Bahasa Hukum: ‘Makar’ Alias Aanslag dalam Pasal 104 KUHP
Utama

Bahasa Hukum: ‘Makar’ Alias Aanslag dalam Pasal 104 KUHP

Unsur makar terpenuhi sekalipun seseorang menyimpan kembali senjata yang diacungkan ke arah Presiden sebelum orang lain mencegah pelaku.

Muhammad Yasin
Bacaan 2 Menit

Objek yang menjadi sasaran dalam Pasal 104 KUHP, kata R Soesilo, harus kepada negara. Tetapi pelaku harus tahu bahwa yang dia tuju adalah kepala negara. Kalau dia tidak tahu, pasal ini tidak dapat dikenakan. Bagaimana kalau calon presiden/cawapres?

PAF Lamintang

Persoalan pertama dan mendasar dalam Pasal 104 KUHP adalah apa yang dimaksud makar. PAF Lamintang dan Theo Lamintang (Delik-Delik Khusus Kejahatan Terhadap Kepentingan Hukum Negara, 2010) menyatakan Undang-Undang tidak memberikan penjelasan tentang apa sebenarnya yang dimaksud dengan kata ‘aanslag’ tersebut, yang kemudian diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia sebagai ‘makar’.

Dalam tata bahasa Belanda, sebagaimana dikutip Lamintang, kata aanslag mempunyai berbagai arti: aanval (serangan); misdadige aanrading (penyerangan dengan maksud tidak baik); te belaten belastingsom (jumlah uang pajak yang harus dibayar); atau dunne lag die zich op iets vastzed (lapisan tipis yang melekat pada sesuatu). Lamintang berpendapat, dihubungkan dengan Pasal 104 KUHP, hanya pengertian pertama dan kedua –serangan dan penyerangan dengan maksud tidak baik --yang sejalan.

Tetapi Lamintang (2010: 8-9) mengingatkan, kata ‘serangan’ atau ‘penyerangan dengan maksud tidak baik’, hendaknya tidak selalu harus diartikan sebagai suatu tindakan kekerasan. Sebab, kata-kata itu adalah segala tindakan yang dilakukan untuk merugikan kepentingan hukum tertentu dari kepala negara dan wakil kepala negara, baik kepentingan hukum atas nyawa (leven) maupun kepentingan hukum atas tubuh (lijf), termasuk pula kepentingan mereka atas kebebasan bergerak untuk menjalankan tugas mereka sebagai kepala negara atau wakil kepala negara menurut UUD 1945.

Jika diuraikan ke dalam unsur-unsur, maka unsur Pasal 104 KUHP dapat dijabarkan melalui unsur subjektif dan unsur objektif. Unsur subjektifnya adalah ‘dengan maksud’ (met oogmerk). Sedangkan unsur objektifnya adalah (i) makar atau aanslag; (ii) yang dilakukan atau ondernomen; (iii) untuk menghilangkan nyawa atau om van het leven te beroven; (iv) untuk merampas kemerdekaan atau om van de vrijheid te beroven; (v) untuk membuat tidak mampu memerintah atau om tot regeren ongeschikt te maken; (vi) Presiden; dan (vii) Wakil Presiden.

Lamintang juga membahas relasi antara Pasal 104 dengan Pasal 87 KUHP. Pasal 87 menyatakan makar untuk melakukan suatu kejahatan itu telah terjadi segera setelah maksud dari pelaku menjadi nyata dalam suatu permulaan pelaksanaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 53 KUHP (percobaan). Apa itu ‘permulaan pelaksanaan’ (begin van uitvoering) dalam Pasal 53 KUHP? Pasal 53 mengatur tentang poging atau percobaan untuk melakukan kejahatan. Pembentuk UU menjadikan percobaan melakukan kejahatan sebagai suatu kejahatan.

S.R Sianturi

Doktrin lain dapat dilihat dari S.R Sianturi (Tindak Pidana di KUHP Berikut Uraiannya, 1983). Sejalan dengan Lamintang, Sianturi (1983: 6) menulis bahwa KUHP tidak mengatur apa yang dimaksud dengan makar. Pasal 87 KUHP hanya mengatur kapan dikatakan ada makar. “Jelasnya dikatakan ada makar untuk melakukan suatu tindakan jika niat untuk melakukan tindakan itu sudah ternyata dari permulaan pelaksanaan”. Ini mengandung arti bahwa jika baru ternyata adanya niat itu dari persiapan pelaksanaan (voorbereidingshandeling) tidak termasuk pengertian makar. Agar dapat disebut makar, maka harus sudah ada tindakan pelaksanaan meskipun baru sebatas permulaan saja.

Tags:

Berita Terkait