Empat Hal Ini Perkuat Pondasi Ketahanan Siber
Utama

Empat Hal Ini Perkuat Pondasi Ketahanan Siber

Menurut Edmon, isu krusial dalam RUU Keamanan dan Ketahanan Siber adalah seberapa lama waktu yang dibutuhkan negara untuk mengenali serangan/ancaman siber dan menangkal/memulihkan kondisinya seperti semula.

Rofiq Hidayat
Bacaan 2 Menit

 

Kepala Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN) Letnan Jenderal (Purn) Hinsa Siburian meminta agar RUU KKS agar dapat segera dilakukan pembahasan dan kemudian disahkan menjadi UU. “Untuk mewujudkan tujuan nasional, RUU KKS sangat perlu. RUU KKS telah disampaikan ke pemerintah. Kami memiliki kepentingan RUU tersebut dapat segera disahkan,” kata dia.

 

Prinsipnya, kata dia, BSSN menyambut baik keberadaan RUU KKS karena selama ini terjadi kekosongan hukum dalam aspek tata kelola keamanan siber di tingkat UU. Meski terdapat UU No.36 Tahun 1999 tentang Telekomunikasi dan UU No.19 Tahun 2016 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik, namun keduanya dinilai tidak memadai dalam upaya menjamin keamanan dan ketahanan siber. “Kedua UU itu memiliki fokus pengaturan yang berbeda,” tuturnya.

 

Menurutnya, RUU KKS ini bakal menjadi pelengkap dari pranata cyber law di Indonesia. Dengan begitu, adanya dasar hukum yang kuat dan lengkap, penyelenggaraan keamanan dan ketahanan siber akan semakin baik dalam memperkuat ketahanan nasional. Sebab, ancaman siber dapat membahayakan keberlangsungan kehidupan berbangsa dan bernegara termasuk mengancam perekonomian nasional.

 

Baginya, secara teknis dunia siber merupakan arsitektur bersifat global (lintas negara). Namun, dampak pemanfaatannya terhadap aspek politik, sosial, budaya, pertahanan dan keamanan nasional sangat besar. Karena itu, perlu adanya aturan dan tata kelola dalam keamanan serta ketahanan siber nasional.

 

Mengenali serangan

Pakar Hukum Telematika Edmon Makarim mengatakan isu krusial dalam RUU Keamanan dan Ketahanan Siber adalah seberapa lama waktu yang dibutuhkan negara untuk mengenali serangan/ancaman siber dan memulikan keadaan/situasinya seperti semula. "Kalau negara kena serangan, seberapa cepat pulih kembali daya tahan dan daya tangkalnya. Dengan RUU ini bagaimana bisa berkolaborasi, seberapa cepat mampu mengenal serangan tadi dan memulihkan demi kepentingan bangsa dan negara," kata dia.

 

Namun, soal penyadapan dapat menjadi ancaman, kata dia, penyadapan dalam RUU KKS tidak menjadi isu krusial. Sebab, kalau dicari kata "penyadapan" dalam RUU itu tidak akan ketemu. Akan tetapi, setiap penyampaian informasi pasti ada sinyal (signal) dan sandi (coding), serta dalam konteks penyadapan biasanya ada garis miring (/) intersepsi. “Isu penyadapan hampir ada di semua UU terkait kewenangan penyidikan," kata Edmon dalam kesempatan yang sama.

 

Dekan Fakultas Hukum UI ini menegaskan penyadapan kewenangan penyidikan dalam proses penegakan hukum. Yang pasti, kata Edmon, bicara soal penyadapan terdapat dua kepentingan yakni kepentingan penegakan hukum dan kepentingan keamanan nasional yang keduanya sama-sama harus dilindungi oleh negara. "Bagaimana penyadapan dilakukan? Kalau dia harus jadi alat bukti, pasti perlu ada kekuasaan kehakiman (pengadilan). Tetapi, kalau hanya untuk pemantauan semestinya tidak," katanya.

Tags:

Berita Terkait