Badai Corona dan Harapan Kehidupan
Berita

Badai Corona dan Harapan Kehidupan

Ketua Umum Perhimpunan Advokat Indonesia (Peradi), Fauzie Yusuf Hasibuan menyatakan bahwa tahun 2020 adalah masa yang sulit. Bukan hanya bagi Indonesia, tetapi juga untuk negara-negara dunia.

CT-CAT
Bacaan 2 Menit
Ketua Umum DPN PERADI Prof. Dr. H. Fauzie Yusuf Hasibuan, S.H., M.H. Foto: istimewa.
Ketua Umum DPN PERADI Prof. Dr. H. Fauzie Yusuf Hasibuan, S.H., M.H. Foto: istimewa.

Michael Levitt, penerima hadiah Nobel dan ahli biofisika dari Stanford University memprediksi proses pemulihan badai pandemi corona virus disease 2019 (covid-19) akan terjadi lebih cepat. Hal ini terbukti pada kasus di Tiongkok. Ia mulai menganalisis jumlah kasus covid-19 di seluruh dunia pada Januari dan dengan tepat menghitung bahwa Tiongkok akan melalui pandemi terburuknya lebih cepat dari perkiraan banyak pakar lain. Kini, hal yang sama pun dilakukan pada kasus covid-19 di Amerika Serikat dan dunia.

 

Kendati banyak pakar dan ahli epidemiologi memperingatkan wabah akan bertahan selama berbulan-bulan atau bertahun-tahun, Levitt tidak menganggapnya demikian. “Yang kita butuhkan adalah mengendalikan kepanikan. Dalam skema besar, kita akan baik-baik saja,” sebagaimana diucapkan Levitt dalam Los Angeles Times (27/3).

 

Dalam sebuah Catatan Pinggir yang berjudul Badai Corona dan Harapan Kehidupan (4/4), Ketua Umum Dewan Pimpinan Nasional Perhimpunan Advokat Indonesia (DPN Peradi), Prof. Dr. H. Fauzie Yusuf Hasibuan, S.H., M.H. menyatakan bahwa tahun 2020 adalah masa yang sulit. Bukan hanya bagi Indonesia, tetapi juga untuk negara-negara dunia. “Bagaimana tidak? Harapan adanya perbaikan ekonomi di tahun ini, setelah kesepakatan perdagangan fase satu antara Amerika Serikat dengan Tiongkok untuk menghentikan sementara perang dagang antara kedua negara seolah tenggelam. Sebagai gantinya, muncul berbagai ketidakpastian baru akibat wabah covid-19,” katanya.

 

Saat kali pertama diumumkan sebagai pandemi global (11/3), WHO menyatakan jumlah yang terinfeksi di seluruh dunia mencapai lebih dari 121 ribu. Namun, Fauzie menyayangkan pengumuman ini tidak ditanggapi dengan cepat oleh pemerintah Indonesia yang masih merasa aman dari virus. Padahal, penyebaran virus terjadi sangat masif; tidak kenal waktu atau siapa pun. Kurang dari sebulan sejak diumumkan sebagai pandemi global, covid-19 bahkan berisiko tinggi merusak berbagai sektor kehidupan, khususnya ekonomi.

 

Pusat Pemodelan Matematika dan Simulasi Institut Teknologi Bandung mempekirakan pandemi ini akan mencapai puncaknya pada akhir Maret dan berakhir pada pertengahan April 2020. Hanya saja, mengingat data yang dinamis—prediksi tersebut bisa saja berubah. Data ini tentu bukan sengaja untuk menciptakan kepanikan di tengah masyarakat, melainkan untuk membuat masyarakat waspada dan memberikan gambaran bagi pemerintah dalam menangani covid-19 untuk secara terpadu mencegah penyebaran dan menekan jumlah terinfeksi.

