English Club untuk Hakim Agama
Jeda

English Club untuk Hakim Agama

Sekitar 30 hakim dan calon hakim Pengadilan Agama rutin menggelar diskusi menggunakan bahasa Inggris setiap bulannya.

Ali
Bacaan 2 Menit

 

Meski begitu, para hakim ini tetap setia menghadiri kegiatan tersebut. Cholil mencatat anggota resmi English Club mencapai 20 hingga 30 orang. “Kami mendapat dukungan dari Dirjen Badilag. Ini menjadi semacam komunitas informal,” jelasnya lagi.

 

English Club ini awalnya dilaksanakan setiap bulan. Namun, berubah menjadi dua bulan sekali setelah ada Arabic Club. “Jadi, setiap bulan, diselang-seling antara English Club dan Arabic Club. Kita juga mengundang pembicara yang native dalam bahasa Arab. English Club ini sudah berjalan tujuh kali pertemuan,” jelas Cholil.

 

Tak Hanya Hukum

Topik yang dibahas tak melulu isu hukum atau peradilan. Misalnya, seperti sesi English Club yang dihadiri oleh hukumonline. Niklas Evander, yang tampil sebagai pembicara, mendiskusikan persoalan politik di dunia. Dari persoalan sistem pemilihan, sistem partai politik, sampai ke isu demokrasi dan monarki.

 

Meski  membicarakan isu-isu politik, para hakim pengadilan agama ini tak mau ketingalan untuk mengkaitkan dengan peradilan. Salah seorang peserta dari Pengadilan Agama Lampung menyatakan korelasi antara politik dan peradilan. “Apa kaitannya antara politik dan peradilan agama? Bila partai politik yang berpaham sekuler (memisahkan antara negara dan agama,-red), bagaimana nasib pengadilan agama?” tanyanya.

 

Niklas pun menjelaskan kaitan antara politik dan peradilan agama memang sangat erat. Di sejumlah negara sekuler memang tak dikenal pengadilan agama. “Termasuk di negara saya, Swedia,” ujarnya. Karenanya, ia mengatakan setiap warga negara, termasuk hakim, harus tetap mencermati isu-isu di dunia politik.

Tags: