Dilema Sistem Pemilu Serentak
Utama

Dilema Sistem Pemilu Serentak

Pemilu Serentak 2019 merupakan amanat konstitusi, tapi pelaksanaannya menimbulkan banyak korban tewas. Pemilu serentak ini diusulkan dibagi pemilu nasional dan pemilu daerah.

Ady Thea DA
Bacaan 2 Menit

 

Pemerintah dan DPR menindaklanjuti putusan itu dalam UU No.7 Tahun 2017 tentang Pemilu yang menyelenggarakan pemilu 2019 secara serentak yakni memilih anggota DPR, DPD, Presiden dan Wakil Presiden dan DPRD. Meski demikian, Susi berpendapat dalam merumuskan regulasi itu tidak dipikirkan bagaimana proses sebelum dan sesudah penyelenggaraan Pemilu 2019.

 

“Kita tidak pernah mengetahui berapa beban petugas di lapangan. Maka kita saksikan Pemilu Serentak 2019 menelan banyak korban,” keluhnya.

 

Bagi Susi, penyelenggaraan pemilu merupakan salah satu upaya pemenuhan HAM, tapi dalam Pemilu 2019 ini sekaligus terjadi pelanggaran karena menimbulkan banyak korban. Fungsi lain pemilu yakni peralihan kekuasaan secara damai. Seluruh jabatan publik yang diisi lewat pemilu itu untuk memenuhi kebutuhan rakyat, bukan untuk kekuasaan. Oleh karena itu, Susi mengusulkan penyelenggaraan pemilu perlu dilakukan evaluasi secara “radikal”.

 

Susi menyayangkan dalam putusannya MK tidak memberi petunjuk yang jelas apa yang dimaksud dengan ‘serentak.’ Absennya petunjuk ini membuat pembuat UU bertindak semaunya, sehingga hasilnya berbeda dengan amanat MK. Susi mencermati yang dibongkar pasang selama ini hanya sistem pemilu, padahal penting untuk membenahi sistem kepartaian.

 

Menurut Susi, ciri presidensial, pemerintahan yang stabil ditopang oleh sistem kepartaian. Indonesia pernah mencapai kondisi tersebut di masa Orde Baru, dimana kabinet diisi oleh orang-orang profesional, bukan perwakilan parpol. Saat reformasi kewenangan Presiden dirasa terlalu kuat, sehingga harus dikurangi. Sejak reformasi, DPR semakin kuat untuk menjalankan kewenangannya lantaran fungsi legislatif diatur dalam konstitusi. “Indonesia di era reformasi ini ‘sistem presidensial rasa parlementer’,” kata dia.

 

Mengingat sistem kepartaian tidak dikelola baik, menurut Susi akibatnya tidak ada parpol mayoritas di parlemen. Perbaikan sistem pemilu yang dilakukan pemerintah dan DPR setiap menjelang perhelatan pemilu seolah hanya untuk memenuhi kebutuhan parpol saja. Bagi Susi, sistem pemilu, pemerintahan, dan kepartaian merupakan satu sistem yang tidak terpisahkan. Jika sistem pemilu dibenahi, hal serupa juga harus dilakukan untuk sistem kepartaian dan pemerintahan.

 

Untuk membenahi sistem kepartaian itu, Susi mengusulkan ambang batas parlemen dinaikan lebih dari 4 persen. Ini penting untuk menghasilkan sistem kepartaian sederhana, seperti sistem kepartaian di Amerika Serikat (AS). Negara Paman Sam itu menggunakan sistem pemerintahan presidensial yang hanya memiliki 2 partai politik (parpol) mayoritas yakni Republik dan Demokrat. Kedua parpol itu yang menguasai parlemen di AS.

Tags:

Berita Terkait