Dampak Covid-19 Terhadap Pembayaran THR
Lipsus Lebaran 2020

Dampak Covid-19 Terhadap Pembayaran THR

Selama 11-18 Mei 2020, Kemnaker mencatat sebanyak 326 pengaduan telah dibayar THR-nya sesuai ketentuan dan yang tidak mampu membayar THR 274 pengaduan.

Ady Thea DA
Bacaan 2 Menit
Ilustrasi: BAS
Ilustrasi: BAS

Wabah pandemi Covid-19 masih melanda berbagai negara di dunia termasuk Indonesia yang berdampak signifikan terhadap kelangsungan dunia usaha. Hal ini tentu mempengaruhi kemampuan finansial perusahaan untuk menjalankan operasionalnya termasuk memenuhi hak normatif pekerja, seperti upah dan THR.

Merespon kondisi ini, Menteri Tenaga Kerja telah menerbitkan Surat Edaran No.M/6/HI.00.01/V/2020 tentang Pelaksanaan Pemberian THR Keagamaan Tahun 2020 di Perusahaan dalam Masa Pandemi Covid-19. SE Menaker yang diteken pada 6 Mei 2020 ini berisi empat poin yang tertuang dalam edaran ini, salah satunya menyebut bagi perusahaan yang tidak mampu membayar THR pada waktu yang ditentukan sesuai peraturan, harus dicari solusi melalui proses dialog antara pengusaha dan buruh.

Proses dialog ini dilakukan secara kekeluargaan, dilandasi dengan laporan keuangan internal perusahaan yang transparan dan iktikad baik untuk mencapai kesepakatan. Ada beberapa hal yang dapat disepakati lewat dialog antara pengusaha dan buruh yaitu perusahaan yang tidak mampu membayar THR secara penuh pada waktu yang ditentukan maka pembayaran dapat dilakukan secara bertahap atau dicicil. Pembayaran THR juga dapat ditunda (ditangguhkan) sampai waktu yang disepakati.

Dibandingkan SE THR sebelumnya, SE THR Tahun 2020 ini sangat berbeda karena baru kali ini pemerintah merekomendasikan tata cara pembayaran THR bagi perusahaan yang tidak mampu membayar dengan cara dibayar secara bertahap atau dicicil. SE THR sebelumnya, pemerintah biasanya menekankan pembayaran THR paling lambat H-7 dan ada sanksi bagi perusahaan yang tidak menjalankan ketentuan THR. Lalu, bagaimana kondisi pembayaran THR tahun ini di tengah pandemi Covid-19?  

Direktur Apindo Research Institute Agung Pambudhi mengatakan edaran itu sesuai surat yang dilayangkan Apindo kepada pemerintah, yang salah satunya meminta agar pembayaran THR dilakukan dengan melihat kemampuan perusahaan. Pada 6 April 2020, Apindo melayangkan surat kepada Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto yang isinya 3 hal.

Pertama, pembebasan pembayaran iuran program jaminan sosial yang diselenggarakan BPJS selama 12 bulan untuk membantu perusahaan menjaga arus kas agar tetap berjalan. Kedua, meminta manfaat program Jaminan Hari Tua (JHT) yang diselenggarakan BPJS Ketenagakerjaan agar dapat dicairkan secepatnya oleh buruh yang dirumahkan. Ketiga, mayoritas perusahaan mengalami persoalan arus kas untuk membayar THR. Karena itu, Apindo meminta agar pembayaran THR dapat ditunda sampai kondisi ekonomi pulih atau dibantu pemerintah. (Baca Juga: Pembayaran THR Bisa Dicicil atau Ditangguhkan, Ini Surat Edarannya!)  

Agung mengatakan dalam situasi saat ini pembayaran THR harus disesuaikan dengan kemampuan perusahaan. Bagi perusahaan dengan kemampuan finansial yang baik, tidak ada alasan untuk tidak membayar THR secara langsung dan penuh. Tapi untuk perusahaan yang kesulitan finansial karena terdampak pandemi Covid-19, pembayaran THR dapat dibayar secara bertahap atau dicicil.

Agung memberi gambaran bahwa kondisi perusahaan sekarang ada yang mampu dan tidak untuk membayar THR. Misalnya, industri pariwisata dan transportasi sangat terpukul, sehingga kemampuan perusahaan membayar THR relatif minim. Tapi untuk perusahaan besar dan multinasional dengan finansial kuat, tidak ada masalah dalam memenuhi hak normatif pekerja termasuk THR. Secara umum, ada perusahaan yang sama sekali tidak mampu membayar THR, membayar sebagian, atau menunda pembayaran.

Ketua Umum Konfederasi Perjuangan Buruh Indonesia (KPBI) Ilhamsyah mengatakan meskipun SE ini menyebut mekanisme pembayaran THR dilakukan berdasarkan kesepakatan, tapi faktanya tidak semua buruh memiliki perwakilan atau serikat yang kuat dan berintegritas untuk berunding. “Praktiknya nanti tidak akan ditemukan kesetaraan dalam perundingan dan yang dibutuhkan sekarang adalah regulasi untuk melindungi kelompok yang lemah,” kata dia.

