Ekosistem Hukum Persaingan Usaha Indonesia: Apakah Masih Ada Ruang Perbaikan?
Kolom

Ekosistem Hukum Persaingan Usaha Indonesia: Apakah Masih Ada Ruang Perbaikan?

Sebuah esai 14 tahun pengamatan penegakan hukum persaingan usaha oleh seorang ekonom.

Bacaan 8 Menit

Patut dihargai usaha pemerintah untuk membuka kesempatan pelaku usaha melakukan konsultasi tertulis sebagaimana diatur dalam Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 57 Tahun 2010 tentang Penggabungan atau Peleburan Badan Usaha dan Pengambilalihan Saham Perusahaan yang Dapat Mengakibatkan Terjadinya Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat (PP 57/2010). Namun demikian, transaksi yang sudah menerima pendapat KPPU dalam rupa penetapan selama proses konsultasi tertulis masih tetap wajib dinotifikasikan kepada KPPU setelah transaksi efektif. Terkait ini, perlu diapresiasi kebijakan KPPU bahwa penilaiannya atas transaksi dalam proses konsultasi tertulis akan berlaku selama dua tahun sepanjang tidak ada perubahan data sebagaimana yang disampaikan oleh para pihak ataupun kondisi pasar.

Masih terkait dengan penanganan penilaian merger, Penulis pada butir keenam pengamatannya melihat bahwa kebijakan KPPU untuk mengadakan prosedur penilaian sederhana sangat dihargai. Hal ini memungkinkan pelaku usaha untuk mendapatkan pendapat KPPU dengan waktu yang jauh lebih cepat dari prosedur normal, yaitu paling lambat 74 hari kerja dalam prosedur penilaian sederhana dibandingkan dengan 160 hari kerja untuk prosedur penilaian biasa. Namun sayangnya, sampai saat ini Penulis belum melihat implementas praktis dari prosedur penilaian sederhana ini.

Ketujuh, Penulis hendak menyoroti kewajiban notifikasi merger yang sejak keluarnya Perkom 3/2019 juga mencakup transaksi akuisisi aset. KPPU mendasarkan cakupan transaksi aset dengan pemahaman bahwa transaksi perpindahan aset merupakan transaksi pengambilalihan yang dipersamakan dengan aset. Namun demikian, jika kita merujuk pada Pasal 29 UU 5/1999 maupun ketentuan pada PP 57/2010, jelas transaksi yang menimbulkan kewajiban notifikasi kepada KPPU setelah tanggal efektifnya hanyalah transaksi yang berbasis saham. Oleh karenanya, transaksi bukan berdasarkan saham seharusnya tidak dijadikan dasar adanya kewajiban notifikasi kepada KPPU.

Dari adanya praktik anti persaingan dan penyalahgunaan posisi dominan, selain situasi persaingan di antara para pelaku usaha yang saling bersaing dalam pasar bersangkutan yang akan terdampak juga adanya potensi tereksploitasinya konsumen. Oleh karenanya, pada butir kedelapan Penulis berpendapat bahwa pengawasan persaingan usaha dan perlindungan konsumen adalah dua mata sisi dari satu koin yang sama. Seiring dengan berkembangnya teknologi digital, penggunaan data raksasa, kecerdasan buatan dan algoritma, yang terkait langsung dengan perlindungan konsumen atas penggunaan data pribadinya, Penulis menilai ini adalah saat yang tepat bagi para pemangku kepentingan untuk mendudukkan pengawasan persaingan usaha dan perlindungan konsumen dalam satu badan pengawas yang sama. Yurisdiksi lain di benua Amerika, Eropa. Australia dan bahkan di negara-negara tetangga, yaitu Singapura dan Malaysia sudah menggunakan pendekatan ini selama beberapa waktu. 

Dari sisi kartel, regulator persaingan usaha di berbagai negara sering menghadapi kesulitan untuk menemukan bukti adanya kolusi antar pelaku usaha tersebut. Oleh karenanya, diadakanlah program leniensi sebagai salah satu solusi yang cukup efektif. Melalui program leniensi ini, pelaku usaha yang sadar dirinya terlibat kartel dapat langsung melaporkan adanya kartel tersebut. Dengan melakukan ini, pelaku usaha yang melaporkan pertama kali dan dapat memberikan bukti yang substansial dapat memanfaatkan pengurangan denda sampai sebesar 100 persen. Pelaku usaha kedua, ketiga, atau seterusnya yang mengakui keterlibatannya atas kartel tersebut masih dimungkinkan untuk mendapatkan pengurangan denda meskipun tidak sampai 100 persen. Melihat hasil yang cukup efektif dengan adanya program leniensi di yurisdiksi lain, sebagai butir pengamatan kesembilannya, Penulis berharap program leniensi juga dapat menjadi salah satu prioritas dalam rencana amandemen UU 5/1999.

Pemangku Kepentingan

Selain faktor amandemen regulasi, perlu ada faktor lain yakni para pemangku kepentingan. UU Persaingan Usaha mengawasi seluruh sektor tanpa terkecuali. Oleh karenanya, adalah lazim jika para pemangku kepentingan berharap agar KPPU dapat lebih membuka diri dengan menyosialisasikan cara berpikirnya, pertimbangan-pertimbangannya dalam memutuskan perkara, memberikan pendapat atas suatu transaksi dengan pengunggahan secara berkala atas seluruh putusan, maupun pendapat KPPU atas perkara maupun transaksi yang dianalisisnya. Dengan demikian, dokumen-dokumen tersebut dapat menjadi suatu sumber ilmu untuk pengembangan hukum persaingan usaha.

Selain itu, pemangku kepentingan juga berharap KPPU dapat berkoordinasi secara berkala dan rutin dengan regulator, kementerian sektoral, maupun institusi lainnya, seperti dengan Bank Indonesia, Otoritas Jasa Keuangan, Kementerian Komunikasi dan Informatika, Lembaga Penjamin Simpanan, Badan Perlindungan Konsumen Nasional, Dewan Akuntansi Keuangan (DSAK). Mengingat KPPU berhubungan dengan pelaku usaha, pemahaman KPPU terkait laporan keuangan, faktor-faktor yang mempengaruhi pencatatan laporan keuangan, pergerakan dan pertimbangan pelaku usaha dalam pencatatan keuangannya menjadi salah satu hal yang wajib dipahami dengan benar oleh KPPU. Jangan sampai KPPU menganggap bahwa perubahan cara pencatatan salah satu akun buku besar, atau cara pencatatan amortisasi royalti di awal dibandingkan dengan pencatatan amortisasi royalti dengan menggunakan straight line method tidak akan berpengaruh pada nilai penjualan ataupun laba yang dicatat pada laporan keuangan perusahaan. Harapannya adalah dengan koordinasi yang baik inter-regulasi, maka kebijakan KPPU pun akan berpengaruh positif terhadap iklim usaha.

Halaman Selanjutnya:
Tags:

Berita Terkait