Berharap Wewenang Pengangkatan Hakim Ad Hoc MA Tetap Konstitusional
Terbaru

Berharap Wewenang Pengangkatan Hakim Ad Hoc MA Tetap Konstitusional

KY tetap optimis pengujian UU KY ini bakal ditolak atas dasar argumentasi hukum yang telah disampaikan para ahli dalam persidangan.

Agus Sahbani
Bacaan 4 Menit
Anggota KY Binziad Kadafi dan Juru Bicara KY Miko Ginting saat jumpat pers di Jakarta, Kamis (11/11/2021).
Anggota KY Binziad Kadafi dan Juru Bicara KY Miko Ginting saat jumpat pers di Jakarta, Kamis (11/11/2021).

Proses pengujian Pasal 13 huruf a UU No. 18 Tahun 2011 tentang Komisi Yudisial (KY) terkait kewenangan KY mengusulkan pengangkatan hakim agung dan hakim ad hoc pada Mahkamah Agung (MA) bakal memasuki babak akhir. Permohonan yang diajukan oleh Burhanudin, dosen yang pernah mengikuti seleksi hakim ad hoc tindak pidana korupsi (tipikor) pada 2016 ini, sudah memasuki tahap kesimpulan. Kini, pengujian Pasal 13 huruf a UU KY ini tinggal menunggu putusan.

“Persidangan pengujian UU KY sudah masuk tahap kesimpulan. Saat ini tinggal menunggu putusan terkait pengujian kewenangan KY dalam seleksi calon hakim ad hoc hubungan industrial dan tindak pidana korupsi (tipikor) di MA,” ujar Juru Bicara KY Miko Ginting saat jumpa pers dengan awak media di Jakarta, Kamis (11/11/2021)

Miko menerangkan dalam pengujian UU KY ini, KY bertindak sebagai Pihak Terkait karena KY memiliki kepentingan secara langsung dan telah memberi keterangan dalam persidangan. Pengujian UU KY ini mempersoalkan kewenangan KY mengusulkan pengangkatan hakim ad hoc pada MA yang selama ini sudah berjalan. KY pun telah menghadirkan sejumlah ahli yang mendukung pandangan KY terkait konstitusionalitas pengangkatan hakim ad hoc pada MA dalam konstitusi.

Seperti, Mantan Hakim Konstitusi Maruarar Siahaan; Dosen Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada (FH UGM) Zainal Arifin Mochtar; Guru Besar FH Universitas Islam Indonesia (UII) Prof Ni’matul Huda; Dosen Ilmu Hukum Bina Nusantara Sidharta; Anggota DPR Benny K Harman yang telah menjelaskan bagaimana proses perumusan UU KY saat menjabat Ketua Komisi III DPR periode 2009-2014.       

“Dalam pengujan UU KY ini, para ahli ini telah menjelaskan posisi kewenangan KY dalam konstitusi,” kata Miko. (Baca Juga: Ahli: Wewenang Hakim Ad Hoc MA Sudah Ditentukan Pembentuk UU)

Anggota KY Bidang SDM, Advokasi, Hukum, Penelitian dan Pengembangan, Binziad Kadafi mengakui KY serius menyikapi proses uji materi UU ini karena terkait kewenangan seleksi calon hakim ad hoc hubungan industrial dan tipikor di MA yang selama ini dilakukan KY. “Dalam proses pengujian UU KY ini, KY all out, serius karena menyangkut kewenangan berdasarkan Pasal 24B ayat (1) dan Pasal 25 UUD Tahun 1945,” kata Binziad dalam kesempatan yang sama.

Selengkapnya, Pasal 24B ayat (1) UUD Tahun 1945 menyebutkan Komisi Yudisial bersifat mandiri yang berwenang mengusulkan pengangkatan hakim agung dan mempunyai wewenang lain dalam rangka menjaga dan menegakkan kehormatan, keluhuran martabat, serta perilaku hakim.Sedangkan, Pasal 25 UUD Tahun 1945 menyebutkan “Syarat-syarat untuk menjadi dan untuk diberhentikan sebagai hakim ditetapkan dengan undang-undang.”

Dia mengutip inti pandangan beberapa ahli yang telah disampaikan dalam persidangan di MK. Misalnya, pandangan Prof Ni’matul Huda yang menilai Pasal 25 UUD Tahun 1945 secara atributif memberi kewenangan kepada pembentuk UU untuk mengatur rekrutmen dan pemberhentian hakim termasuk hakim ad hoc MA.  Seperti termuat dalam Pasal 13 huruf a UU KY yang berbunyi, “Komisi Yudisial mempunyai wewenang mengusulkan pengangkatan hakim agung dan hakim ad hoc di Mahkamah Agung kepada DPR untuk mendapatkan persetujuan”. 

Ni’matul mengakui dalil permohonan yang menyebut kewenangan KY terkait pengangkatan hakim ad hoc MA tidak diatur secara tegas dalam Pasal 24B UUD Tahun 1945, tapi bukan berarti menjadi belenggu bagi pembentuk undang-undang untuk mengaturnya. Menurutnya, cara pandang yang terlalu sempit ini akan menimbulkan kemacetan penyelenggaraan pemerintahan negara, pelayanan publik, atau penegakan hukum di masyarakat karena harus menunggu adanya amendemen UUD Tahun 1945. 

Menurutnya, frasa “mempunyai wewenang lain” dalam Pasal 24B ayat (1) UUD Tahun 1945 itu yang memungkinkan KY dapat melakukan tugas dan kewenangan lain yang ditentukan oleh UU. Dalam hal ini melakukan seleksi hakim ad hoc di MA sebagaimana yang ditentukan Pasal 13 huruf a UU KY itu. Kehadiran KY dalam sistem seleksi hakim ad hoc di MA sudah ditentukan legalitasnya melalui UU No.18 Tahun 2011, bukan kreasi kebijakan KY sendiri.

Binziad juga mengutip pandangan Benny K Harman yang menilai kewenangan KY melakukan seleksi hakim ad hoc pada MA tidak berasal dari perluasan makna frasa “hakim agung”, tapi muncul dari frasa “memiliki wewenang lain” dalam Pasal 24B ayat (1) UUD Tahun 1945. Pembentuk undang-undang bisa menentukan ruang lingkup wewenang lain tersebut selama norma yang ingin dicapai dalam rangka menjaga dan menegakkan keluhuran martabat hakim serta perilaku hakim.          

Selain itu, frasa “seleksi hakim” dalam Pasal 25 UUD Tahun 1945 yang ditentukan oleh pembentuk undang-undang. Hal ini sebagai open legal policy (kebijakan hukum terbuka) yang memberi kewenangan kepada pembentuk UU. Menurutnya, pembentuk UU tidak membedakan fungsi hakim agung dan hakim ad hoc.

Keduanya mempunyai fungsi yang sama dalam memeriksa dan memutus perkara bersama-sama dan equal dalam satu majelis. Jadi, fungsi hakim ad hoc tidak ada perbedaan dengan hakim agung. Perbedaannya hanya berkaitan dengan urusan administrasi, masa jabatan, dan tentu kekhususan dari kasus yang diperiksa dan diputus.

Untuk itu, KY berharap MK menolak semua dalil permohonan, sehingga keberadaan Pasal 13 huruf a UU KY tetap konstitusional dan tidak bertentangan dengan UUD Tahun 1945. “Tentunya, kita tetap optimis bahwa pengujian UU KY ini bakal ditolak atas dasar argumentasi hukum yang telah disampaikan para ahli dalam persidangan.”          

Dalam permohonannya, Pemohon Burhanuddin merasa hak konstitusionalnya dirugikan oleh Pasal 13 huruf a UU KY, khususnya mempersoalkan frasa “dan hakim ad hoc”. Bagi pemohon, menyamakan hakim ad hoc dengan hakim agung merupakan pelanggaran konstitusional terhadap Pasal 24B ayat (1) UUD 1945. Ketentuan hakim ad hoc bagian yang tidak terpisahkan dari kewenangan MA baik yang ditentukan dalam UUD 1945 maupun UU Kekuasaan Kehakiman.

Menurutnya, berlakunya Pasal 13 huruf a UU KY, telah memperluas kewenangan KY yang semula hanya mengusulkan pengangkatan hakim agung, tapi juga mengusulkan pengangkatan hakim ad hoc di MA. Memperlakukan seleksi yang sama antara calon hakim agung dengan hakim ad hoc di MA yang memiliki perbedaan baik secara struktural, status, bentuk pelanggaran terhadap nilai-nilai keadilan. Karena itu, pemohon meminta agar Pasal 13 huruf a UU KY dinyatakan bertentangan dengan Pasal 24B ayat (1) UUD 1945.

Tags:

Berita Terkait