Begini Aturan Klaim JKK-JKM di BPJS Ketenagakerjaan
Berita

Begini Aturan Klaim JKK-JKM di BPJS Ketenagakerjaan

Manfaat JKK berupa uang tunai dan/atau pelayanan kesehatan. Manfaat JKM berupa uang tunai yang diberikan kepada ahli waris ketika peseta meninggal dunia bukan akibat kecelakaaan kerja.

Ady Thea DA
Bacaan 4 Menit
Pelayanan klaim BPJS Ketenagakerjaan di Jakarta. Foto: RES
Pelayanan klaim BPJS Ketenagakerjaan di Jakarta. Foto: RES

Pemerintah mewajibkan pemberi kerja (perusahaan) untuk mendaftarkan dirinya dan pekerjanya dalam program jaminan sosial yang diselenggarakan BPJS Ketenagakerjaan, antara lain Jaminan Kecelakaan Kerja dan Jaminan Kematian (JKK-JKM). Selama ini penyelenggaraan JKK-JKM diatur dalam PP No.44 Tahun 2015 tentang Penyelenggaraan Program JKK-JKM yang diperbarui melalui PP No.82 Tahun 2019.

Adapun manfaat JKK berupa uang tunai dan/atau pelayanan kesehatan yang diberikan pada saat peserta mengalami kecelakaan kerja atau penyakit yang disebabkan oleh lingkungan kerja. Sedangkan, manfaat JKM berupa uang tunai yang diberikan kepada ahli waris ketika peserta meninggal dunia, bukan akibat kecelakaan kerja. Peserta yang mengalami kecelakaan kerja atau penyakit akibat kerja berhak atas manfaat JKK yang terdiri dari 2 jenis.

Pertama, manfaat pelayanan kesehatan sesuai kebutuhan medis yang meliputi pemeriksaan dasar dan penunjang; perawatan tingkat pertama dan lanjutan; rawat inap kelas 1 RS pemerintah, rumah sakit pemerintah daerah, atau rumah sakit swasta yang setara; perawatan intensif; penunjang diagnostik; penanganan, termasuk komorbiditas dan komplikasi yang berhubungan dengan Kecelakaan Kerja dan penyakit akibat kerja; pelayanan khusus; alat kesehatan dan implan; jasa dokter/medis; operasi; pelayanan darah; rehabilitasi medik; perawatan di rumah bagi peserta yang tidak mungkin melanjutkan pengobatan ke rumah sakit; dan pemeriksaan diagnostik dalam penyelesaian kasus penyakit akibat kerja.

Kedua, santunan berupa uang meliputi penggantian biaya transportasi yang terdiri atas biaya transportasi peserta yang mengalami kecelakaan kerja atau penyakit akibat kerja; ke rumah sakit dan/atau ke rumahnya; pertolongan pertama pada kecelakaan dan rujukan ke rumah sakit lain. Selain itu, biaya transportasi peserta yang mengikuti program kembali kerja menuju dan pulang dari fasilitas pelayanan kesehatan dan balai latihan kerja. (Baca Juga: Begini Cara Klaim Program JHT BPJS Ketenagakerjaan)

Santunan juga diberikan dalam bentuk santunan sementara tidak mampu bekerja; santunan cacat sebagian anatomis, cacat sebagian fungsi, dan cacat total tetap; santunan kematian dan biaya pemakaman; santunan berkala yang dibayarkan sekaligus apabila peserta meninggal dunia atau cacat total tetap akibat kecelakaan kerja atau penyakit akibat kerja; biaya rehabilitasi berupa penggantian alat bantu (orthoese) dan/atau alat pengganti (prothese); penggantian biaya gigi tiruan, alat bantu dengar, dan kacamata; dan/atau beasiswa pendidikan bagi anak dari peserta yang meninggal dunia atau cacat total tetap akibat kecelakaan kerja.

“Hak Peserta dan/atau Pemberi Kerja selain penyelenggara negara untuk menuntut manfaat JKK sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25 ayat (2) menjadi gugur apabila telah lewat waktu 5 (lima) tahun sejak Kecelakaan Kerja terjadi atau sejak penyakit akibat kerja didiagnosis,” demikian bunyi Penjelasan Pasal 26 PP JKK-JKM ini.

Dalam hal pemberi kerja belum mengikutsertakan pekerjanya dalam program JKK di BPJS Ketenagakerjaan, ketika terjadi risiko misalnya kecelakaan kerja, maka pemberi kerja wajib membayar hak pekerja sesuai ketentuan dalam PP No.44 Tahun 2015 ini. Bahkan, peserta magang, siswa kerja praktek, tenaga honorer atau narapidana yang dipekerjakan dalam proses asimilasi ketika mengalami kecelakaan kerja dianggap sebagai pekerja dan berhak mendapat manfaat JKK sesuai Pasal 25 ayat (2) PP No.44 Tahun 2015.

Tags:

Berita Terkait