Dianggap Tak Mewakili Lembaga, Fadli: Hanya Meneruskan Aspirasi Setnov
Berita

Dianggap Tak Mewakili Lembaga, Fadli: Hanya Meneruskan Aspirasi Setnov

Surat itu dinilai salah kapah dan melampaui kewenangan sebagai pimpinan DPR.

Rofiq Hidayat
Bacaan 2 Menit
Mantan Ketua Fraksi Partai Golkar Setya Novanto bersama mantan Anggota DPR lainnya bersaksi di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Kamis (6/4).
Mantan Ketua Fraksi Partai Golkar Setya Novanto bersama mantan Anggota DPR lainnya bersaksi di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Kamis (6/4).
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) diminta menunda pemeriksaan terhadap Ketua DPR Setya Novanto dalam kasus dugaan korupsi proyek e-KTP. Permintaan penundaan itu dituangkan melalui surat yang ditandatangani Wakil Ketua DPR Fadli Zon. Sontak tindakan Fadli mengundang kritik dari dalam partai tempatnya bernaung, Gerindra.

Fadli Zon berdalih surat yang ditekennya dan kemudian dikirim ke KPK, tujuannya meminta penundaan pemeriksaan hingga adanya putusan praperadilan yang diajukan Setnov di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan. Terlebih, Setnov pun sempat tidak menghadiri panggilan KPK untuk menjalani pemeriksaan sebagai tersangka lantaran sakit.

Surat tersebut sebagai tindak lanjut untuk menyampaikan aspirasi Setnov sebagai masyarakat yang mengadu ke DPR. Makanya Fadli pun meneken surat tersebut untuk kemudian dikirimkan ke KPK. Hanya saja, bila surat tersebut atas aspirasi Setnov, namun jabatan Ketua DPR pun melekat dalam diri Setnov sebagai pejabat negara.

“Saya (Wakil Ketua DPR) bidang korhupolham (koordinator hukum, politik, dan HAM). Jadi kalau masalah hukum melalui saya. Kemudian itu ditembuskan. Kita meneruskan surat itu untuk menyampaikan aspirasi, isinya sesuai apa yang ada di dalam isi surat,” ujarnya di Gedung DPR, Rabu (13/9/2017).

Meski demikian, Fadli menyerahkan sepenuhnya kepada KPK. Sebab, dalam surat tersebut, kata Fadli, tak ada permintaan perlakuan khusus terhadap Setnov dalam perkara yang membelitnya. Yang pasti, aspirasi dari Setnov sebagai masyarakat pun sudah diteruskan melalui surat yang ditandatanganinya. Baca Juga: Pasca Setnov Tersangka, KPK Diminta Waspadai Tiga Hal Ini

Wakil Ketua DPR lainnya, Taufik Kurniawan menegaskan tidak mengetahui surat yang ditandatangani Fadli Zon hingga dilayangkan ke KPK. Menurutnya, surat penundaan pemeriksaan yang dimohonkan Setnov ke KPK bukanlah atas nama lembaga DPR. Tetapi, atas nama pribadi Setnov yang kemudian ditandatangani Fadli Zon.

Surat yang bukan atas nama lembaga tersebut ditujukan ke Fadli Zon sebagai pimpinan DPR yang membidangi politik, hukum, dan hak asasi manusia. “Surat secara dari pak Fadli Zon yang ditunjukan surat itu ke Korhupolkam yang membidangi Komisi III yaitu komisi hukum,” ujarnya di DPR seusai menggelar rapat paripurna.

Politisi PAN itu menjelaskan setiap surat yang keluar dari DPR RI harus melalui Kesekjenan DPR RI. Sementara surat yang dikeluarkan Fadli Zon hanya diteruskan kepada pimpinan DPR lainnya, sehingga tidak bisa mengatasnamakan kelembagaan. "Kalau surat itu menyasar ke saya itu perlu saya jelaskan ada apa? Jadi kalau ini hanya meneruskan ini hanya mekanisme administratif," ujarnya.

Salah kaprah
Bahkan, kolega Fadli di Partai Gerindra, Ahmad Muzani menilai bila surat yang ditandatangani Fadli kemudian dikirimkan Setjen DPR ke KPK meminta penundaan pemeriksaan Setnov dinilai melampaui kewenangannya. Menurutnya, pimpinan DPR sebagai corong dari lembaga DPR.  “Proses hukum ini ditangani lembaga independen KPK. Menurut saya hormati keputusan hukum KPK,” ujarnya. Baca Juga: Alasan Sakit, Setnov Pun Dipastikan Tidak Hadiri Sidang Perdana Praperadilan

Ketua Fraksi Partai Gerindra di parlemen ini menilai pimpinan DPR mestinya menghormati proses hukum yang berjalan. Sekalipun proses praperadilan sudah diajukan Setnov di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan. “Surat itu ditandatangani Fadli Zon sama saja. Mau Fadli Zon, siapa saja menurut saya itu di luar kewenangan pimpinan DPR,” tegasnya.

Anggota Komisi I DPR itu menyayangkan tindakan Fadli yang meneruskan aspirasi Setnov yang sedang mengalami persoalan hukum di KPK. Ia mengingatkan agar Fadli tidak mencampuri persoalan tugas KPK ketika memproses hukum seseorang. Sebab, dengan meneruskan surat tersebut seolah KPK diintervensi.

“Cuma kita sayangkan pimpinan DPR menurut saya melampaui batas kewenangannya. Sebagaimana pimpinan dia hanya speaker, perpanjangan mulut anggota DPR melalui fraksi-fraksi,” katanya.

Sama halnya dengan Muzani, kolega Fadli di Gerindra yakni Desmon Junaedi Mahesa berpendapat surat yang ditujukan ke KPK menjadi salah kaprah. Sebab, sidang praperadilan baru akan dimulai pada 20 September mendatang setelah sebelumnya ditunda. “Jadi apa yang ditulis surat oleh Fadli Zon salah kaprah,” ujarnya.

Baginya, permintaan penundaan pemeriksaan tak boleh dilakukan oleh pihak manapun. Sebab, penegakan hukum dilakukan sama terhadap setiap warga negara yang diduga melakukan tindak pidana korupsi tanpa terkecuali. Desmon menambahkan menghentikan sebuah perkara hanyalah wewenang pengadilan dengan pertimbangan yang rasional.

Wakil Ketua Komisi III DPR itu menyarankan agar KPK tak perlu menggubris surat yang ditandatangani Fadli Zon itu. Toh, pimpinan DPR sebenarnya memahami sistem peradilan dan penegakan hukum di Indonesia. “Menurut saya surat itu nggak bernilai, jadi nggak perlu dilayani.”
Tags:

Berita Terkait