Catat, Kini Restitusi Sampai Rp5 Miliar Dapat Pengembalian Pendahuluan
Terbaru

Catat, Kini Restitusi Sampai Rp5 Miliar Dapat Pengembalian Pendahuluan

Kebijakan pemerintah untuk menaikkan pengembalian pendahuluan restitusi hingga Rp5 miliar dinilai mempertimbangkan efektivitas kebijakan.

Fitri Novia Heriani
Bacaan 3 Menit
Ilustrasi: BAS
Ilustrasi: BAS

Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati melakukan penyesuaian terhadap jumlah batas restitusi pajak Pertambahan Nilai (PPN) bagi Pengusaha Kena Pajak yang memenuhi persyaratan sebagai wajib pajak persyaratan tertentu menjadi Rp5 miliar. Penyesuaian batasan tersebut diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 209/PMK.03/2021 tentang perubahan kedua atas PMK39/PMK.03/2018 tentang Tata Cara Pengembalian Pendahuluan Kelebihan Pembayaran Pajak.

Sebagaimana diketahui, batas pengembalian pendahuluan restitusi PPN bagi wajib pajak persyaratan tertentu dalam aturan sebelumnya adalah sebesar Rp1 miliar. Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat (P2Humas) Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Neilmaldrin Noor mengatakan latar belakang penyesuaian batas restitusi PPN tersebut adalah untuk membantu likuiditas keuangan wajib pajak.

“Dengan penyesuaian jumlah batasan tersebut menjadi lima miliar, maka lebih banyak pelaku usaha yang mendapat layanan ini. Kas dari restitusi dapat digunakan kembali oleh pelaku usaha untuk mengembangkan usahanya, sehingga dapat mendorong pertumbuhan ekonomi nasional,” kata Neilmaldrin pada Kamis, (13/1).

Selain itu, dalam Peraturan Menteri Keuangan yang diundangkan pada tanggal 30 Desember 2021 tersebut, pemerintah juga mewajibkan wajib pajak yang telah ditetapkan sebagai wajib pajak kriteria tertentu untuk menyampaikan laporan keuangan dalam suatu tahun pajak, harus diaudit oleh akuntan publik atau lembaga pengawas keuangan pemerintah dan memperoleh pendapat wajar tanpa pengecualian. (Baca Juga: Insentif Kesehatan Diperpanjang Hingga Akhir Juni 2022, Begini Pokok Aturannya)

Apabila tidak dipenuhi, wajib pajak tidak diberikan pengembalian pendahuluan dan dicabut keputusan penetapan sebagai wajib pajak kriteria tertentu-nya. Neilmaldrin menjelaskan bahwa hal tersebut dilakukan untuk memberikan kepastian hukum dan keadilan kepada wajib pajak dalam melaksanakan administrasi perpajakannya. Dengan demikian, akan terwujud pelayanan perpajakan yang setara (equal) baik dalam proses penetapan maupun pencabutan sebagai wajib pajak kriteria tertentu.

“Penyesuaian kebijakan ini untuk menjamin kepatuhan wajib pajak kriteria tertentu dan menjamin bahwa wajib pajak memiliki kriteria yang layak selama mendapatkan layanan khusus berupa pengembalian pendahuluan tersebut,” pungkas Neilmaldrin.

Untuk diketahui, dalam PMK 39/2018, Pengembalian Pendahuluan Kelebihan Pembayaran Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 angka 7 PMK ini adalah pengembalian kelebihan pembayaran pajak yang diberikan kepada Wajib Pajak, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17C atau 17D UU KUP, atau Pasal 9 ayat (4c) UU PPN.

Adapun mekanisme Pengembalian Kelebihan Pembayaran Pajak pada pasal 2 PMK 39/2018 mengklasifikasikan persyaratan terhadap 3 subjek pajak yang dapat melakukan pengembalian pendahuluan terhadap pajak LB tanpa harus melalui prosedur pemeriksaan sesuai pasal 17B UU KUP. TIga subjek pajak dimaksud adalah Wajib Pajak Kriteria Tertentu, Wajib Pajak Persyaratan Tertentu, dan PKP Berisiko Rendah.

Untuk menjadi WP ‘kriteria tertentu’ diperlukan penetapan terlebih dahulu dan untuk menjadi WP ‘persyaratan tertentu’ maka tidak diperlukan penetapan. Sementara untuk PKP berisiko rendah, maka dibutuhkan pula adanya penetapan sebagai PKP berisiko rendah, kecuali untuk PKP dengan LBR < Rp1 miliar maka tidak diperlukan penetapan.

Pengamat pajak, Fajry Akbar menila bahwa batas ini diberikan bagi Wajib Pajak dengan persyaratan tertentu. Dalam PMK No.39/PMK.03/2018 diberikan bagi WP badan dengan syarat lebih bayar paling banyak Rp1 M. Terkait kebijakan pemerintah yang memutuskan untuk menaikkan nilai lebih bayar menjadi Rp5 miliar, Fajry menyebut pemerintah mempertimbangkan efektivitas kebijakan.

“Kenapa dinaikan? Saya kira ini soal efektivitas kebijakan. Sebuah insentif yang efektif ukurannya adalah jumlah WP yang memanfaatkan. Semakin banyak yang memanfaatkan maka semakin efektif kebijakan tersebut,” kata Fajry kepada Hukumonline, Kamis (13/1).

Dengan dinaikan menjadi Rp5 miliar, lanjutnya, tentunya semakin banyak WP yang akan memanfaatkan insentif pengembalian pendahuluan. Dengan demikian kebijakan tersebut akan semakin efektif.

“Mungkin, selama ini opsi WP dengan persyaratan tertentu tersebut tidak terlalu menarik di mata WP sehingga jumlah yang memanfaatkannya tidak seberapa dibandingkan potensinya,” tambahnya.

Terkait syarat dimana WP dengan kriteria tertentu wajib menyertakan laporan keuangan yang telah diaudit oleh akuntan publik, hal ini dinilai memberikan dampak positif kepada WP. WP yang memberikan audit laporan keuangan memiliki tingkat risiko yang rendah. Dan kebijakan ini dinila akan mendorong besaran restitusi pada tahun ini. Tentunya akan berdampak pada penerimaan pajak tahun 2022.

“Kalau misalnya diaturan baru ini ada ketentuan telah diaudit oleh akuntan publik, jelas ini hitung-hitungan risiko. Mereka yang telah diaudit risikonya lebih rendah,” pungkasnya.

Tags:

Berita Terkait