Mindset Advokat Indonesia tentang Pro Bono Harus Diubah
Utama

Mindset Advokat Indonesia tentang Pro Bono Harus Diubah

Sistem pendidikan di fakultas hukum dinilai sejak awal ‘money oriented’ turut bersumbangsih melestarikan kultur para lawyer enggan ber-pro bono.

Hamalatul Qur'ani
Bacaan 2 Menit

 

“Padahal sebetulnya Indonesia butuh lawyer yang pintar dan qualified untuk membantu industri small medium enterprise (UMKM) di Indonesia,” kata Bezaliel.

 

Sepakat dengan Kadri dan Bezaliel, partner pada Firma Hukum Assegaf Hamzah & Partners, Asep Ridwan menyebut memang sistemlah yang perlu diperbaiki, sejak awal advokat magang itulah kesadaran pro bono harus mulai ditumbuhkan. Tak perlu melulu soal pengadilan, kata Ridwan, memberi kesadaran hukum kepada masyarakat seharusnya bisa dikategorikan juga sebagai pro bono.

 

“Sosialisasi seperti menjelaskan soal hak dan kewajiban, bagaimana cara melaporkan perbuatan pidana, perdata dan semacamnya. Dan ini butuh kesadaran advokat untuk melakukan itu,” kata Ridwan.

 

(Baca Juga: Law Firm Korporasi Buka Pintu untuk Layanan Pro Bono)

 

Hanya saja, Pengalaman di AHP, kata Ridwan, bantuan pro bono dilakukan melalui penyaringan yang cukup ketat di tingkat Partner dalam menilai ‘apakah orang ini berhak untuk mendapatkan bantuan hukum atau tidak’. Tujuannya, kata Ridwan, agar tak terjadi pemberian pro bono yang salah sasaran.

 

“Dengan pro bono tepat sasaran, kita ingin ada kepuasan batin saat membantu. Jadi kalau sudah ditentukan kasus pro bono yang mana yang dipilih, kita akan libatkan banyak lawyer untuk bantu. Jadi kalau lawyer yang satu sedang ada deadline kerjaan maka lawyer yang lain bisa handle dulu,” ungkap Ridwan.

 

(Baca Juga: Law Firm Korporasi Buka Pintu untuk Layanan Pro Bono)

 

Pro Bono Non-Litigasi Tak Diakui?

Penegasan soal kegiatan apa saja yang masuk dalam ruang lingkup pro bono, memang masih simpangsiur dipahami dalam praktiknya di Indonesia. Kadri menyebut cakupan pro bono terbatas untuk membantu pelayanan bagi masyarakat kelas bawah baik sifatnya litigasi ke pengadilan maupun non-litigasi (memberi advisory/pencerahan hukum kepada masyarakat kecil).

 

“Bahkan mengajar itu tak dipertimbangkan sebagai kategori pro bono, sekalipun memang diaturan Peradi itu diperluas lagi termasuk mengajar yang dianggap dikontribusikan untuk masyarakat. Tapi tetap saja, definisinya memberi jasa hukum bagi orang yang tidak mampu, bahkan kita sempat bantu universitas belum tentu memenuhi kriteria pro bono itu,” tukas Kadri.

Halaman Selanjutnya:
Tags:

Berita Terkait