 

Respons Lambat

Dalam tulisannya, Fauzie menilai bahwa pemerintah tidak serius mengantisipasi kedatangan virus ke Indonesia. Hal itu ditunjukkan oleh respons Direktur Jenderal WHO lewat surat tertanggal 10 Maret 2020 kepada Presiden RI yang mempertanyakan: (1) kesiapan pemerintah dalam menghadapi pandemi global, (2) keterbukaan pemerintah dalam menangani kasus, hingga (3) pendekatan Indonesia dalam melacak dan mendeteksi pandemi covid-19. “Dapat dipahami bahwa upaya pemerintah saat itu bermaksud untuk meminimalkan informasi agara tidak terjadi kepanikan. Namun, logika sempit tersebut menimbulkan masalah yang lebih sulit. Masyarakat yang kurang informasi akan lebih rentan termakan hoax ketika tidak ada rujukan yang resmi. Akibatnya, masyarakat tidak bisa mendapatkan akses yang benar untuk melakukan pencegahan dini,” kata Fauzie.

 

Dalam ketidakpastian ini pula Menteri Keuangan RI, Sri Mulyani meminta kepada masyarakat untuk tidak panik dalam menghadapi pandemi covid-19. Semua skenario dari aspek anggaran negara untuk penanganan dan penanggulangan covid-19 telah dipersiapkan, yakni Rp62,3 triliun dari realokasi anggaran APBN, baik yang dilakukan oleh Kementerian/Lembaga (K/L) dari pemerintah pusat dan daerah. Sesuai dengan arahan Presiden Joko Widodo, telah terbit juga Surat Edaran Kemenkeu No.6 Tahun 2020, tertanggal 15 Maret 2020, agar setiap K/L memindahkan pos pembiayaan, yang mulanya untuk perjalanan dinas, baik dalam negeri dan luar negeri untuk menangani wabah covid-19.

 

Tidak hanya itu, restrukturisasi kredit sektor keuangan, OJK juga mengeluarkan beberapa kebijakan countercyclical melalui POJK tentang Stimulus Perekonomian Nasional sebagai kebijakan countercyclical dampak penyebaran covid-19. POJK ini berisi antara lain: bank dapat menerapkan kebijakan yang mendukung stimulus pertumbuhan ekonomi untuk debitur yang terkena dampak penyebaran covid-19, termasuk debitur UMKM. Kebijakan stimulus ini, terdiri atas penilaian kualitas kredit hanya berdasarkan ketepatan pembayaran pokok dan/atau bunga untuk kredit hingga Rp10 miliar. Bank bisa melakukan restrukturisasi untuk seluruh kredit tanpa melihat batasan plafon kredit atau jenis debitur, termasuk debitur UMKM. Kualitas kredit yang dilakukan restrukturisasi ditetapkan lancar setelah direstrukturisasi.

 

Perlambatan Perekonomian Nasional

Penyebaran virus corona atau Covid-19 di tengah masyarakat turut memukul perekonomian negara Indonesia. Hampir semua sektor perekonomian nasional mengalami perlambatan. Bahkan, ada kekhawatiran virus corona akan menyebabkan krisis ekonomi yang berujung pada pemutusan hubungan kerja (PHK) massal. Statqo Analytics melaporkan bahwa terdapat lonjakan yang sangat signifikan pada kata kunci PHK di hampir semua lini masa seperti media sosial dan situs berita online."Hal ini menunjukkan bahwa gejala peningkatan angka PHK sudah mulai dirasakan oleh masyarakat dan perlu segera direspons oleh pemerintah," kata Statqo Analytics dalam laporan yang diterima di Jakarta, (3/4/2020).

