Bantuan Hukum Verboden Buat Koruptor
Utama

Bantuan Hukum Verboden Buat Koruptor

Depkeu membantah kalau PMK tentang Bantuan Hukum juga bisa digunakan bagi terdakwa koruptor. Bantuan hukum tersebut hanya diberikan untuk pendampingan saksi atau ahli.

M-5/Sut
Bacaan 2 Menit
Bantuan Hukum <i>Verboden</i> Buat Koruptor
Hukumonline

Hana Sri Juni Kartika, Kepala Bagian Hukum di Departemen Keuangan (Depkeu), berulangkali menyangkal tuduhan miring seputar terbitnya Peraturan Menteri Keuangan (PMK) No. 77/PMK.01/2008 tentang Bantuan Hukum di  Lingkungan Depkeu.

 

Seperti diberitakan hukumonline sebelumnya, ada sejumlah klausul yang rawan dipersoalkan dalam PMK 77/2008 tersebut. Misalnya, penggunaan pos anggaran yang diambil dari APBN. Atau, bantuan hukum bagi para pejabat dan pegawai Depkeu yang tersangkut masalah korupsi.

 

Nah, masalah-masalah itulah yang ditepis Hana. Ketika ditanya, mengapa pelaksanaan bantuan hukum ini dibebankan kepada APBN, Hana dengan lugas menjawab, Iya dong, ini kasusnya negara kok!

 

Namun ia menyangkal kalau bantuan itu juga diberikan kepada para koruptor. Tunggu dulu. Jadi, bukan orang yang korupsi terus kita bantu habis-habis menggunakan uang negara, ujarnya kepada hukumonline, Kamis (14/8).

 

Menurut Hana, pihaknya hanya memberikan bantuan hukum dalam rangka pendampingan untuk saksi dan ahli, bagi pejabat dan pegawai Depkeu yang tersangkut kasus korupsi atau tindak pidana umum yang berkaitan dengan tugas dan jabatannya. Jadi yang kita dampingi itu bukan koruptornya atau orang yang diduga melakukan tindak pidana korupsi. Tetapi pegawai-pegawai Depkeu yang dimintai keterangan sebagai saksi atau ahli dalam kasus dugaan korupsi. KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi, red) ke sini nanti, jelasnya

 

Pernyataan Hana menegaskan bantuan hukum bukan untuk koruptor. Namun pedoman PMK 77/2008 yang diterbitkan 23 Mei 2008 menegaskan, dalam hal perkara korupsi, bantuan hukum yang diberikan, baik sangkaan maupun dakwaan, yang berkaitan dengan tugas kedinasan sewaktu menteri, pejabat dan/atau pegawai aktif maupun yang telah pensiun itu masih berstatus sebagai pegawai pejabat atau pegawai aktif.

 

Pemberian bantuan hukum tersebut berupa: (i) nasihat hukum mengenai hak dan kewajiban saksi atau tersangka dan/atau terdakwa dalam setiap tahapan pemeriksaan, (ii) konsultasi hukum yang berkaitan dengan materi tindak pidana umum, (iii) pemahaman tentang ketentuan hukum acara pidana yang harus diperhatikan oleh saksi, keterangan ahli, tersangka dan/atau terdakwa, (iv) pendampingan saksi dan ahli, (v) di Kepolisian dan/atau Kejaksaan, (vi) bantuan menyusun/menyiapkan materi tertulis untuk kepentingan kesaksian, (vii) bantuan menyiapkan saksi dan alat bukti bagi tersangka guna kepentingan pembelaan, dan (viii) hal-hal lain yang berkaitan dengan pemberian bantuan hukum.

 

Dalam pedoman itu juga dikatakan, menteri, pejabat dan/atau pegawai aktif maupun yang telah pensiun dapat menggunakan jasa advokat. Biaya jasa advokat tersebut diberikan penggantian oleh negara apabila pihak-pihak tersebut dinyatakan tidak bersalah dengan putusan yang telah berkekuatan hukum tetap (inkracht van bewijsde). Mekanisme penggantian biaya jasa advokat tersebut, akan diatur dalam peraturan tersendiri.

