Empat RUU Ini Mandek, Kemajuan HAM Dinilai Belum Substantif
Berita

Empat RUU Ini Mandek, Kemajuan HAM Dinilai Belum Substantif

Meliputi RUU Penghapusan Kekerasan Seksual, RUU Pekerja Rumah Tangga, RUU Ratifikasi Konvensi Internasional Perlindungan Semua Orang Dari Kejahatan Penghilangan Paksa, dan RUU Masyarakat Hukum Adat.

Ady Thea DA
Bacaan 3 Menit

Keempat, RUU Masyarakat Hukum Adat. Hafiz mengatakan sampai sekarang pemerintah belum menyusun UU untuk perlindungan dan pengakuan masyarakat hukum adat. Padahal konstitusi secara tegas mengakui masyarakat hukum adat sebagai bagian dari masyarakat Indonesia yang perlu mendapatkan perlindungan khusus. Absennya UU Masyarakat Hukum Adat menimbulkan banyak persoalan, seperti sengketa tanah.

Alih-alih menuntaskan 4 RUU tersebut, Hafiz menyebut pemerintah dan DPR justru mendorong sejumlah RUU yang bertentangan dengan HAM, seperti RUU Ketahanan Keluarga, RKUHP, dan menerbitkan UU No.11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja. UU Cipta Kerja bertolak belakang dari agenda HAM dan menandakan kemunduran komitmen Indonesia untuk menerjemahkan nilai-nilai HAM di ranah bisnis.

“UU Cipta Kerja memberi angin segar bagi pengusaha untuk mengeksploitasi buruh, sumber daya alam, dan lingkungan tanpa mengindahkan HAM,” tegasnya.

Tak ketinggalan, Hafiz berpendapat UU Cipta Kerja menghapus skema perlindungan terhadap kelompok rentan dan marjinal. Hal ini terlihat dari perubahan ketentuan amdal, perubahan aturan dalam UU Ketenagakerjaan yang merugikan buruh, dan memperkuat campur tangan negara pada kebebasan sipil yang seharusnya dihormati. Atas dasar itu, Hafiz menilai kemajuan HAM di Indonesia belum substantif.

Sebelumnya, Komisioner Komnas HAM, Beka Ulung Hapsara, menjelaskan secara global HAM terus berkembang mengikuti zaman. Misalnya, saat ini berkembang keamanan digital dan hak privat atas data. Selain mengalami kemajuan dan perkembangan, pelaksanaan HAM global juga menghadapi tantangan seperti konflik dan perang di sebagian negara terutama di wilayah timur tengah. Selain perang “fisik,” sekarang juga berkembang ancaman perang yang lebih canggih yakni digital di dunia maya.

Perkembangan HAM di Indonesia, menurut Beka juga menghadapi tantangan misalnya soal kesetaraan, kemanusiaan, keadilan, dan kelompok minoritas. Kebebasan berekspresi juga menjadi sorotan belakangan ini. Beka mengingatkan sekalipun kebebasan berekspresi dijamin konstitusi, tapi ada batasnya yakni tidak merendahkan martabat manusia seperti fitnah, hoax, SARA, dan membahayakan keamanan negara.

Tantangan lain yang penting menjadi perhatian menurut Beka yakni berasal dari penyelenggara negara. Dia menilai penyelenggara negara belum menjadikan HAM sebagai dasar dalam pelaksanaan program dan kebijakan pemerintah. Terkait pengaduan, periode Januari-Agustus 2020, Komnas HAM menerima 1.792 pengaduan. Lembaga yang paling banyak diadukan yakni Polisi, perusahaan/korporasi, dan pemerintah daerah (pemda).

“Polisi paling banyak dilaporkan karena mereka garda terdepan keamanan dan penegakan hukum sehingga mereka sering berhadapan dengan masyarakat,” katanya.

Tags:

Berita Terkait