Ne Bis In Idem dalam Praperadilan, Begini Penjelasan Ahli
Berita

Ne Bis In Idem dalam Praperadilan, Begini Penjelasan Ahli

Putusan praperadilan tidak menggugurkan kewenangan penyidik untuk melakukan penyidikan kembali.

Aji Prasetyo
Bacaan 2 Menit

 

Baca juga:

 

“Seandainya saya advokatnya pendekatan saya akan beda. Bila bukti KPK sudah kuat maka lebih baik diarahkan ke klemensi daripada bantahan tetapi malah jadi semakin terang ada yang ditutupi,” sambungnya.

 

Pendapat Luhut juga sejalan dengan pandangan Institute for Criminal Justice Reform (ICJR). Dalam pendapat kelembagaannya yang diperoleh hukumonline, ICJR menyatakan praperadilan didesain untuk memberikan perlindungan pada masa ‘pra persidangan’ bagi tersangka atau orang lain yang merasa hak-nya dilanggar oleh kewenangan yang dimiliki aparat penegak hukum. Karena alasan itu, praperadilan tidak memiliki kewenangan untuk memeriksa pokok perkara. Secara eksplisit hal ini dapat dilihat dalam Pasal 82 ayat (1) huruf d KUHAP yang menyatakan bahwa “dalam hal suatu perkara sudah mulai. diperiksa oleh pengadilan negeri, sedangkan pemeriksaan mengenai permintaan kepada pra peradilan belum selesai, maka permintaan tersebut gugur”.

 

Rumusan ini menunjukkan ada dimensi dan jurisdiksi yang sangat berbeda antara praperadilan dan  pemeriksaan pokok perkara. Secara langsung praperadilan juga hanya ditujukan untuk memeriksa aspek formil, sehingga yang diperiksa terbatas pada konteks sah atau tidaknya suatu upaya paksa dan tidak berhubungan pada pmeriksaan pokok perkara.

 

Untuk kewenangan baru praperadilan yaitu memeriksa sah atau tidaknya penetapan tersangka, Pasal 2 ayat (2)   PERMA No. 4 Tahun 2016 bahkan secara eksplitis menyatakan bahwa sah tidaknya penetapan tersangka hanya dinilai berdasarkan aspek formil melalui paling sedikit dua alat bukti yang sah. Aspek formil dimaksud adalah aspek perolehan dan validitas alat bukti.

 

Itu sebabnya putusan praperadilan tidak menggugurkan kewenangan penyidik untuk kembali menetapkan seseorang menjadi tersangka sebagaimana jelas diatur dalam Pasal 2 ayat (3) PERMA No. 4 Tahun 2016 tentang Larangan Peninjauan Kembali Putusan Praperadilan, sepanjang penyidik yakin dan memiliki dua alat bukti sebagaimana diatur dalam PERMA No. 4 Tahun 2016.

 

Menurut ICJR, faktor penting lain yang menjadi dasar kenapa tidak ada prinsip nebis in idem dalam praperadilan. Dalam paperadilan, tersangkalah yang menjadi pihak yang memohonkan dan menuntut. Apabila prinsip nebis in idem dipakai, maka yang harus dilindungi justru posisi dari aparat penegak hukum. Hal ini bertentangan dengan maksud prinsip nebis in idem itu sendiri.

Tags:

Berita Terkait