 

Masalah inilah yang sempat dipersoalkan Haryono Umar. Meski mengaku belum mengetahui terbitnya peraturan internal di Depkeu tersebut, namun Wakil Ketua KPK ini menegaskan, jika PMK itu diterbitkan bukan dalam rangka kepentingan umum, maka kebijakan yang dikeluarkan Menkeu tersebut berpotensi menyalahi PP No. 24 Tahun 2005 tentang Standar Akutansi Pemerintahan dan Undang-Undang No. 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara.

 

Nanti akan kita tanyakan ke Menteri Keuangan. Tapi sesuai dengan UU 17/2003 ditentukan, setiap anggaran harus jelas apa yang akan dicapai yaitu untuk pelayanan publik, bukan untuk aparatur. Ini (mindset) yang suka tertukar, mereka menganggap anggaran itu bisa membuat aparat lebih sejahtera, harusnya untuk melayani masyarakat dengan anggaran, tutur Haryono.

 

Yang jelas, kata Haryono, pejabat negara yang terkena korupsi seharusnya menggunakan biaya sendiri untuk menyelesaikan kasus hukumnya. Berdasarkan catatan hukumonline, pada 16 Mei lalu, KPK juga sempat mengadakan pertemuan dengan petinggi Bank Indonesia untuk membahas Peraturan Dewan Gubernur BI tentang pemberian bantuan hukum.

 

Tidak Ada Kaitannya dengan KPK

Ditegaskan Hana, selain untuk pendampingan, bantuan hukum tersebut diberikan untuk keperluan administrasi saja. Selama ini kalau penanganan perkara itu kan ada biaya-biaya yang diperlukan. Misalnya kalau kita sebagai penggugat, ada biaya yang dikeluarkan untuk mendaftar gugatan, untuk pendaftaran surat kuasa, biaya untuk mengajukan upaya hukum.

 

Kalau kita sebagai pihak tergugat dikalahkan kan kita mengajukan upaya hukum, tanya orang pengadilan akan ada biayanya. Hanya biaya yang di sana yang tidak transparan. Itulah yang ditanyakan ke sana (pengadilan, red). Kalau kita maunya yang transparan semua, tambah Hana.

 

Berbeda dengan Haryono Umar yang mengaku belum diberi tahu Depkeu soal PMK Bantuan Hukum tersebut, Hana menyatakan KPK sudah mengetahui keberadaan bantuan hukum di instansi yang bermarkas di kawasan Lapangan Banteng, Jakarta Pusat tersebut. Bahkan, menurutnya, KPK sering berkoordinasi dengan pihaknya dalam rangka meminta dokumen atau pemanggilan saksi.

 

Lantas bagaimana dengan koordinasi dengan KPK mengenai PMK ini? Tidak ada kaitan dengan KPKlah. Batuan hukum di seluruh kementerian/lembaga, departemen itu ada bagian bantuan hukum. Tugasnya ya menangani perkara baik itu berupa gugatan, dia juga mendampingi saksi atau ahli yang dipanggil oleh Kejaksaan, Kepolisian, KPK gitu loh, tegas Hana.

 

Kita ini bicara mengenai mekanisme bantuan hukum di Depkeu bukan masalah korupsi. Bantuan hukum yang kita berikan ini menyangkut masalah perdata, kepegawaian. Jadi nggak melulu karena keuangan terus disoroti dari sisi uangnya. Disoroti dari sisi penyelewengannya, ya salah. tuturnya.

 

Jadi bantuan (hukum, red) itu sudah ada sebelum KPK masih diawang-awang tahun 1978. KPK belum lahir kami sudah dampingi orang di Kejagung, ujar Hana lagi.

 

Hana menambahkan, hendaknya setiap pihak jangan menyalahartikan isi PMK ini. Seolah uang APBN ini dipake untuk bantuan hukum untuk menangani koruptor. Tidak seperti itu! Bantuan hukum yang kita berikan bukan untuk koruptor! ucap Hana dengan suara agak meninggi.

 

Tags: