DPR dan Pemerintah Sepakat Rampungkan RUU Pemasyarakatan
Berita

DPR dan Pemerintah Sepakat Rampungkan RUU Pemasyarakatan

RUU Pemasyarakatan dinilai tidak memiliki dasar yang kuat terkait konsep tujuan pemidanaan dan pemasyarakatan, sehingga tidak ada kebutuhan untuk membahas lebih jauh materi materi RUU tersebut.

Rofiq Hidayat
Bacaan 2 Menit

 

“Rencananya rapat konsinyering bersama Panja DPR bakal digelar pada 10 s.d. 12 Juli 2019 mendatang. Kita bahas di internal dulu. Kita mau selesai segera,” lanjutnya.

 

Dia mengatakan Komisi III DPR telah berkomitmen menyelesaikan RUU Pemasyarakatan dengan waktu yang tersisa. Intinya, melalui RUU Pemasyarakatan, DPR berupaya membenahi pengelolaan lapas menjadi lebih baik. Termasuk berbagai pembenahan di berbagai lini terkait pembinaan warga binaan.

 

Seperti diketahui, RUU Pemasyarakatan masuk dalam daftar Program Legislasi Nasional (Prolegnas) Prioritas 2019 nomor urutan 34 yang merupakan usul inisiatif pemerintah.

 

Kelemahan RUU Pemasyarakatan

Terpisah, Direktur Eksekutif Institute for Criminal Justice Reform (ICJR) Anggara Suwahju menilai RUU Pemasyarakatan terdapat beberapa kelemahan. Pertama, RUU Pemasyarakatan idelanya dibahas dan dibentuk pasca Indonesia telah matang dalam menentukan arah pemidanaan dalam Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RKUHP). Faktanya, RKUHP belum rampung dibahas, malah masih banyak kritik materi muatannya.

 

Menurutnya, persoalan pemasyarakatan bakal terjawab setelah RKUHP disahkan menjadi “kitab suci” hukum pidana nasional. Sebaliknya, tanpa adanya KUHP terbaru, arah pemasyarakatan tidak akan jelas. RUU Pemasyarakatan juga dinilainya tidak memiliki dasar yang kuat terkait konsep tujuan pemidanaan dan pemasyarakatan karena RKUHP mengenalkan konsep restorative justice dengan menekankan pada pemulihan keadilan.

 

“RUU Pemasyarakatan justru masih sangat kental dengan pola pembinaan dalam Lapas. Jadi, RUU ini lebih tepat disebut RUU Lapas daripada RUU Pemasyarakatan,” ujarnya.

 

Kedua, RUU Pemasyarakatan tidak menjawab persoalan di luar lapas yang minim perhatian. Misalnya, pola koordinasi pengawasan dan pembinaan pidana alternatif. Seperti, pidana bersyarat dengan masa percobaan tidak terjawab; kewenangan penelitian kemasyarakatan secara lebih jelas. “Balai Pemasyarakatan (Bapas) dalam RUU Pemasyarakatan masih menjadi prioritas kedua. Padahal, Bapas menjadi masa depan pemasyarakatan di Indonesia,” sarannya.

Tags:

Berita Terkait