Bantuan Hukum Gratis dari Lapangan Banteng
Utama

Bantuan Hukum Gratis dari Lapangan Banteng

Menkeu mengeluarkan PMK tentang bantuan hukum cuma-cuma untuk pegawai di lingkungan institusi yang dinaunginya. Peraturan ini berpotensi melanggar PP No. 24/2005 dan UU No. 13/2007 lantaran anggarannya dibebankan pada APBN.

M-5/Mon/Sut
Bacaan 2 Menit
Bantuan Hukum Gratis dari Lapangan Banteng
Hukumonline

 

Menkeu sendiri bukan tanpa alasan mengeluarkan aturan tersebut. Salah satu alasannya adalah tak jarang kebijakan yang dikeluarkan Menkeu beserta jajarannya menuai gugatan dari pihak lain. Makanya, Menkeu menganggap perlu dibuat pedoman bantuan hukum. Bantuan hukum itu diberikan kepada menteri atau mantan menteri, pejabat dan pegawai yang masih aktif maupun yang sudah pensiun yang tersangkut masalah tindak pidana umum dan tindak pidana korupsi, serta perkara perdata, niaga dan Tata Usaha Negara.

 

Apalagi aturan sebelumnya mengenai bantuan hukum, yakni Instruksi Menteri Keuangan Nomor 05/MK/1978 dianggap sudah tidak lagi memadai. Instruksi tersebut mengatur tentang penanganan perkara-perkara di muka pengadilan yang menyangkut Depkeu serta instansi-instansi dan badan-badan/Badan Usaha Negara yang berada di bawah lingkungan Depkeu.

 

Kepala Bagian Hukum Depkeu Hana Sri Juni Kartika menyatakan, tujuan diberlakukannya PMK 2008 tak lain untuk tertib penanganan bantuan hukum di luar pengadilan maupun di muka pengadilan yang menyangkut kebijakan di Depkeu. Selain itu PMK ini mengatur koordinasi dan pembinaan bantuan hukum dalam melaksanakan tugas pokok dan fungsi khususnya di bidang bantuan hukum, serta mekanisme pemberian bantuan hukum yang cepat dan objektif.

 

Menteri Keuangan, dalam PMK ini ingin memberikan pemahaman kepada pegawai Depkeu dalam menghadapi masalah hukum dan menguatkan mekanisme pemberian bantuan hukum berdasarkan PMK di bidang hukum, papar Hanna saat menjadi pembicara dalam sosialisasi PMK 77/2008 di aula Gedung R.M. Notohamiprodjo, Kompleks Depkeu Lapangan Banteng Jakarta, Senin (11/08).

 

Sekjen Perhimpunan Advokat Indonesia (Peradi) Hari Ponto menyambut baik terbitnya PMK ini. Ia mengatakan aturan itu akan membantu para pegawai Depkeu yang terbelit masalah hukum. Namun, katanya, ada baiknya dalam penyelenggaraannya Depkeu bekerja sama dengan Peradi.

 

APBN

Ada sejumlah hal yang diatur dalam PMK berisi 10 pasal tersebut. Ternyata bukan hanya pegawai dan mantan pegawai Depkeu saja yang diberikan bantuan hukum tersebut. Badan Usaha Milik Negara (BUMN) juga kecipratan hal yang sama (pasal 7). Cuma mereka diberikan bantuan hukum sebatas bidang yang berkaitan dengan tugas Depkeu.

 

Sementara mengenai biaya, PMK 2008 dengan tegas menyatakan bahwa anggaran yang akan digunakan untuk bantuan hukum berasal dari Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN), sebagaimana diatur dalam pasal 8 ayat (1). Nah, soal pos anggaran inilah yang sempat disinggung Haryono Umar.

 

PMK 77/2008

Pasal 7

Pasal 8

Badan Usaha Milik Negara dapat meminta Bantuan Hukum kepada Biro Bantuan Hukum Sekretariat Jenderal sepanjang Masalah Hukum yang dihadapi terkait dengan bidang tugas departemen

(1) Biaya yang diperlukan untuk pelaksanaan Peraturan Menteri Keuangan ini dibebankan pada Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN)

(2) Biaya yang diperlukan untuk pelaksanaan pemberian Bantuan Hukum di unit Eselon I dibebankan pada anggaran unit eselon I yang bersangkutan.

 

Menurutnya, sumber dana dari APBN tersebut patut dipertanyakan. Soalnya, kata dia, anggaran negara itu digunakan untuk kegiatan departemen, bukan untuk pegawai dalam rangka kedinasan. Sekarang penyusunan anggaran berbasis kinerja. Jadi anggaran harus digunakan berdasaarkan kegiatan, tegasnya.

 

Haryono beralasan, pasal 1 ayat (1) Peraturan Pemerintah No. 24 Tahun 2005 tentang Standar Akutansi Pemerintahan dan Undang-Undang No. 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara menyebutkan, anggaran negara ditujukan untuk pelayanan terkait kebijakan publik. Sehingga, setiap anggaran harus mendapat legitimasi publik atau masyarakat.

 

Pemerintah tidak bisa membuat anggaran begitu saja, lanjutnya. Maka dari itu, ujar Haryono, sebelum dana APBN dikucurkan, harus dilakukan pengawasan dan pengkajian oleh DPR.