 

Belakangan ini, harga-harga saham dan obligasi yang terkoreksi mulai naik kembali. Di dunia keuangan, terutama investasi, ada istilah yang melegenda, yaitu “Peristiwa Angsa Hitam” (Black Swan Event Theory). Ini adalah sebuah peristiwa langka, yang berdampak besar, sulit diprediksi, dan terjadi di luar perkiraan biasa. Tim BEI sebagaimana disampaikan oleh Kepala BEI Wilayah Medan, Pintor Nasution, mengatakan bahwa saat ini, para pengambil kebijakan di dunia tengah melakukan stimulus terbesar dalam sejarah dunia, aturan physical distancing, dan berbagai perubahan lain yang bisa dikategorikan sebagai peristiwa Teori Angsa Hitam.

 

Di industri pasar modal, peristiwa Black Swan Event dapat dimanfaatkan untuk (1) melakukan realisasi keuntungan jika terjadi kenaikan pesat pada harga instrumen investasi (profit taking) dan (2) melakukan investasi jika terjadi koreksi harga (time to buy).

 

Pada 3 April 2020, BEI sendiri telah mencatat penurunan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) akibat pandemi covid-19 dalam keadaan tertentu telah diketahui semua orang. “Namun, menjadi pertanyaan, berapa berapa persentase penurunan yang bisa dikategorikan sebagai Black Swan Event? Apakah turun 10%, 20%, atau 30%? Kemudian berapa lama waktunya? Apakah 1, 3, 6 bulan, atau 1 tahun? Pertanyaan seperti ini memerlukan kajian cerdas yang harus dipaparkan agar transparansi bursa saham dapat dimengerti investor dan lebih lanjut dapat memberi keyakinan publik,” tulis Fauzie.  

 

Sebagai upaya, beberapa stimulus fiskal yang telah digelontorkan pemerintah antara lain, pada paket stimulus pertama difokuskan untuk meredam risiko pada sektor pariwisata yaitu hotel, restoran, dan kawasan wisata di daerah-daerah. Pada paket stimulus berikutnya, pemerintah memberikan insentif pajak untuk meredam dampak wabah virus corona. Sebagai payung hukumnya, Kementerian Keuangan telah menerbitkan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 23 tahun 2020 tentang Insentif Pajak untuk Wajib Pajak Terdampak Wabah Virus Corona.

 

Kemenkeu memberikan empat jenis insentif pajak terkait ketentuan Pajak Penghasilan (PPh) pasal 21, PPh pasal 22 impor, PPh pasal 25 dan Pajak Pertambahan Nilai (PPN). Walaupun pemerintah memperkirakan anggaran yang bisa digunakan untuk menangani virus corona di Indonesia sebesar Rp27 triliun, dana tersebut bisa didapat dengan melakukan perubahan atau realokasi anggaran kementerian, lembaga serta pemerintah daerah, yang dinggap kurang penting di tengah merebaknya virus corona. Tujuannya supaya tidak ada alasan penangan virus corona tidak bisa dilakukan karena masalah anggaran, baik dari pusat maupun daerah. "Kemarin saya sudah memberikan pedoman bagaimana Kementerian/Lemba dapat melakukan perubahan atau realokasi anggarannya dalam rangka penanggulangan percepatan Covid-19, karena banyak Kementerian/Lembaga tidak bisa melaksanakan kegiatan termasuk dalam hal ini perjalanan dinas dan lain-lain dan mereka bisa alokasi anggaran untuk hal penting seperti virus corona," ujar Sri Muliani dalam video conference pada (18/3/2020).

 

Sebagai perbandingan Pemerintah Singapura (26/3/2020) mengungapkan alokasi anggaran senilai Rp33,7 miliar dollar AS atau setara dengan Rp505,5 triliun (kurs: 15.000). Anggaran dalam jumlah fantastis tersebut bakal dialokasikan untuk mengantisipasi jatuhnya perekonomian akibat pandemi virus corona (dikutip dari South China Morning Post, pada Jumat (27/3). Sementara itu, Australia menidurkan perekonomian yang memang sudah melesu sejak wabahvirus corona. Selama perekonomian sedang 'tidur', pemerintah memberikan bantuan keuanganlangsung kepada para pekerja, agar setelah pandemi berlalu perusahaan bisa mempertahankan pegawainya.

 

Pemerintah sudah mengeluarkan kebijakan yang keseluruhan nilanya lebih dariAU$213,7 miliar, atau hampir dua ribu triliun Rupiah, yang dibagi ke dalam tiga paket kebijakan.Paket terbesar diumumkan akhir Maret kemarin, yakni sebesar A$130 miliar, dimana karyawanakan mendapatkan subsidi upah sampai AU$1.500, atau hampir Rp15 juta per dua minggu yangakan dibayar selama enam bulan. Perdana Menteri Muhyiddin Yassin meluncurkan stimulusekonomi bernama Paket Prihatin sebesar 250 miliar ringgit atau Rp929,5 triliun (asumsi kurs1 ringgit = Rp3.178). Kebijakan itu umumnya berisi tunjangan ekonomi bagi ekonomi dankesejahteraan masyarakat di kala pandemi covid-19. Paket juga meliputi 128 miliar ringgit untuk kesejahteraan masyarakat, 100 miliar ringgit untuk dukungan terhadapsektor bisnis, dan 2 miliar ringgit untuk memperkuat ekonomi nasional.

 

Selasa 25 Februari 2020 lalu, situs berita Warta Ekonomi, memberitakan bahwa Presiden AS Donald Trump meminta kepada Kongres agar menyetujui tambahan anggaran sebesar 2,5 miliar dolar AS, dengan dalih untuk perang menghadapi virus corona. Lebih lanjut dikatakan oleh Gedung Putih, sekitar 1 miliar dolar AS dari anggaran tersebut akan digunakan untuk mengembangkan vaksin dan sisanya untuk terapi serta pembelian alat pelindung pribadi seperti masker. Tampaknya, pemerintah AS memanfaatkan betul bencana yang sedang diderita oleh Tiongkok menyusul penyebaran wabah virus corona di Wuhan, yang lalu dalam mewujudkan dan mengembangkan agenda strategi sendiri.

 

Kembali pada kibijakan Rp27 triliun, dalam realisasi di beberapa pasar tradisional di Jakarta dibagikan kepada masyarakat masing-masing 5 kilogram beras. Pembagian itu disebut sebagai bantuan Presiden RI, yang dalam pengamatan Fauzie disambut baik oleh masyarakat penerima. Sama halnya dengan   Bantuan Langsung Tunai (BLT) menjelang pemilu yang juga tidak mengubah pendirian penerima akan pilihan partainya. Namun, kendati ada analisis yang selalu mengaitkannya dengan kepentingan politik, bantuan karena corona adalah faktor hak warga negara yang sedang mengalami kesulitan ekonomi. “Ini hanya stimulan. Pemberian ini dapat menjadi pelatuk kekecewaan mana kala kebijakan dikeluarkan PP No.21 Tahun 2020 tentang Pembatasan Sosial Berskala Besar yang Politik Hukumnya merupakan arah untuk menggalang Percepatan Penanganan Corona Virus Disease 2019 (Covid-19) yang ditandatangani pada 31 Maret 2020, tidak mampu menghentikan wabah dalam skala cepat, sementara keadaan kesulitan ekonomi rakyat kecil semankin kritis. Mudah-mudahan keadaan buruk sebagai mana di Italia dan India tidak terjadi di Indonesia,” Fauzie melanjutkan.

