Ditjen Imigrasi Hormati Penangkapan Petugas oleh Penyidik KPK
Berita

Ditjen Imigrasi Hormati Penangkapan Petugas oleh Penyidik KPK

Ditjen Imigrasi menegaskan tidak ada toleransi terhadap setiap pelanggaran maupun penyalahgunaan wewenang yang dilakukan oleh petugas Imigrasi.

M. Agus Yozami
Bacaan 2 Menit
Penyidik KPK yang di dampingi oleh wakil ketua KPK Alexander Marwata dan Inspektorat Jendral Kemenkumaham Jhoni Ginting menunjukkan barang bukti terkait OTT Kepala Kantor Imigrasi Klas I Mataram saat rilis di Gedung KPK, Jakarta, Selasa (28/5). Foto: RES
Penyidik KPK yang di dampingi oleh wakil ketua KPK Alexander Marwata dan Inspektorat Jendral Kemenkumaham Jhoni Ginting menunjukkan barang bukti terkait OTT Kepala Kantor Imigrasi Klas I Mataram saat rilis di Gedung KPK, Jakarta, Selasa (28/5). Foto: RES

Direktorat Jenderal Imigrasi menyampaikan sikap terkait dugaan kasus penyalahgunaan wewenang yang dilakukan petugas Imigrasi di Mataram, Nusa Tenggara Barat (NTB). Ditjen Imigrasi juga membenarkan bahwa empat orang petugas Imigrasi di Kantor Imigrasi Kelas I Mataram telah diamankan oleh Komisi Pemberantasan Korupsi dan Kepolisan Daerah (Polda) NTB atas dugaan kasus penyalahgunaan wewenang dalam penanganan pelanggaran keimigrasian terhadap Warga Negara Asing di Wilayah NTB.

 

Atas diamankannya empat orang petugas Imigrasi tersebut, Direktur Jenderal Imigrasi, Ronny F Sompie menyatakan bahwa pihaknya menghormati proses hukum yang berjalan sesuai dengan koridor hukum yang berlaku.

 

Menurutnya, Kantor Imigrasi Kelas I Mataram berada di wilayah kerja Kantor Wilayah Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia Nusa Tenggara Barat (NTB). Untuk itu, Ditjen Imigrasi terus berkoordinasi dengan jajaran Kanwil Kemenkumham terkait kasus tersebut.

 

“Koordinasi internal juga terus dilakukan oleh Ditjen Imigrasi dengan Inspektorat Jenderal Kemenkumham sebagai wujud evaluasi dan pembenahan internal atas kinerja pegawai,” tulis Ronny dalam rilis yang diterima hukumonline, Rabu (29/5).

 

Selain itu, Direktur Jenderal Imigrasi memerintahkan setiap petugas Imigrasi agar bekerja sesuai dengan tugas dan fungsi, serta wewenang yang telah ditetapkan. Ronny menegaskan tidak ada toleransi terhadap setiap pelanggaran maupun penyalahgunaan wewenang yang dilakukan oleh petugas Imigrasi.   

 

Seperti diberitakan sebelumnya, (KPK) menetapkan dua pejabat imigrasi sebagai tersangka kasus korupsi yaitu Kurniadie selaku Kepala Kanwil Imigrasi Klas I Mataram dan Yusriansyah Fazrin selaku Kepala Seksi Intelejen dan Penindakan Kanwil Imigrasi Klas I Mataram. Mereka diduga menerima suap dengan nilai total sebesar Rp1,2 miliar dari Direktur PT Wisata Bahagia yang juga merupakan pengelola Wyndham Sundancer, Liliana Hidayat.

 

Wakil Ketua KPK Alexander Marwata menjelaskan konstruksi perkara ini yang berawal dari Penyidik PNS (PPNS) di Kantor Imigrasi Klas I Mataram mengamankan dua WNA dengan inisial BGW dan MK yang diduga menyalahgunakan izin tinggal. WNA ini diduga masuk menggunakan visa turis biasa, tapi ternyata diduga bekerja di Wyndham Sundancer Lombok. PPNS lmigrasi setempat menduga kedua WNA melanggar Pasal 122 huruf a UU No. 6 Tahun 2011 tentang Keimigrasian.

 

Pasal ini menentukan ancaman pidana maksimal 5 tahun dan denda paling paling banyak Rp500 juta bagi setiap orang asing yang dengan sengaja menyalahgunakan atau melakukan kegiatan yang tidak sesuai dengan maksud dan tujuan pemberian Izin Tinggal yang diberikan kepadanya.

 

(Baca: Lobi-lobi Imigrasi Berujung Bui)

 

Dalam OTT ini, menurut Alexander, KPK mengungkap modus baru yang digunakan ketiga tersangka dalam negosiasi uang suap. Caranya dengan menuliskan tawaran Liliana di atas kertas dengan kode tertentu tanpa berbicara dan kemudian Yusriansyah melaporkan pada Kurniadie untuk mendapat arahan atau persetujuan yang akhirnya disepakati jumlah uang untuk mengurus perkara kedua WNA sebesar adalah Rp1,2 miliar.

 

Tidak hanya dalam tawar menawar uang suap, KPK juga mengungkap adanya metode penyerahan uang yang digunakan. Caranya tidak biasa. Salah satu contohnya memasukkan uang tersebut ke kantong plastik hitam dan membuangnya ke tempat sampah.

 

"LIL  memasukan uang sebesar Rp1,2 miliar ke dalam kresek hitam dan memasukan kresek hitam pada sebuah tas. Sesampainya di depan ruangan YRI, tas kresek hitam berisi uang Rp1,2 miliar kersebut dibuang ke dalam tong sampah di depan ruangan YRI (Yusriansyah)," jelas Alexander.

 

Begitu mengetahui uang sudah diserahkan, Yusriansyah memerintahkan Bagus Wicaksono mengambil uang tersebut dan membagi Rp800 juta untuk Kurniadie. Tak hanya sampai di situ, penyerahan uang pada Kurniadie terbilang menarik karena dilakukan dengan cara meletakkan di ember merah.

 

Kurniadie kemudian meminta pihak lain untuk menyetorkan Rp340 juta ke rekeningnya di sebuah bank, sedangkan sisanya Rp500 juta diduga akan dibagi ke pihak lain. KPK mengidentifikasi salah satu komunikasi dalam perkara ini, setelah penerimaan uang oleh pejabat Imigrasi terjadi.

 

"Makasi, buat pulkam," pungkas Alexander mengungkap komunikasi tersebut.

 

Tags:

Berita Terkait