Ini Hal Menarik dalam Putusan PT NSP Vs KLHK
Berita

Ini Hal Menarik dalam Putusan PT NSP Vs KLHK

Putusan PT NSP patut jadi pertimbangan, bahkan rujukan hukum di kemudian hari untuk kasus yang serupa, khususnya untuk menindak perusahaan yang terlibat dalam kebakaran hutan dan lahan tahun 2015.

Mohamad Agus Yozami
Bacaan 2 Menit
Suasana sidang putusan PT NSP vs KLHK. Foto: HAG
Suasana sidang putusan PT NSP vs KLHK. Foto: HAG
Putusan Majelis Hakim Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan terkait gugatan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) melawan PT National Sago Prima (PT NSP) memberi harapan baru dalam penegakan hukum kasus lingkungan—kebakaran hutan dan lahan—di Indonesia.

Majelis Hakim mengabulkan Gugatan KLHK dengan menyatakan PT NSP bertanggungjawab atas kebakaran yang terjadi di lahan mereka. Walau terdapat dissenting opinion dari hakim anggota, hal itu tidak mempengaruhi isi putusan.

Koalisi Anti Mafia Hutan yang terdiri dari AURIGA – Jikalahari – Riau Corruption Trial –ELSAM – WALHI – ICEL – PILNet mengapresiasi putusan Majelis Hakim karena ini menunjukkan harapan atas penegakan hukum terhadap korporasi pembakar hutan dan lahan. Selain itu, Koalisi mengimbau agar PT NSP dapat menghormati putusan dan menaatinya, meski disadari masih terdapat peluang untuk melakukan upaya hukum terhadap putusan tingkat pertama ini.

Menurut Koalisi, hal yang menarik dalam putusan PT NSP adalah pertimbangan hukum hakim yang menyatakan perusahaan tetap bertanggungjawab atas kebakaran yang terjadi di lokasi izinnya, baik yang disebabkan oleh perusahaan atau bukan. Pertimbangan ini merujuk pada Permenhut No.12 Tahun 2009 tentang Pengendalian Kebakaran Hutan, dan beberapa aturan terkait lainnya. (Baca Juga: PT NSP Divonis Bayar Rp1,07 Triliun atas Kebakaran Hutan di Riau)

“Pertimbangan ini tentunya membuka harapan yang selama ini redup, karena berkaca pada pertimbangan Hakim di perkara lain yang juga diajukan KLHK, menyatakan bahwa perusahaan tidak bertanggungjawab atas kebakaran yang terjadi karena disebabkan oleh pihak lain atau masyarakat,” kata perwakilan koalisi dari WALHI, Zenzi Suhadi,

Menurutnya, pandangan hukum Majelis Hakim pada putusan PT NSP patut jadi pertimbangan, bahkan rujukan hukum di kemudian hari untuk kasus yang serupa, khususnya untuk menindak perusahaan yang terlibat dalam kebakaran hutan dan lahan tahun 2015. (Baca Juga: Ada Dissenting Opinion di Putusan KLHK Vs PT NSP)

“Hal ini bukan sekedar mengejar ganti kerugian oleh perusahaan, tapi juga memaksa perusahaan untuk beroperasi dengan benar, khususnya mengawasi konsesi mereka dari kebakaran lahan yang hampir terjadi tiap tahun,” ujarnya.

Untuk dketahui, PT NSP merupakan anak usaha PT Sampoerna Agro Group yang beroperasi berdasarkan Keputusan Menteri Kehutanan Republik Indonesia Nomor: SK.77/Menhut-II/2013 Tanggal 4 Februari 2013 tentang Penetapan Batas Areal Kerja Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Bukan Kayu (IUPHH-BK) Pada Hutan Tanaman Industri Dalam Hutan Tanaman (Sagu) PT. NATIONAL SAGO PRIMA Seluas 21.418 (dua puluh satu ribu empat ratus delapan belas) Hektar di Kabupaten Kepulauan Meranti Provinsi Riau. Tahun, 2014 PT NSP juga pernah divonis pidana atas kasus kebakaran hutan dan lahan oleh PN Bengkalis. Saat ini sedang proses kasasi di Mahkamah Agung.

Atas putusan hakim PN Jakesl, ke depan, Koalisi Anti Mafia Hutan meminta KLHK untuk memastikan dan mengawal tahapan lanjutan yang akan ditempuh PT NSP, serta memastikan perusahaan tersebut menjalankan hukuman yang telah diputus oleh Majelis Hakim. Koalisi juga mendesak KLHK untuk memproses secara hukum perusahaan-perusahaan yang terlibat selama kebakaran hutan dan lahan tahun 2015 dan mengambil alih 15 korporasi diduga pembakar hutan dan lahan tahun 2015 yang dihentikan Polda Riau tahun 2016, untuk segera diproses secara pidana dan perdata.

Di samping itu, koalisi meminta Presiden segera menerbitkan Perpres pasca putusan MK No 18/PUU-XII/2014 terkait perubahan pasal 95 ayat 1 UU PPLH yang berbunyi: dalam rangka penegakan hukum terpadu, pelaku tindak pidana LH termasuk tindak pidana lain yang bersumber dari pelanggaran UU ini, dilakukan penegakan hukum terpadu antara Penyidik PPNS, Kepolisian dan Kejaksaan di bawah Koordinasi Menteri.

“Karena, terbitnya Perpres ini, dapat menghindari SP3 (surat perintah penghentian penyidikan) seperti kasus kebakaran hutan di Riau,” tandas Zenzi.

Tags:

Berita Terkait