DPR Kawal Kasus Penembakan 6 Laskar FPI
Berita

DPR Kawal Kasus Penembakan 6 Laskar FPI

Komisi III DPR mendukung peristiwa penembakan enam anggota FPI diselidiki oleh Komnas HAM atau tim independen. Muhammadiyah menilai peristiwa ini telah mengabaikan prinsip penanganan perkara, sehingga diperlukan pemeriksaan terhadap 6 petugas kepolisian yang melakukan penyelidikan beserta atasan yang bertanggung jawab.

Rofiq Hidayat
Bacaan 3 Menit

Anggota Komisi III lain, Arsul Sani sependapat dengan Sahroni dan Syafii. Dia menyesalkan peristiwa penembakan tersebut. Menurutnya, penyelidikan kasus penembakan yang diduga melibatkan personil kepolisian ini dilakukan oleh tim independen. Komnas HAM yang memiliki mandat UU perlu melakukan penyelidikan terhadap peristiwa tersebut. “Apalagi ini menyangkut hak dan kelangsungan hidup manusia, warga negara,” ujarnya.

Politisi Partai Persatuan Pembangunan itu melanjutkan Komnas HAM harus menjalankan kewenangan penyelidikan secara independen tanpa prasangka baik kepada anggota Polri yang terlibat ataupun terhadap anggota FPI yang menjadi korban atau yang masih hidup.  Sikap ini penting untuk menegakan keadilan bagi masyarakat.

Dia mengimbau agar masyarakat tetap tenang dan tidak menjadikan peristiwa ini sebagai komoditas politik yang justru menambah kegaduhan. Dia mempersilakan kritik terhadap pemerintah di tengah negara demokrasi. “Tetapi kritik tersebut tidak dilakukan dengan cara-cara yang bisa menumbuhkan kebencian antar golongan dan membelah masyarakat kita,” harapnya.

Mempertanyakan prosedur penyelidikan

Terpisah, Pimpinan Pusat Muhammadiyah Bidang Hukum dan HAM, Kebijakan Publik, Busyro Muqoddas mempertanyakan prosedur penyelidikan kepolisian yang diawali informasi adanya pengerahan massa terhadap pendukung Habib Rizieq Shihab (HRS) dan perlu dijelaskan secara terbuka ke publik. Menjadi lebih baik bila disertai penyerahan seluruh dokumen ke Komnas HAM atau tim independen untuk dinilai apakah penerapan prosedur penyelidikan Tim Polda Metro Jaya telah benar, tepat, dan terukur sesuai SOP yang berlaku.

“Anggota kepolisian yang terlibat dalam keadaan operasi tertutup tanpa seragam dan tanda pengenal, perlu dijelaskan, apakah jenis kegiatan tersebut masuk kategori penyelidikan atau kegiatan intelijen di luar proses penegakan hukum yang benar?”

Mantan pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) itu menilai perbedaan jenis kegiatan penyelidikan dan kegiatan operasi intelijen menjadi penting untuk dapat menilai ketepatan penggunaan kekuatan senjata api dalam perkara tersebut. Sekaligus umengukur kejelasan hasil pengamatan intelijen yang diperoleh kepolisian. “Merujuk pada peristiwa penembakan ini, perlu dievaluasi terhadap pola penanganan penggunaan senjata api oleh pihak kepolisian dan olah Tempat Kejadian Perkara (TKP),” ujarnya.

Muhammadiyah, kata Busyro, menyayangkan seolah tak ada upaya sesuai ketentuan yang berlaku dalam pengolahan dan pengamanan TKP. Bila peristiwa ini dianggap polisi sebagai bagian dari penyelidikan, semestinya mengikuti prosedur penyelidikan. Bila terjadi hambatan, penyelidik dapat melaporkan kejadian tersebut sesuai prosedur pengamanan TKP sebagai langkah awal pembuktian adanya dugaan tindak pidana penyerangan terhadap petugas kepolisian, bukan sebaliknya malah asal main tembak.

“Peristiwa ini telah mengabaikan prinsip penanganan perkara, sehingga diperlukan pemeriksaan terhadap 6 petugas kepolisian yang melakukan penyelidikan beserta atasan yang bertanggung jawab. Penjelasan Kapolda Metro Jaya melalui media atas peristiwa itu menunjukkan sikap defensif dan sepihak dari Kepolisian,” katanya.

Tags:

Berita Terkait