FH UNPAR Sukses Gelar Konferensi Hukum Perdata Internasional Bersama HCCH
Terbaru

FH UNPAR Sukses Gelar Konferensi Hukum Perdata Internasional Bersama HCCH

Indonesia didukung untuk menjadi anggota The Hague Conference on Private International Law (HCCH). Tujuannya demi mendorong pembaharuan hukum perdata internasional dalam hukum nasional Indonesia.

Normand Edwin Elnizar
Bacaan 3 Menit
Narasumber dalam konferensi hukum perdata internasional berjudul 'The Role of the Hague Conference on Private International Law (HCCH) in the Private International Law Development in Indonesia' di FH UNPAR, Rabu (9/8/2023). Foto: Istimewa
Narasumber dalam konferensi hukum perdata internasional berjudul 'The Role of the Hague Conference on Private International Law (HCCH) in the Private International Law Development in Indonesia' di FH UNPAR, Rabu (9/8/2023). Foto: Istimewa

Fakultas Hukum Universitas Katolik Parahyangan (FH UNPAR) sukses jadi tuan rumah konferensi hukum perdata internasional. Konferensi internasional sehari berjudul "The Role of the Hague Conference on Private International Law (HCCH) in the Private International Law Development in Indonesia" itu digelar Rabu 9 Agustus 2023 lalu bekerja sama dengan Asosiasi Pengajar dan Pemerhati Indonesia untuk Hukum Perdata Internasional (APPIHPI).

“Saya harap para peserta menikmati konferensi ini dan produktif menjalaninya. Kami merasa terhormat bisa menyambut Anda semua,” kata Dekan FH UNPAR, Liona Nanang Supriatna dalam sambutan pembuka yang disiarkan melalui kanal YouTube FH UNPAR. Konferensi ini membedah salah satu wadah kerja sama penting dalam bidang Hukum Perdata Internasional yaitu The Hague Conference on Private International Law (HCCH).

Baca Juga:

HCCH merupakan suatu organisasi intenasional di bidang hukum perdata internasional. Organisasi ini terbagi dalam tiga bidang kerja. Pertama, Civil Procedure & Legal Cooperation. Kedua, Family Law & Child. Ketiga, Commercial Law & Finance Law.

Wadah organisasi ini diyakini FH UNPAR dan APPIHPI sebagai yang paling relevan untuk menopang instrumen hukum perdata internasional di Indonesia. Salah satu sebabnya karena instrumen rujukan utama hukum perdata internasional di Indonesia masih bergantung pada hukum peninggalan masa kolonial Belanda. 

Sumber hukum utama untuk menyelesaikan perkara hukum perdata internasional (perkara yang memiliki sifat transnasional dan memiliki unsur asing) adalah Pasal 16-18 Algemene Bepalingen van Wetgeving voor Indonesië (Peraturan Umum Mengenai Perundang-undangan untuk Indonesia). Regulasi ini dibuat pada tahun 1847. “Jelas peraturan ini sudah sangat tua dan memerlukan pembaharuan,” demikian tertulis dalam siaran pers FH UNPAR yang diterima Hukumonline.

Sebenarnya sudah ada berbagai pengaturan baru yang isinya berkaitan dengan hukum perdata internasional. Namun, pengaturan itu masih tersebar di berbagai aturan sektoral antara lain dalam Pasal 56 UU No.1 tahun 1974 tentang Perkawinan. Saat ini Indonesia masih merancang RUU Hukum Perdata Internasional Indonesia. FH UNPAR pun menilai RUU itu masih tidak cukup mengakomodasi semua perbuatan dan hubungan hukum transnasional yang jumlahnya sangat banyak.

Halaman Selanjutnya:
Tags:

Berita Terkait