 

Pendekatan Baru

“Memang kita sulit memungkiri, dalam suatu ekosistem pada suatu sistem lingkungan Allah SWT telah melimpahkan hidayah kepada mahluk yang dicipta pada manusia ‘Zoon Politicon’ akan terdapat banyak interaksi berupa hubungan timbal balik antar makhluk hidup ataupun makhluk hidup dengan lingkungannya. Pasti dengan berbagai masalah, hubungan, interaksi tersebut belakangan menjadi perhatian khusus terutama antarmakhluk hidup itu sendiri (manusia, hewan dan tumbuhan). Isu kesehatan ternyata dapat memicu penyakit zoonosis yang terangkat ke permukaan setelah adanya SARS, MERS, Ebola H5N1, H1N1, hingga NCov-2019/ SARS-Cov-2 menyerang masyarakat global. Sadarkah kita bahwa fakta medik menunjukkan kemunculan penyakit tersebut disebabkan oleh virus yang bermutasi ketika kita banyak melakukan kontak fisik dengan hewan?” –kutipan diambil dari tulisan Badai Corona dan Harapan Kehidupan.

 

Centers for Disease Control and Prevention mengakui bahwa kesehatan manusia berhubungan dengan kesehatan hewan dan lingkungan. Bahkan dunia mengalami peningkatan ancaman penyakit menular baru atau dikenal dengan emerging infectious diseases (EID) yang 70 % bersifat zoonosis atau menular dari hewan ke manusia. Tak dapat dibiarkan berlalu begitu saja tanpa ada penanganan, seharusnya pemerintah dibantu masyarakat harus mengambil sikap untuk mencegah semakin berkembangnya penyakit yang bersifat zoonosis tersebut.

 

Oleh karena itu, untuk menangani hal tersebut diperlukan suatu pendekatan dimana interaksi dalam lingkungan dapat terjaga walaupun manusia melakukan kontak dengan hewan. Pendekatan tersebut disebut dengan One Health. Pendekatan ini melibatkan pendekatan kolaboratif, multisektor, dan transdisipliner yang wilayah cakupannya dari tingkat lokal, regional, nasional hingga global bertujuan mencapai hasil kesehatan yang optimal mengenai hubungan antara manusia, hewan, tumbuhan dan lingkungan yang sama. Dapat disimpulkan bahwa konsep ini mengajarkan arti berbagi lingkungan dengan tidak merugikan satu sama lain. One health adalah suatu konsep yang mengakui bahwa kesehatan manusia dipengaruhi pula oleh kesehatan hewan dan lingkungan. Adapun One Health Approach bukanlah suatu hal yang baru, melainkan keberadaannya menjadi lebih penting beberapa tahun terakhir. Hal ini karena banyak faktor yang telah mengubah interaksi antara manusia, hewan, tumbuhan, dan lingkungan.

 

Para Pakar dunia sependapat, implementasi One Health Approach adalah solusi dalam yang digunakan dalam menjawab ancaman zoonosis. Konsep ini merupakan strategi dalam memperluas kolaborasi interdisipliner untuk membangun sinergitas pemajuan upaya kesehatan yang diwujudkan melalui mempercepat penemuan penelitian biomedis, meingkatkan upaya kesehatan masyarakat, memperluas basis pengetahuan ilmiah serta meningkatkan pendidikan dan perawatan klinis. Maka ke depan, dibutuhkan sinergitas yang tinggi antara pemerintah sebagai pembuat kebijakan, masyarakat sebagai pendukung kebijakan dibantu berbagai profesi dan ahli dari dokter, ahli gizi, perawat, sampai ahli ekologi untuk menjamin kesehatan manusia, hewan dan lingkungan.

 

“Sebagai mahluk yang beragama, kita dapat memastikan, kalau Allah SWT berkehendak cukup menyatakan jadi dan jadilah, ternyata kehebatan tehnologi yang canggih seperti yang dibanggakan negara-negara maju tidak dapat berbuat banyak, satu-satunya kekuatan manusia adalah Harapan Kehidupan. Kita percaya Allah SWT yang memberi kehidupan semua mahluk, mari berdoa,” tutup Fauzie.

 

Artikel ini merupakan kerja sama antara Hukumonline dengan Perhimpunan Advokat Indonesia (Peradi).

Tags:

Berita Terkait