Ilhamsyah mengatakan THR dapat membantu buruh untuk melewati masa sulit pandemi Covid-19. Mengacu data Kementerian Ketenagakerjaan sedikitnya 2,8 juta buruh dirumahkan atau mengalami pemutusan hubungan kerja (PHK). Namun, berdasarkan pengalaman posko THR di mana dalam situasi normal saja masih ada perusahaan yang tidak menunaikan kewajiban membayar THR.

“Dari berbagai laporan yang selama ini disampaikan KPBI ke posko THR, tidak ada satu pun kasus yang ditindaklanjuti Kementerian Ketenagakerjaan, dan tidak ada sanksi yang dijatuhkan terhadap perusahaan yang melanggar aturan THR.” (Baca; Cerita Lebaran dan Pandemi)

Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) Said Iqbal mengingatkan UU No.13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan dan PP No.78 Tahun 2015 tentang Pengupahan mewajibkan pengusaha membayar THR secara penuh (minimal 1 bulan upah) bagi pekerja dengan masa kerja minimal 1 tahun tanpa melalui perundingan. Bagi pekerja dengan masa kerja di bawah setahun THR diberikan secara proporsional sesuai masa kerja.

“KSPI berpendapat THR seharusnya dibayar 100 persen bagi buruh yang masuk kerja; buruh yang diliburkan sementara karena Covid-19; buruh yang dirumahkan karena covid-19, maupun buruh yang di-PHK dalam rentang waktu H-30 sebelum lebaran,” kata Said Iqbal.

Menurutnya, penting bagi pemerintah untuk menjaga daya beli buruh di masa pandemi Covid-19. Pembayaran THR dengan dicicil atau ditunda dapat menurunkan daya beli buruh yang bisa berdampak pada rendahnya pertumbuhan ekonomi. Menurutnya, pembayaran THR dengan cara dicicil ini lebih tepat untuk perusahaan terdampak Covid-19 kategori kecil dan menengah seperti hotel melati, restoran non aralaba, UMK, ritel skala menengah ke bawah dan lainnya.

“Untuk perusahaan besar seperti hotel berbintang, restoran besar atau waralaba internasional, ritel besar, industri manufaktur wajib membayar THR secara langsung dan penuh tanpa dicicil atau ditunda,” harapnya. (Baca: Ketika SE THR Sesuai Harapan Pengusaha, Buruh Menolak)

Sudah cukup baik

Sekjen Organisasi Pekerja Seluruh Indonesia (OPSI) Timboel Siregar menerangkan THR adalah hak buruh. Sesuai Pasal 77 PP No.78 Tahun 2015 tentang Pengupahan mewajibkan pengusaha membayar THR kepada buruh paling lambat H-7. Pasal 3 ayat (1) Permenaker No.6 Tahun 2016 tentang THR bagi Pekerja/Buruh di Perusahaan, THR diberikan satu bulan upah untuk buruh dengan masa kerja minimal 12 bulan. Bagi buruh yang bekerja minimal 1 bulan sampai kurang dari 12 bulan mendapat THR dengan besaran yang dihitung secara proporsional.

Permenaker No.6 Tahun 2016 mengatur THR adalah upah pokok dan tunjangan tetap. Buruh berstatus tetap atau kontrak yang mengalami PHK 30 hari sebelum hari raya keagamaan berhak mendapat THR. Aturan THR sudah jelas, tapi pandemi Covid-19 berdampak terhadap pembayaran THR terutama bagi perusahaan yang mengalami masalah arus kas.

SE Menaker tentang THR ini dinilai sudah cukup baik merespon situasi yang ada. Bagi perusahaan yang mampu, kewajiban membayar THR harus segera dilaksanakan. Perusahaan yang menghadapi kesulitan arus kas harus merundingkan pelaksanaan pembayaran THR kepada serikat buruh atau buruhnya untuk mencari solusi. “Jika perusahaan hanya mampu membayar 60 persen, maka sisa pembayaran THR dibayar pada bulan berikutnya. Kesepakatan ini harus tertuang dalam perjanjian bersama,” usul Timboel.

Timboel berharap insentif dan bantuan yang dikucurkan pemerintah untuk perusahaan, seperti pinjaman lunak, relaksasi iuran jaminan sosial yang diselenggarakan BPJS, dan lainnya dapat membantu perusahaan untuk tetap produktif dan bisa melaksanakan kewajibannya terhadap buruh. Peran Dinas Ketenagakerjaan sangat penting untuk memastikan SE Menaker ini berjalan baik. Pemerintah harus aktif menjalin komunikasi dengan perusahaan dan serikat buruh terkait pembayaran THR di tempat kerja. Jika ditemukan potensi masalah, pemerintah bisa berperan aktif dengan mengajak kedua pihak untuk berunding mencari solusi terbaik.

