Beramai-ramai ‘Gugat’ Aturan Ambang Batas Pencalonan Presiden
Utama

Beramai-ramai ‘Gugat’ Aturan Ambang Batas Pencalonan Presiden

Karena Pasal 222 UU Pemilu membatasi jumlah pasangan calon presiden dan wakil presiden, sehingga menghalangi hak warga negara mendapatkan banyak pilihan calon presiden. Lagipula dalam Pasal 6A UUD Tahun 1945 tidak menyebutkan syarat persentase untuk bisa mengusung pasangan calon presiden.

Agus Sahbani
Bacaan 5 Menit

Menurut para Pemohon, norma yang diujikan tersebut mengabaikan hak konstitusional para Pemohon untuk mendapatkan pilihan sebanyak-banyaknya calon presiden dalam Pemilu Presiden dan Wakil Presiden. Berpedoman pada pertimbangan hukum MK pada Putusan MK 53/PUU-XV/2017 yang menggunakan penafsiran sistematis dalam membaca Pasal 6A UUD 1945, aturan presidential threshold (PT) merupakan aturan yang bersifat open legal policy.

Bagi para Pemohon, penafsiran open legal policy ini tidak tepat dimana dalam UUD Tahun 1945 telah ditetapkan pembatasan dan syarat pencalonan. Pemohon meyakini, persyaratan tersebut semestinya digolongkan pada close legal policy. Sementara sesuai preseden (putusan) Mahkamah, ketentuan tersebut dinyatakan open legal policy.

Berdasarkan Pemilu 2019 telah mengakibatkan para Pemohon kehilangan hak konstitusionalnya untuk mendapatkan banyaknya calon pemimpin bangsa yang dihasilkan partai politik peserta pemilu. Mengingat melalui terhubung langsung dengan kepentingan masyarakat, maka partai politik perlu mempertimbangkan aspirasi rakyat/pemilih dalam mengusung calon presiden/wakil presidennya. Persoalannya, ambang batas pencalonan presiden/wakil presiden ini mengakibatkan tereduksinya fungsi partai politik.

Dalam persidangan sebelumnya, Politisi Partai Gerindra Ferry Joko Yuliantono juga telah mempersoalkan pasal yang sama. Dia juga memohon pengujian materil Pasal 222 UU Pemilu. Hak memilih (right to vote) adalah hak konstitusional yang merupakan turunan dari hak untuk berpartisipasi dalam pemerintahan (right to participate in government) sebagaimana dijamin Pasal 27, Pasal 28D ayat (1), dan Pasal 28D ayat (3) UUD 1945.

Menurutnya, Pasal 222 UU Pemilu telah terbukti mengurangi atau membatasi hak konstitusional untuk memilih (right to vote) Pemohon dalam pemilihan presiden/wakil presiden (karena kandidat pasangan calon presiden dan wakil presiden diusung partai besar, red). Oleh karenanya hal ini harus dipandang sebagai sebuah kerugian konstitusional.

Pemohon beranggapan tidak benar masalah ambang batas presiden hanya terkait dengan eksistensi partai politik. Meskipun hanya partai politik yang dapat mengajukan pasangan calon presiden dan wakil presiden sebagaimana tercantum atau diamanatkan dalam Pasal 6A ayat (2) Perubahan Ketiga UUD Tahun 1945.

“Sejatinya, partai politik hanyalah kendaraan bagi para calon presiden dan calon wakil presiden. Sedangkan penerima manfaat utama dari penyelenggaraan pemilihan presiden dan wakil presiden adalah warga negara termasuk Pemohon,” ujar Refly Harun dalam sidang panel pemeriksaan pendahuluan, Kamis (6/1/2022) lalu.

Tags:

Berita Terkait