DJKI Jelaskan Beberapa Pokok Perubahan UU Paten
Terbaru

DJKI Jelaskan Beberapa Pokok Perubahan UU Paten

UU Paten memiliki beberapa kelemahan seperti ruang lingkup dari definisi invensi yang sempit, ketidakjelasan lingkup invensi terkait program komputer, pelaksanaan paten oleh pemerintah yang selama ini dibatasi hanya untuk kebutuhan dalam negeri, kebijakan masa grace period yang terlalu singkat.

Fitri Novia Heriani
Bacaan 3 Menit
Direktur Jenderal Kekayaan Intelektual, Min Usihen. Foto: Istimewa
Direktur Jenderal Kekayaan Intelektual, Min Usihen. Foto: Istimewa

Sejak tahun 2022, Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang perubahan kedua atas UU No.13 Tahun 2016 tentang Paten telah masuk ke dalam daftar program legislasi nasional (Prolegnas) tahun 2023 setelah sebelumnya mengalami proses panjang penyusunan naskah akademik dari tahun 2018.

Adanya peningkatan pada kegiatan perdagangan di Indonesia yang disebabkan oleh perkembangan teknologi dari berbagai sektor merupakan salah satu latar belakang perubahan atas UU Nomor 13 Tahun 2016 tentang paten tersebut. Hal ini disebabkan karena paten memiliki hubungan yang erat dengan peningkatan ekonomi dan perdagangan di Indonesia.

Hal tersebut disampaikan oleh Direktur Jenderal Kekayaan Intelektual, Min Usihen, dalam kesempatannya menghadiri undangan Komite II Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia (DPD RI) untuk Rapat Pembahasan RUU tentang perubahan kedua atas Undang-Undang (UU) Nomor 13 Tahun 2016 tentang Paten di Gedung B DPD RI, Jakarta, Selasa (19/3).

Baca Juga:

Menurut Min, paten juga memiliki peran yang sangat penting dalam pengembangan dan pemanfaatan ilmu pengetahuan dan teknologi. Selain itu, adanya perkembangan hukum nasional dan internasional serta upaya meningkatkan efektifitas pelaksanaan sistem paten bagi para pemangku kepentingan, maka diperlukan penyesuaian norma pengaturan di bidang Paten agar dalam penerapannya lebih menjamin kepastian hukum.

“Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2016 tentang Paten perlu diselaraskan dengan perkembangan hukum nasional dan internasional, sehingga perlu diubah,” ujar Mi, dikutip dari laman resmi DJKI.

Min menyadari dalam UU Nomor 13 Tahun 2016 memiliki beberapa kelemahan seperti ruang lingkup dari definisi invensi yang sempit, ketidakjelasan lingkup invensi terkait program komputer, pelaksanaan paten oleh pemerintah yang selama ini dibatasi hanya untuk kebutuhan dalam negeri, kebijakan masa grace period yang terlalu singkat.

Tags:

Berita Terkait