Peran pemerintah

Direktur Eksekutif TURC Andriko Otang menyayangkan karena SE Menaker luput mengatur prosedur lanjut jika perundingan antara pengusaha dan pekerja tidak mencapai kesepakatan. Namun, jika tidak tercapai kesepakatan, perlu dilanjutkan dengan mekanisme tripartit berlandaskan Permenaker No.20 Tahun 2016 tentang Tata Cara Pemberian Sanksi Administratif dan PP No.78 Tahun 2015 tentang Pengupahan.

Bagi perusahaan yang mencicil THR, Andriko mengusulkan agar membuka laporan keuangan perusahaan secara transparan. Serikat buruh harus solid dan kuat, sehingga dalam dialog dengan perusahaan, pekerja/buruh bisa memperoleh kedudukan yang setara. Bagi Pekerja yang tidak memiliki serikat pekerja di dalam perusahaan berpotensi memiliki posisi tawar lemah di hadapan manajemen perusahaan.

Andriko menyarankan ada tiga hal perlu diperjelas dalam pelaksanaan SE THR ini. Pertama, peran aktif pemerintah sangat diperlukan dalam memfasilitasi dialog yang terjadi agar dapat berjalan lancar, setara, dan mendapat kesepakatan yang berkeadilan. Kedua, diperlukan sikap aktif pemerintah melakukan pengawasan, khususnya situasi Covid-19 agar semua pihak tidak dirugikan atas kebijakan yang ada. Ketiga, batasan maksimal waktu penundaan pembayaran THR dalam proses pembayaran THR.

Ketua Pusat Studi Hukum Ketenagakerjaan Universitas Trisakti Andari Yurikosari menyarankan kesepakatan mencicil atau penundaan pembayaran THR sebaiknya     dituangkan dalam bentuk perjanjian bersama. Perjanjian ini harus dilaporkan kepada dinas ketenagakerjaan setempat. Dinas ketenagakerjaan berperan untuk melakukan pengawasan. “Para pihak harus aktif membuat perjanjian bersama itu, kemudian membawa kesepakatan tersebut kepada dinas ketenagakerjaan,” usul Andari.

Menurut Andari, THR seharusnya sudah disiapkan perusahaan jauh sebelum hari raya keagamaan. Bahkan, THR merupakan salah satu komponen yang masuk dalam perhitungan pesangon. Tapi bisa jadi karena dampak Covid-19, perusahaan menggunakan anggaran THR ini untuk menjaga operasional perusahaan.

Posko THR

Surat Edaran tentang THR ini mengamanatkan gubernur untuk membentuk posko THR di masing-masing daerahnya. Menaker Ida Fauziyah menngatakan posko THR ini bentuk fasilitasi pemerintah agar buruh mendapakan THR sesuai ketentuan. Posko THR ini dapat dimanfaatkan buruh dan pengusaha mulai 11-31 Mei 2020. Posko THR bertugas menerima pengaduan, memantau pelaksanaan pemberian THR, konsultasi, dan penegakan hukum. Dia berharap posko THR ini dapat mendorong pelaksanaan SE THR agar dapat berjalan efektif.

Selama 11-18 Mei 2020, posko THR Kementerian Ketenagakerjaan menerima 735 pengaduan dengan rincian 422 pengaduan terkait pembayaran THR dan 313 konsultasi tentang THR. Ida mengatakan posko THR telah dimanfaatkan pengusaha, pekerja, dan masyarakat umum yang membutuhkan informasi, konsultasi, dan pengaduan THR. “Semua telah kita tindak lanjuti,” katanya.

Setelah ditindaklanjuti sebanyak 326 pengaduan telah dibayar THR-nya sesuai ketentuan dan yang tidak mampu membayar THR 274 pengaduan. Dari 274 pengaduan yang tidak mampu bayar THR itu terdiri dari 167 tidak membayar THR; 27 ditunda; 40 dibayar bertahap atau dicicil; dan 40 pemotongan THR. Ida menegaskan setiap pengaduan yang masuk ditindaklanjuti tim dari Ditjen PHI dan Jamsos serta Ditjen Pengawasan Ketenagakerjaan, Keselamatan dan Kesehatan Kerja Kementerian Ketenagakerjaan.

“Tentunya kita dorong melakukan dialog secara bipartit yang melibatkan pekerja dan pengusaha, sehingga mereka mencapai solusi dan kesepakatan bersama terkait pembayaran THR. Kesepakatan itu harus dilaporkan ke Dinas Tenaga Kerja setempat,” kata Ida. (Baca Juga: Menaker: Alasan Pandemi Covid-19 Tak Gugurkan Kewajiban Pembayaran THR)

Ida mengingatkan proses dialog itu harus dilakukan secara kekeluargaan, laporan internal perusahaan secara transparan, dan itikad baik untuk mencapai kesepakatan. Dia menyebut ada sanksi administratif berupa teguran tertulis dan pembatasan kegiatan usaha bagi perusahaan yang tidak melaksanakan ketentuan THR. Selain itu, ada denda 5 persen bagi perusahaan yang terlambat membayar THR.

Nikmati Akses Gratis Koleksi Peraturan Terbaru dan FAQ Terkait Covid-19 di sini.

Tags:

Berita Terkait