pemilu yang meninggal dunia, di antaranya 441 orang petugas KPPS, 92 orang petugas Panwaslu, 25 orang petugas Polisi dan ada 3.668 Petugas KPPS yang sakit akibat sistem penyelenggaraan pemilu serentak yang tidak manusiawi.

 

“Dan, biaya penyelenggaran pemilu serentak 2019 yang awalnya diduga akan lebih efisien dan menghemat uang negara, nyatanya membengkak sebesar 61 persen pada Pemilu Serentak 2019 yakni 25,59 triliun, dari anggaran Pemilu 2014 sebesar 15,79 triliun,” ungkapnya.

 

Viktor berpendapat pelaksanaan pemilu serentak sesungguhnya telah keluar dari aspek filosofis pemilu itu sendiri sebagai sarana mewujudkan daulat rakyat. Kemudian, berdasarkan aspek sosiologis, terdapat tuntutan untuk mengevaluasi dan memisahkan kembali pilpres dan pemilu anggota lembaga perwakilan, sebagai respon dari kondisi sosial politik dan fenomena masyaraat akibat pelaksanaan pemilu serentak. Atas dasar itu, ia berharap Mahkamah dapat menyatakan Pasal 167 ayat (3) dan Pasal 347 ayat (1) UU Pemilu bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat.

Tags:

Berita Terkait