ICW Desak Dewas Segera Sodorkan Putusan Sanksi Berat Firli ke Presiden
Terbaru

ICW Desak Dewas Segera Sodorkan Putusan Sanksi Berat Firli ke Presiden

Sebab bila Firli diberhentikan karena permintaan mengundurkan diri, maka putusan Dewas menjadi sia-sia.

Rofiq Hidayat
Bacaan 3 Menit
Peneliti Indonesia Corruption Watch (ICW), Kurnia Ramadhana . Foto: Istimewa
Peneliti Indonesia Corruption Watch (ICW), Kurnia Ramadhana . Foto: Istimewa

‘Kau yang mulai kau yang mengakhiri’. Penggalan lirik lagu sang Raja Dangdut Rhoma Irama sepertinya layak disematkan terhadap Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK)  non aktif Firli Bahuri. Setelah melakukan pertemuan dengan pihak berpekara dan ditengarai melakukan pemerasan, Firli akhirnya ditetapkan tersangka oleh penyidik Polda Metro Jaya. Tak hanya  itu, Dewan Pengawas (Dewas) KPK mengganjar Firli dengan sanksi etik berat. Firli pun mengundurkan diri dari jabatannya.

Salinan putusan Dewas KPK mesti segera dilayangkan ke meja Presiden Joko Widodo. Setidaknya begitu harapan peneliti Indonesia Corruption Watch (ICW), Kurnia Ramadhana melalui keterangan tertulisnya kepada Hukumonline, Rabu (27/12/2023). Terlebih status hukum Firli yang sudah tersangka dan terbukti melakukan pelanggaran etik berat.

“Dewas KPK segera mengirimkan surat kepada Presiden dengan muatan permintaan penerbitan Keputusan Presiden (Keppres) pemberhentian Firli Bahuri sebagai Pimpinan KPK disertai lampiran putusan sanksi berat,” ujarnya.

Kurnia menerangkan, Dewas KPK sudah resmi membacakan putusan dugaan pelanggaran kode etik Ketua KPK non aktif, Firli Bahuri. Dalam putusannya, majelis Dewas sepakat untuk menjatuhkan sanksi berat terhadap Firli. Adapun, sanksi itu diambil berdasarkan tiga pelanggaran kode etik.

Baca juga:

Pertama, Firli mengadakan hubungan langsung dan tak langsung dengan pihak lain yang ada kaitannya dengan perkara yang ditangani KPK. Tentu saja dalam hal ini mantan Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo. Kedua, pelanggaran etik dengan tidak melaporkan ke sesama pimpinan KPK soal pertemuannya dengan Syahrul Yasin Limpo di Gelanggang Olah Raga (GOR) Tangki Mangga Besar, meski Firli punya kewajiban untuk melaporkan soal pertemuan tersebut.

Ketiga, soal harta kekayaan yang tidak dilaporkan. Yakni, valuta asing  (Valas) dan bangunan serta aset yang tidak dilaporkan di Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN). Terhadap tiga pelanggaran etik tersebut, Dewas kemudian menyatakan Firli telah melakukan pelanggaran kode etik berat atas ketiga pelanggaran tersebut.

Tags:

Berita Terkait