BPSK Ini Bikin OJK Kebanjiran Pengaduan LJK
Berita

BPSK Ini Bikin OJK Kebanjiran Pengaduan LJK

OJK imbau konsumen untuk memahami tata cara penyelesaian sengketa.

FNH
Bacaan 2 Menit
Saqlah satu cara OJK memberikan pendidikan konsumen kepada masyarakat. Foto: NNP
Saqlah satu cara OJK memberikan pendidikan konsumen kepada masyarakat. Foto: NNP
Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen (BPSK) merupakan salah satu lembaga penyelesaian sengketa sesuai amanat dari UU No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen. BPKS berwenang menangani sengketa yang muncul antara pelaku usaha dan konsumen. Saat ini, cabang BPSK sudah berada di hampir seluruh provinsi di Indonesia.

Data yang dihimpun dari 33 cabang BPSK (hingga Agustus 2016), BPSK telah menerima 493 pengaduan dari nasabah lembaga jasa keuangan (LJK). Tak semua laporan datang dari konsumen. OJK malah menerima pengaduan dari Lembaga Jasa Keuangan (LJK). LJK biasanya mengadukan cara penanganan perkara oleh BPSK. BPSK Batubara, Sumatera Utara, paling banyak diadukan.

Kepala Departemen Perlindungan Konsumen Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Anto Prabowo mengatakan OJK telah berkoordinasi dengan Kementerian Perdagangan (Kemendag) menanggapi keluhan LJK terhadap BPSK Batubara. Ia mengaku OJK mendapatkan surat dari Direktur Pemberdayaan Konsumen Kemendag yang menginformasikan teguran terhadap BPSK Batubara.

Apa yang menyebabkan BPSK Batubara mendapatkan surat teguran dari Kemendag? Anto menjelaskan bersamaan dengan surat tersebut, Kemendag meminta info dari OJK terkait penanganan perkara oleh BPSK Batubara. Ternyata, LJK menilai BPSK Batubara menyelesaian sengketa konsumen tak sesuai dengan Peraturan Menteri Perdagangan. (Baca juga: Bolehkah BPSK Selesaikan Sengketa dengan Perjanjian Kontrak? Ini Penjelasannya).

OJK menekankan BPSK bisa melakukan penyelesaian sengketa sesuai dengan wilayah kerja BPSK dan mematuhi UU Perlindungan Konsumen serta Keputusan Menperindag No.350/MPP/KEP/12/2001. Aturan tersebut menyebutkan syarat persetujuan konsumen dengan lembaga jasa keuangan untuk menyelesaikan sengketa di luar yang sudah diperjanjikan dalam kontrak. Dalam hal ini, BPSK Batubara justru menangani perkara yang seharusnya menjadi wewenang pengadilan, sesuai dengan perjanjian konsumen dengan LJK. Bahkan, BPSK Batubara juga menangani sejumlah perkara di luar wilayah kerjanya, atau kabupaten lain. (Baca juga: Ahok Minta BPSK Respons Cepat Keluhan Konsumen).

"OJK pelajari pembatalan putusan BPSK oleh Pengadilan dan MA ternyata disebabkan tidak adanya kesepakatan terlebih dahulu. Hal ini karena terkandung maksud kaitannya juga dengan Pasal 1338 KUHPerdata," kata Anto dalam acara media gathering di Bogor, (11/11).

Menurut Anto, jika kedua belah pihak sudah bersepakat dalam kontrak untuk memilih penyelesaian sengketa melalui pengadilan, maka BPSK tidak bisa mengadili sengketa tersebut. Tetapi, jika kemudian hari kedua belah pihak menginginkan penyelesaian sengketa di luar pengadilan, maka pelaku usaha dan konsumen harus membuat sebuah kesepakatan baru terkait penyelesaian sengketa di luar pengadilan. Pembatalan putusan atas tidak propernya BPSK beracara merugikan konsumen dan LJK karena sengketa tidak diselesaikan dengan baik dan merugikan secara finansial.

Majelis penyelesaian sengketa di BPSK bisa mengeluarkan putusan sela atas sengketa yang sedang diproses. Pada beberapa kasus, kata Anto, putusan sela dari BPSK merugikan pelaku usaha karena bank tidak diperkenankan melakukan penagihan pembayaran kredit kepada konsumen selama perkara masih berjalan. Padahal beberapa debitur perbankan tersebut masih tergolong lancer dalam melakukan pembayaran. Hal ini akan menyebabkan meningkatnya portofolio kredit bermasalah yang jelas merugikan pihak perbankan.

Atas beberapa kejadian tersebut, OJK mengimbau kepada konsumen keuangan untuk memahami tata cara pengaduan jika terjadi sengketa dengan LJK. Pertama, pengaduan harus disampaikan terlebih dahulu kepada LJK terkait. OJK mewajibkan LJK menangani pengaduan tersebut. Jika tidak menemukan kesepakatan, maka konsumen bisa mengajukan pengaduan ke OJK atau Lembaga Alternatif Penyelesaian Sengketa (LAPS) di sektor jasa keuangan.

Konsumen juga memiliki hak untuk memilih BPSK sebagai lembaga penyelesaian sengketa. Hanya saja, jika konsumen telah memilih salah satu dari lembaga alternative penyelesaian sengketa dan kemudian tetap tidak ditemukan kesepakatan, maka konsumen tidak bisa menggunakan lembaga alternatif penyelesaian sengketa lainnya. Muara terakhir yang bisa ditempuh adalah ke Mahkamah Agung.

"Perbedaannya LAPS diawasi oleh OJK agar obyektif dan independen, kemudian proses yg dilakukan melalui mediasi, ajudikasi dan arbitrase yang tersertifikasi dan paham dengan bisnis keuangan," ungkap Anto.
Tags:

Berita Terkait