 

Korupsi bisa dibantu

Selain menerbitkan PMK, Menkeu juga mengeluarkan pedoman penanganan bantuan hukum yang mengarah pada proses pengadilan. Pedoman itu tercantum dalam lampiran PMK 77/2008. Salah satu pedoman bantuan hukum mengatur tentang tindak pidana korupsi. Disebutkan bahwa dalam hal perkara korupsi, bantuan hukum bisa diberikan, baik pada tahap sangkaan maupun dakwaan, apabila berkaitan dengan tugas kedinasan, dan pada saat tindak pidana korupsi itu terjadi menteri, pejabat dan/atau pegawai aktif maupun yang telah pensiun berstatus sebagai pegawai pejabat atau pegawai aktif.

 

Pemberian bantuan hukum tersebut berupa: (i) nasihat hukum mengenai hak dan kewajiban saksi atau tersangka dan/atau terdakwa dalam setiap tahapan pemeriksaan, (ii) konsultasi hukum yang berkaitan dengan materi tindak pidana umum, (iii) pemahaman tentang ketentuan hukum acara pidana yang harus diperhatikan oleh saksi, keterangan ahli, tersangka dan/atau terdakwa, (iv) pendampingan saksi dan ahli, (v) di Kepolisian dan/atau Kejaksaan, (vi) bantuan menyusun/menyiapkan materi tertulis untuk kepentingan kesaksian, (vii) bantuan menyiapkan saksi dan alat bukti bagi tersangka guna kepentingan pembelaan, dan (viii) hal-hal lain yang berkaitan dengan pemberian bantuan hukum.

 

Masih dalam pedoman tersebut, disebutkan bahwa menteri, pejabat dan/atau pegawai aktif maupun yang telah pensiun dapat menggunakan jasa advokat. Biaya jasa advokat tersebut diberikan penggantian oleh negara apabila pihak-pihak tersebut dinyatakan tidak bersalah dengan putusan yang telah berkekuatan hukum tetap (inkracht). Mekanisme penggantian biaya jasa advokat tersebut, akan diatur dalam peraturan tersendiri.

 

Mengenai klausula semacam itu, Haryono Umar belum mau berkomentar lebih jauh. Saya belum lihat bagaimana bentuknya (PMK, red), nanti akan kita tanyakan ke Menteri Keuangan. Tapi sesuai dengan UU 17/2003 ditentukan, setiap anggaran harus jelas apa yang akan dicapai yaitu untuk pelayanan publik, bukan untuk aparatur. Ini (mindset) yang suka tertukar, mereka menganggap anggaran itu bisa membuat aparat lebih sejahtera, harusnya untuk melayani masyarakat dengan anggaran, tuturnya.

 

Jika PMK tersebut diterbitkan bukan dalam rangka kepentingan publik, maka menurut Haryono, kebijakan Menkeu tersebut telah menyalahi PP 24/2005 dan UU 17/2003. Kita akan mengkaji dulu. KPK akan melakukan evaluasi terhadap PMK itu.

 

Yang jelas, demikian Haryono, pejabat negara yang terkena korupsi seharusnya menggunakan biaya sendiri untuk menyelesaikan kasus hukumnya.

 

Benny K. Harman bahkan lebih lantang. Wah nggak bisa tuh. Kebijakan itu korupsi terselubung, apalagi kalau biayanya dibebankan kepada negara. Anggaran negara itu untuk kegiatan lembaga, bukan perorangan. Kalau pun pegawainya tersandung korupsi maka Menkeunya harus menerima beban hukum juga, ujar anggota Komisi III DPR itu.

 

Pejabat dan pegawai Departemen Keuangan (Depkeu) baik yang masih aktif maupun yang sudah pensiun kini tak perlu khawatir lagi dalam menjalankan tugasnya. Mereka tak usah takut jika tersangkut masalah hukum. Soalnya, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati telah mengeluarkan aturan baru soal bantuan hukum di lingkungan instansi yang bermarkas di kawasan Lapangan Banteng, Jakarta Pusat tersebut. Aturan ini sendiri sebenarnya dikeluarkan tanggal 23 Mei 2008.

 

Meski dikeluarkan tiga bulan yang lalu, namun tak banyak pihak yang tau mengenai keberadaan Peraturan Menkeu (PMK) bernomor 77/PMK.01/2008 ini. Termasuk diantaranya adalah Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Padahal KPK sedang getol-getolnya memeriksa setiap aturan internal yang menyangkut bantuan hukum di Kementerian/Lembaga Negara. Salah satu yang disorot KPK adalah Peraturan Dewan Gubernur Bank Indonesia (PDG BI) tentang bantuan hukum. Karena dianggap berbau koruptif, KPK menyuruh bank sentral tersebut merevisi aturannya.

 

Di tengah upaya memperbaiki aturan-aturan soal bantuan hukum tersebut, Menkeu menelurkan aturan baru tanpa berkoordinasi dengan KPK. Saya saja baru tahu. Saya akan mempelajari sumber dananya dari mana, ujar Wakil Ketua KPK Haryono yang dihubungi hukumonline melalui telepon, Selasa (12/8). Untuk itu dalam waktu dekat, KPK akan meminta klarifikasi dari Menkeu.

Halaman Selanjutnya:
Tags: