GSP Pailit Akibat Penerbitan Promes
Berita

GSP Pailit Akibat Penerbitan Promes

Jakarta, hukumonline. Pengadilan Niaga kembali dijadikan sarana untuk memperoleh pelunasan utang atas penerbitan surat sanggup (promissory notes). PT Great Star Perdana Indonesia (GSP) dinyatakan pailit oleh Pengadilan Niaga karena tidak bisa melunasi utang yang telah jatuh tempo akibat penerbitan surat sanggup tersebut.

Leo/Apr
Bacaan 2 Menit
GSP Pailit Akibat Penerbitan Promes
Hukumonline

Permohonan pailit diajukan oleh PT. Indo Surya Mega Finance (ISM) selaku pemegang dari surat sanggup yang diterbitkan oleh PT. Great Star Perdana Indonesia melalui kuasa hukumnya, Hanafiah Ponggawa Adnan Bangun Kelana.

Surat sanggup senilai Rp2 miliar tersebut diterbitkan pada 6 Februari 1998 dan jatuh tempo pada 6 Mei 1998. Ada beberapa dalil yang diajukan oleh Termohon melalui kuasanya Beny Ponto, SH dari kantor konsultan hukum Lontoh & Kailimang yang dijadikan dasar keberatan atas permohonan pailit tersebut.

Dalil pertama yang diajukan adalah menyangkut isi Anggaran Dasar GSPI yang menyatakan bahwa untuk penerbitan surat sanggup atau hal-hal lain yang menyangkut pinjam-meminjam uang, direksi harus memperoleh terlebih dahulu izin komisaris. Artinya, sebelum menerbitkan surat sanggup, direksi harus memperoleh izin komisaris.

Surat sanggup

Menanggapi hal tersebut, Majelis Hakim berpendapat bahwa Anggaran Dasar suatu perusahaan hanya mengikat secara intern dan tidak berlaku bagi pihak ketiga. Oleh karena itu perbuatan direksi GSPI dalam hal penerbitan surat sanggup tetap sah dan mengikat, walaupun dilakukan tanpa persetujuan komisaris.

Termohon melalui kuasanya, mempermasalahkan bentuk fisik dari surat sanggup tersebut yang dibuat hanya di atas kertas kop perseroan dan adanya indikasi pemalsuan. Majelis Hakim merujuk pada ketentuan Pasal 174 Kitab Undang-Undang Hukum Dagang (KUHD) untuk menyimpulkan bahwa surat sanggup yang dibuat di atas kertas kop perseroan adalah tetap sah.

Yang setidaknya harus dicantumkan dalam surat sanggup tersebut adalah adanya penyebutan "surat sanggup", pernyataan tak bersyarat untuk membayar sejumlah uang tertentu, dan penunjukkan hari jatuh tempo. Sementara untuk masalah adanya indikasi pemalsuan atas beberapa surat sanggup yang diterbitkan oleh GSP yang telah dilaporkan ke kepolisian, bukti surat sanggup yang diajukan ke persidangan tetap dinyatakan sah oleh Majelis Hakim.

Terakhir, GSP mendalilkan bahwa tidak terbukti ada perikatan pokok antara GSP dengan ISM. Pihak GSP sendiri menyatakan tidak ada penerimaan uang atas penerbitan surat sanggup tersebut. Majelis Hakim berpendapat bahwa dengan ditandatanganinya surat sanggup tersebut, telah terjadi perikatan pokok antara GSP dengan ISM.

Berdasarkan Pasal 177 KUHD disebutkan bahwa penandatanganan surat sanggup adalah sama dengan akseptan surat wesel. Walaupun surat sanggup tidak bisa digolongkan surat pengakuan utang, bisa menjadi alat bukti adanya pinjaman uang karena surat sanggup bisa digolongkan surat tagihan utang. Dengan demikian, terbukti bahwa GSP selaku Termohon memiliki utang terhadap Pemohon.

Untuk membuktikan adanya kreditur lain, Majelis Hakim mendasarkan pada bukti surat konfirmasi dari Bank Mandiri tertanggal 2 Mei 2000 yang diakui oleh Termohon menyatakan bahwa mereka memang memiliki utang kepada Bank Mandiri, tetapi sudah direstrukturisasi.

Berdasarkan hal-hal yang diuraikan tersebut dan dengan mengacu pada ketentuan Pasal 1(1) UUK , Majelis Hakim yang diketuai oleh Erwin Mangatas Malau, S.H menyatakan GSP pailit dengan segala akibat hukumnya. Dalam putusannya ditunjuk pula Munir Fuady, SH selaku kurator dan Syamsudin Manan Sinaga, SH selaku Hakim Pengawas.

 

Tags: