Fungsi Pengawasan BI dan BPK Diusulkan untuk Dihilangkan
Berita

Fungsi Pengawasan BI dan BPK Diusulkan untuk Dihilangkan

Jakarta, hukumonline. Bank Indonesia (BI) dan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) harus siap-siap menerima pil pahit. Kewenangan kedua lembaga ini bakal terpangkas bila usulan fungsi pengawasan BI dan BPK disetujui untuk dicabut dicabut.

Ifa/APr
Bacaan 2 Menit
Fungsi Pengawasan BI dan BPK Diusulkan untuk Dihilangkan
Hukumonline

Usulan untuk menghilangkan fungsi pengawasan BI dan BPK ini mengemuka pada rapat Komisi A pada Senin (14/8). Rapat yang dimulai sekitar pukul 09.00 tersebut membahas hal-hal mengenai fungsi dan tugas Bank Indonesia (BI), tentang keuangan dan keterkaitannya dengan DPD, dan mengenai BPK berikut pertanggungjawabannya.

Dalam pembahasan mengenai Bank Indonesia, Rizal Daniel dari Fraksi Reformasi mengatakan, bahwa sebenarnya fungsi bank sentral itu hanya dua, yaitu menjaga stabilitasi harga dan menjaga nilai inflasi.

Oleh karena itu ia mengusulkan bahwa pertama, fungsi pengawasan harus dipisahkan dari bank sentral sesuai Undang-Undang 23 tahun 1999; kedua; pasal 23d diusulkan berbunyi, "negara Republik Indonesia memiliki satu bank sentral yang independen, yang susunan kedudukan dan kewenangannya diatur dengan Undang-Undang".

Usul Rizal terhadap pasal 23d tersebut bermaksud mengubah redaksional dari naskah rancangan perubahan kedua UUD 1945, yang aslinya terdiri dari dua ayat, yaitu (1) Negara Republik Indonesia mempunyai satu bank sentral yang independen yaitu Bank Indonesia yang berwenang mengeluarkan dan mengedarkan mata uang. (2) Susunan, kedudukan dan kewenangan lainnya diatur dengan undang-undang.

Saat rapat membahas mengenai BI ini, Alihardi Kiaidemak, SH dari Fraksi PPP berpendapat bahwa ia setuju dengan rumusan Pasal 23d, alternatif. "Itu paling sesuai dan paling memadai. Bank sentral itu harus independen", katanya.

Seto Hariyanto dari Fraksi PDKB, dalam usulannya mengenai pasal 23d (1) untuk alrternatif 2 mengatakan bahwa kata-kata Bank Indonesia sebaiknya dihapuskan. Ia mengatakan tidak perlu ada kekhawatiran akan adanya otoritas lain selain bank sentral.

Suwitno dari Fraksi TNI/Polri setuju dengan pendapat Fraksi Reformasi mengenai fungsi BI untuk menjaga stabilisasi harga dan mata uang. Namun demikian, ia tidak setuju dengan Fraksi Reformasi mengenai fungsi pengawasan BI. "BI harus punya fungsi pengawasan," ujarnya.

Badan Pemeriksa Keuangan

Dalam Rancangan Perubahan kedua UUD 1945, Pasal mengenai Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) diatur dalam bab tersendiri yaitu dalam Bab VIIA, Pasal 23e. Rizal Daniel dari Fraksi Reformasi mengusulkan bahwa BPK cukup sebagai satu-satunya lembaga pemeriksa. "BPK tidak usah mempunyai fungsi pengawasan," kata Rizal.

Senada dengan Rizal, Nur Iskandar dari F-PKB mengatakan bahwa ada kerancuan dari Pasal 23e ayat 2. "Sebaiknya BPK adalah satu-satunya lembaga yang eksternal. Kata-kata sebagai pengawas sebaiknya dihilangkan", usul Nur Iskandar. "Yang bertindak sebagai pengawas adalah Dewan Perwakilan Rakyat," tambahnya lagi.

Isi rancangan pasal 23e UUD perubahan kedua tersebut selengkapnya adalah sebagai berikut : (1) BPK adalah lembaga negara yang bebas dari pengaruh pemerintah dan lembaga negara lainnya, yang bertugas mengawasi dan memeriksa pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara. (2) BPK merupakan satu-satunya lembaga pengawas dan pemeriksa keuangan negara , yang berkedudukan di ibu kota negara dan memiliki perwakilan di ibu kota propinsi. (3) Hasil pengawasan dan pemeriksaan atas pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara diserahkan kepada Dewan Perwakilan Rakyat dan Dewan Perwakilan Daerah.

Pasal mengenai HAM

Pada Akhir rapat komisi A, pimpinan sidang Hamdan Zoelva mebacakan hasil lobi yang dilakukan pimpinan fraksi dan pimpinan komisi, yang dilakukan sejak Minggu malam (13/8) hingga pukul 04.00 pada hari ini.

Hasil lobi yang dibawa ke rapat pleno komisi A tersebut adalah bab mengenai masalah kewarganegaraan dan penduduk. Hal ini sudah didapat persetujuan dalam rapat tersebut. Lalu mengenai masalah HAM, rapat menyetujui dengan beberapa perubahan.

Perdebatan terjadi saat membahas Pasal 28. Pada Pasal 28 ayat (2) disebutkan bahwa dalam menjalankan hak dan kebebasannya terdapat batasan-batasan yang harus dipatuhi, yaitu batasan moral, keamanan, dan ketertiban umum.

Pada rapat sebelumnya, telah ada usulan terhadap batasan tersebut yaitu batasan nilai-nilai agama. Namun kelihatannya usulan tersebut "terlupakan" saat lobi yang dilakukan antara pemimpin komisi dan pemimpin fraksi. Pada rapat komisi ini, AM. Luthfi dari Fraksi Reformasi kembali mengusulkan tambahan batasan nilai-nilai agama tersebut. Rapat akhirnya menyetujui penambahan tersebut.

Tags: