Gelar Pembekalan, Ini Pesan bagi Calon Hakim Alumni FH UI
Berita

Gelar Pembekalan, Ini Pesan bagi Calon Hakim Alumni FH UI

Mulai bergantung keteguhannya menegakkan keadilan dan menjaga kejujurannya, tidak tergiur godaan harta benda, mewujudkan keadilan menjadi hal utama, hingga bisa menjadi penggerak perubahan dalam dunia peradilan.

Norman Edwin Elnizar
Bacaan 2 Menit

 

Keluhan umum para alumni karena merasa ragu bisa bertahan dengan beban besar amanah sebagai hakim di tengah buruknya mekanisme rekrutmen hakim yang diwarnai sogok menyogok, hingga jaminan kesejahteraan yang memprihatinkan kala itu. Para alumni FH UI yang menjadi calon hakim tahun 2017 sebelumnya berasal dari beragam latar belakang, yang tersebar di lingkungan peradilan umum, tata usaha negara, dan peradilan agama.

 

Hasil wawancara Hukumonline, diantara calon hakim 2017 alumni FH UI, beberapa tahun sebagai corporate lawyer, in house counsel perusahaan swasta multinasional, peneliti di NGO besar, staf di berbagai kementerian, bahkan tenaga ahli DPR RI. Beberapa mengakui dipastikan pemasukan (gaji/pendapatan) mereka sudah jauh lebih menjanjikan dan dalam tahapan karir yang nyaman. “Ini pengabdian (sebagai hakim),” kata salah seorang diantara mereka yang enggan disebutkan namanya.

 

Pilihan penuh risiko

Salah satu narasumber pembekalan ialah Kepala Badan Pengawasan Mahkamah Agung (MA) pertama yang telah purnabakti, Ansyahrul. Sosok alumni FH UI angkatan 1964 ini adalah salah satu mantan hakim karir dengan integritas teruji hingga akhir jabatannya di MA.

 

Kepada para calon hakim alumni FH UI, dia mengisahkan pengalamannya ketika dihadapkan pada pilihan penuh risiko yang diambilnya puluhan tahun silam saat memutuskan menjadi hakim. “Gaji saat itu hanya 7.000 rupiah, tiket pesawat sekali jalan ke lokasi penempatan pertama saya di Irian Jaya 180.000,” kata dia menceritakan.

 

Ansyahrul diterima menjadi calon hakim pada tahun 1971 dengan masa pengabdian 42 tahun lamanya sebagai hakim. Dia menghabiskan masa tugasnya selama 32 tahun di luar Jakarta. Penugasan pertamanya sebagai hakim di kota Wamena provinsi Irian Jaya (sekarang Papua, red.) berlanjut hingga 10 tahun lamanya setelah itu dipindahkan ke Jayapura.

 

“Saya lulus tahun ‘69, yudisium baru tahun ‘70, Pak Dekan waktu itu, Profesor Sukardono juga mengingatkan kenapa lulusan UI kok kurang yang jadi hakim,” kenangnya di hadapan puluhan alumni FH UI yang tengah menanti tahapan diklat calon hakim Februari mendatang.

 

Ansyahrul mengingat seleksi calon hakim pada tahun ia diangkat adalah seleksi pertama dengan sistem terbuka. Sebelum tahun 1971, calon hakim direkrut dengan cara tertutup dan tidak tertata dengan baik. “Penerimaan calon hakim itu belum tertata seperti sekarang,” kata dia.

Tags:

Berita Terkait