DPR Klaim Tak Ada Penyelundupan Pasal dalam Draf UU Cipta Kerja
Berita

DPR Klaim Tak Ada Penyelundupan Pasal dalam Draf UU Cipta Kerja

Draf final UU Cipta Kerja dengan 812 halaman resmi dilayangkan ke Presiden Joko Widodo pada Rabu (14/10) ini untuk kemudian dimuat dalam lembaran negara. Terlepas ditandatangani atau tidak oleh Presiden dalam waktu 30 hari, UU Cipta Kerja akan tetap berlaku.

Rofiq Hidayat
Bacaan 3 Menit

“Apabila ada pihak yang menuding ada selundupan pasal dan ayat kami persilakan lapor dan uji ke MK,” ujarnya.

Mantan Ketua Komisi III DPR periode 2014-2019 itu memastikan semua pembicaraan hingga interupsi dalam pembahasan tercatat dalam notulensi dan terekam audio. Mulai tingkat rapat kerja; rapat panja; rapat dengar pendapat umum; rapat tim perumus dan singkronisasi hingga rapat paripurna. Karena itu, Aziz yakin Baleg dan anggota Panja dalam pembahasan dan pengambilan keputusan tingkat pertama dan proses merapikan typo dan editing berdasarkan aturan dan sumpah jabatan.

“Sesuai sumpah jabatan, kami tidak berani dan memasukan selundupan pasal. Itu sumpah jabatan kami. Karena itu, tindak pidana kalau ada selundupan pasal,” tegasya.

Lantas apakah draf mana yang disetujui dalam rapat paripurna apakah draf 1028, 1035, 905, atau 812? Aziz berdalih draf RUU Cipta Kerja yang disetujui dalam paripurna merupakan naskah yang dikirimkan Baleg. Lantas bagaimana bisa anggota dewan tak menerima draf sebagaimana yang dikirimkan Baleg dalam rapat paripurna, Aziz beralasan Sekretariat Jenderal (Sekjen) DPR memerlukan waktu untuk merapikan dan mencetak terlebih dahulu.

Lagi pula, kata Aziz, anggota dewan dapat mengunduh draf UU Cipta Kerja pada aplikasi e-parlemen yang tersedia. Anggota dewan pun dapat mengakses ke Kesetjenan DPR meminta copy draf UU Cipta Kerja. Ke depannya, kata Aziz, anggota dewan bakal dikirimkan draf ke email masing-masing atau mengunduh di aplikasi e-parlemen. “Jadi nanti tidak ada lagi setiap anggota mendapat hard copy UU,” ujarnya.

Ketua Baleg Supratman Andi Agtas mengklaim dalam pembahasan semua anggota Panja RUU Cipta Kerja membahas secara detil dan teliti. Semua fraksi membaca satu per satu setiap pasal yang dibahas melalui daftar inventarisasi masalah (DIM). “Kami semua bekerja membaca satu per satu terhadap materi muatan yang diputuskan di paripurna, dan kami kembalikan ke Kesetjenan,” kata Supratman.

Sebelumnya, peneliti Pusat Studi Hukum dan Kebijakan (PSHK) Indonesia, Muhammad Nur Sholikin menilai upaya perbaikan draf pasca persetujuan menimbulkan ketidakpercayaan masyarakat terhadap proses pembentukan UU Cipta Kerja. Potensi adanya perubahan materi yang sudah disahkan baik ditambah atau dihapus sangat dimungkinkan. Dia menilai, bila terjadi, UU tersebut dapat dinilai menyimpang dari proses formal pembentukan undang-undang.

Menurutnya, perbaikan naskah meskipun sebatas pada redaksi atau pengetikan setelah pengesahan tidak dapat dilakukan. Sebab, UU No.12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan tak mengatur mekanisme tersebut. Karena itu, proses yang tidak akuntabel itulah berakibat pada lemahnya legitimasi keberlakuan UU Cipta kerja.

Tags:

Berita Terkait