Inkonsistensi Implementasi Putusan MK tentang Pembubaran BP Migas
Kolom

Inkonsistensi Implementasi Putusan MK tentang Pembubaran BP Migas

SKK Migas secara konsep tampak tidak berbeda dengan BP Migas dan berpotensi besar untuk dibatalkan melalui judicial review ke Mahkamah Agung atau digugat ke pengadilan.

Bacaan 2 Menit

a.    Pemerintah tidak dapat secara langsung melakukan pengelolaan atau tidak dapat menunjuk secara langsung BUMN untuk mengelola seluruh wilayah kerja minyak dan gas bumi dalam kegiatan usaha hulu;

b.    Setelah BP Migas menandatangani KKS maka seketika itu negara terikat pada seluruh isi KKS yang berarti negara kehilangan kebebasannya untuk melakukan regulasi atau kebijakan yang bertentangan dengan isi KKS;

c.    Tidak maksimalnya keuntungan negara untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat karena adanya potensi penguasaan minyak dan gas bumi yang membawa keuntungan besar kepada badan usaha swasta atau bentuk usaha tetap. Negara dianggap kehilangan kewenangan untuk melakukan pengelolaan atau menunjuk secara langsung BUMN untuk mengelola minyak dan gas bumi padahal fungsi pengelolaan adalah bentuk penguasaan negara pada peringkat pertama dan paling utama untuk mencapai sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.

MK juga berpandangan bahwa pemisahan antara badan yang melakukan fungsi regulasi dan pembuatan kebijakan dengan lembaga yang melakukan pengelolaan dan bisnis minyak dan gas secara langsung mengakibatkan terdegradasinya penguasaan negara atas sumber daya alam minyak dan gas. Menurut MK agar amanat Pasal 33 UUD 1945 terlaksana nyata seharusnya Pemerintah melakukan tindakan pengurusan atas sumber daya alam minyak dan gas dengan memberikan konsesi kepada satu atau beberapa BUMN untuk mengelola kegiatan usaha hulu minyak dan gas bumi. BUMN yang ditunjuk tersebut itu yang kemudian akan melakukan KKS dengan BUMD, koperasi, usaha kecil, badan hukum swasta atau bentuk usaha tetap.

Dalam pertimbangannya, MK mengirim pesan tegas kepada Pemerintah agar putusan MK ini menjadi momentum bagi pembentuk undang-undang untuk melakukan penataan kembali dengan mengedepankan efisiensi yang berkeadilan dan mengurangi proliferasi organisasi pemerintah.

2. Kontrak Kerja Sama
Menurut MK hubungan antara negara dengan swasta dalam pengelolaan sumber daya alam tidak dapat dilakukan dengan hubungan keperdataan akan tetapi harus merupakan hubungan yang bersifat publik yaitu berupa pemberian konsesi atau perizinan yang sepenuhnya di bawah kontrol dan kekuasaan negara. Kontrak keperdataan akan mendegradasi kedaulatan negara atas sumber daya alam.

Berdasarkan hal tersebut, MK berpendapat hubungan antara negara dan sumber daya alam minyak dan gas sepanjang dikonstruksikan dalam bentuk KKS antara BP Migas dan BHMN sebagai pihak Pemerintah atau mewakili Pemerintah dengan badan usaha atau bentuk usaha tetap adalah bertentangan dengan prinsip penguasaan negara yang dimaksud konstitusi. MK menganjurkan negara dapat membentuk atau menunjuk BUMN yang diberikan konsesi untuk mengelola minyak dan gas bumi di wilayah hukum pertambangan Indonesia atau wilayah kerja supaya BUMN tersebut yang melakukan KKS dengan badan usaha atau bentuk usaha tetap sehingga hubungannya tidak lagi antara negara dengan badan usaha atau bentuk usaha tetap tetapi antara BUMN dengan badan usaha atau bentuk usaha tetap.

Halaman Selanjutnya:
Tags:

Berita Terkait