DJKI-Bareskrim Polri Berencana Bentuk Satgas Operasi Terkait Pelanggaran KI
Terbaru

DJKI-Bareskrim Polri Berencana Bentuk Satgas Operasi Terkait Pelanggaran KI

Untuk mengeluarkan Indonesia dari status Priority Watch List (PWL) yang dikeluarkan oleh United States Trade Representative (USTR) atau Kantor Kamar Dagang Amerika Serikat. Status Indonesia dalam PWL sangat berdampak secara nasional bahkan global.

Fitri Novia Heriani
Bacaan 3 Menit
Rapat koordinasi DJKI dengan Bareskrim Mabes Polri terkait Pembentukan Satgas Ops Penanggulangan Status PWL Indonesia di Bidang KI pada Kamis (12/8). Foto: Humas DJKI
Rapat koordinasi DJKI dengan Bareskrim Mabes Polri terkait Pembentukan Satgas Ops Penanggulangan Status PWL Indonesia di Bidang KI pada Kamis (12/8). Foto: Humas DJKI

Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual (DJKI) Kementerian Hukum dan HAM berencana akan melakukan kerja sama dengan Bareskrim Polri. Rencana kerja sama ini bertujuan untuk mengeluarkan Indonesia dari status Priority Watch List (PWL) yang dikeluarkan oleh United States Trade Representative (USTR) atau Kantor Kamar Dagang Amerika Serikat.

PWL merupakan daftar negara yang menurut USTR memiliki tingkat pelanggaran kekayaan intelektual (KI) yang cukup berat. Status PWL diberikan kepada negara-negara yang perlindungan hukum terhadap Hak atas Kekayaan Intelektual dinilai belum memadai. Setiap tahun pemerintah AS melakukan penilaian rutin terhadap mitra dagangnya untuk memastikan bahwa perlindungan HKI telah dilakukan secara efektif dan memadai.

Rencana tersebut disampaikan Direktur Jenderal Kekaayaan Intelektual (Dirjen KI) Freddy Harris saat rapat koordinasi DJKI dengan Bareskrim Mabes Polri terkait Pembentukan Satgas Ops Penanggulangan Status PWL Indonesia di Bidang KI pada Kamis (12/8).

"Saya mengusulkan Perjanjian Kerja Sama antara DJKI dengan Kabareskrim dalam rangka penindakan pelanggaran KI yang kemudian dilanjutkan dengan pembentukan satgas ops," kata Freddy. (Baca: Urgensi Melindungi Kekayaan Intelektual di Era Pandemi)

Menurutnya, status Indonesia yang masuk dalam PWL merupakan hal penting untuk segera diselesaikan masalahnya. "Penegakan hukum pelanggaran KI seperti pembajakan dan pemalsuan harus berjalan dengan baik," ujar Freddy.

Ia juga menyampaikan keseriusannya agar Indonesia keluar dari daftar PWL yang selama 15 tahun belakangan ini terus menghantui. Status Indonesia dalam PWL ini sangat berdampak secara nasional bahkan global.

Secara nasional, Indonesia akan mengalami kesulitan dalam mendapatkan investor, serta secara global dampaknya Indonesia akan selalu dicap sebagai tempat peredaran barang palsu. Untuk itu, Direktur Penyidikan dan Penyelesaian Sengketa KI, Anom Wibowo mengatakan sebagai upaya mengeluarkan Indonesia dari PWL perlu dibentuknya satgas ops.

"Beberapa upaya satgas ops dalam rangka mengeluarkan Indonesia dari status PWL dengan 5 program antara lain: Pembentukan Permenkumham, Perjanjian Kerja Sama dengan Stakeholder, Pengadaan Alat Penyelidik, Diklat PPNS dan Training, dan Pembentukan Jabatan Fungsional Penyidik," ucap Anom.

Ia juga berharap bahwa penindakan dalam rangka kepastian hukum diharapkan tidak hanya secara fisik, namun juga pada penindakan platform digital. Agar penegakan hukum terkait tindak pidana pelanggaran KI tidak dianggap lemah, Anom berpendapat setiap perkara pidana KI yang sebelumnya hanya dikawal hingga perkara tersebut masuk P21, berharap saat ini dapat mengawal dan mengkoordinasikan perkara tersebut dengan pihak Kejaksaan dan Pengadilan.

Adapun perwakilan dari Bareskrim Polri yang hadir pada rapat koordinasi ini adalah Direktur Tindak Pidana Ekonomi dan Khusus Bareskrim Polri, Brigjen Pol Helmy Santika, S.H., S.I.K., M.Si. beserta jajarannya.

Untuk diketahui, pada 2018 lalu Indonesia dan A merika Serikat (AS) menyepakati rencana kerja hak atas kekayaan intelektual (HAKI). Kesepakatan ini dicapai pada pertemuan bilateral Indonesia-USA Trade and Investment Framework Arrangement (TIFA) ke-17 di Hotel Shangri-La, Jakarta.

Dalam pertemuan TIFA kala itu, Delegasi Indonesia dipimpin Direktur Jenderal Perundingan Perdagangan Internasional, Iman Pambagyo dan Delegasi AS dipimpin Acting Assistant USTR for South East Asia and Pacific, Karl Ehlers. Sedangkan khusus untuk sesi pembahasan HAKI di pertemuan TIFA ke-17 ini, Delegasi Indonesia dikoordinasi oleh Ditjen HAKI Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia dan Delegasi AS dikoordinasi oleh United States Trade Representative (USTR).

Pertemuan itu juga terkait hubungan bilateral Indonesia-AS, sebagai target jangka pendek pemerintah, Indonesia berharap rencana kerja HAKI ini dapat mendorong dikeluarkannya Indonesia dari Priority Watch List (PWL) AS.

Tags:

Berita Terkait