Esensi Mendaftarkan Hak Cipta bagi Kalangan Penulis dan Publisher
Terbaru

Esensi Mendaftarkan Hak Cipta bagi Kalangan Penulis dan Publisher

Meski hak cipta bersifat melekat secara otomatis dengan pencipta, tetapi penegasan kepemilikan hak cipta dengan mendaftarkannya ke DJKI menjadi langkah yang dinilai esensial sebagai upaya mitigasi terjadi masalah hukum ke depannya.

Ferinda K Fachri
Bacaan 4 Menit

Berdasarkan pengalamannya menangani kasus, para pihak bersengketa tidak mendaftarkan hak cipta kepada DJKI yang ternyata berujung dengan proses yang lama. Berbeda halnya jika sedari awal salah satu pihak sudah mendaftarkan hak ciptanya. Lebih memudahkan dalam membuktikan kepemilikan dari karya dan tidak dapat diakui lagi oleh pihak-pihak tidak bertanggung jawab.

Sedangkan untuk pencipta seperti dituangkan dalam Pasal 1 angka 2 UU Hak Cipta sebagai seorang atau beberapa orang yang secara sendiri-sendiri atau bersama-sama menghasilkan suatu ciptaan yang bersifat khas dan pribadi. Sebuah karya tulis bisa saja dibuat oleh lebih dari satu orang, namun tetap ditentukan pemegang hak cipta dengan tidak mengurangi hak cipta pihak lainnya.

“Nah, kalau ciptaan ini berarti setiap hasil karya cipta di bidang ilmu pengetahuan, seni, dan sastra yang dihasilkan berdasarkan inspirasi, kemampuan, pikiran, imajinasi, kecekatan, keterampilan, alau keahlian yang diekspresikan dalam bentuk nyata. Ciptaan itu harus real. Tidak bisa sebatas ide,” lanjutnya.

Sebagai pemilik dari hak cipta, Reza menuturkan adanya 2 hak yang melekat pada penciptanya yakni hak moral dan hak ekonomi. Hak moral menjadi hak yang melekat abadi pada diri pencipta untuk mencantumkan dan tidak mencantumkan, menggunakan nama alias, mengubah ciptaannya, mengubah judul ciptaan, dan mempertahankan haknya.

Sedangkan, hak ekonomi menjadi hak eksklusif pencipta atau pemegang hak cipta dalam memperoleh manfaat ekonomi. “Intinya, hak moral itu melekat pada penciptanya dan berlaku tanpa batas waktu. Kalau hak ekonomi untuk mengkomersialisasikan karya-karyanya dan ini berlaku selama hidup pencipta dan terus berlangsung selama 70 tahun setelah pencipta meninggal dunia,” sambung Reza.

Sesuai Pasal 9 ayat (1) UU Hak Cipta, hak ekonomi yang dimiliki pencipta atau pemegang hak cipta, maka dapat melakukan penerbitan ciptaan; penggandaan ciptaan dalam segala bentuknya; penerjemahan ciptaan; pengadaptasian, pengaransemenan, atau pentransformasian ciptaan; pendistribusian ciptaan atau salinannya; pertunjukan ciptaan; pengumuman ciptaan; komunikasi ciptaan; dan penyewaan ciptaan.

“Harus diketahui hak moral tidak dapat dialihkan selama pencipta masih hidup. Tetapi pelaksanaan hak tersebut dapat dialihkan dengan wasiat atau sebab lain sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan setelah pencipta meninggal dunia,” ucapnya.

Tags:

Berita Terkait