Insentif Penyelesaian Kasus Korupsi Sebaiknya Diberikan Ke Lembaga
Berita

Insentif Penyelesaian Kasus Korupsi Sebaiknya Diberikan Ke Lembaga

Insentif bagi penyidik yang berhasil menangani kasus korupsi adalah hal yang wajar, namun sebaiknya insentif itu diberikan kepada lembaga bukan perorangan.

Gie/Zae/Mys
Bacaan 2 Menit
Insentif Penyelesaian Kasus Korupsi Sebaiknya Diberikan Ke Lembaga
Hukumonline

 

Senada dengan Lucky, Bambang Widjajanto mengutarakan bahwa pemberian insentif untuk penyidik yang berhasil melakukan asset tracing adalah hal yang lumrah. Hanya saja, ada hal lain selain insentif yang juga patut diberikan pada penyidik yaitu sanksi.

 

Menurut Bambang, apabila asset tracing tersebut berhasil maka penyidik bisa saja mendapatkan sejumlah insentif. Akan tetapi apabila tidak berhasil atau dalam arti kata lain penyidik tidak serius dalam menangani aset hasil korupsi maka selayaknya dapat diberikan sanksi.

 

Berdasarkan informasi yang diperoleh hukumonline, draft awal Perppu Percepatan Pemberantasan Korupsi yang sedang digodok Pemerintah juga sudah mengakomodir pemberian insentif tersebut. Tetapi kemudian pada tahap finalisasi, klausul pemberian insentif itu dihapuskan.

 

Perlindungan saksi

Selain penyidik atau aparat penegak hukum lainnya, berdasarkan Peraturan Pemerintah No.71 Tahun 2000, peran masyrakat untuk pencegahan tindak pidana korupsi dapat memungkinkan orang tersebut mendapat piagam ataupun premi. Terhadap insentif yang diberikan bagi masyarakat, Lucky berpendapat lain.

 

Pemberian insentif bagi masyarakat menurutnya harus diselaraskan terlebih dahulu dengan adanya UU Perlindungan Saksi. Pemikiran untuk keselamatan saksi adalah hal yang harus didahulukan. Anggota KHN Soehadibroto juga berpendapat bahwa kehadiran UU Perlindungan Saksi dan UU Kebebasan Informasi merupakan syarat penting jika hendak menerapkan pemberian insentif kepada masyarakat yang melaporkan korupsi.

 

Sedangkan insentif yang diberikan bagi masyarakat harus juga diberikan melalui lembaga perlindungan saksi yang akan menjamin saksi pelapor termasuk pemindahan tempat tinggal saksi maupun keluarganya. Masalah pemberian insentif bagi masyarakat, kata Lucky, adalah hal yang harus diperhitungkan lebih mendalam mengingat dari keselamatan saksi itu sendiri.

Usulan Direktur III Pidana Korupsi dan White Collar Crime Bareskrim Mabes Polri, Brigjen Pol Indarto agar para penyidik kasus-kasus korupsi yang melakukan asset tracing diberikan insentif dinilai sebagai sesuatu yang wajar.

 

Pendapat ini disampaikan oleh Wakil Koordinator ICW Lucky Djani saat dihubungi hukumonline (25/1). Menurut Lucky, pemberian insentif untuk penegak hukum yang berhasil melakukan asset tracing dan mengembalikannya kepada negara adalah hal yang sudah biasa dilakukan di negara lain seperti di Filipina.

 

Namun, Lucky menyarankan sebaiknya pemberian insentif tersebut tidak diperuntukkan bagi masing-masing pribadi penyidik yang melakukan asset tracing. Pemberian insentif tersebut selayaknya diberikan kepada lembaga atau institusi tempat penyidik tersebut bertugas. Kalau diberikan secara pribadi itu seperti kita kembali ke jaman koboi, ujar Lucky.

 

Insentif yang diberikan kepada institusi dapat digunakan untuk membangun lembaga itu sendiri. Selain itu bisa saja dari insentif tersebut diberikan pelatihan, peningkatan fasilitas dan lain sebagainya. Sementara itu, untuk ongkos operasional dari asset tracing sendiri menurut Lucky tetap harus ditanggung oleh APBN.

 

Selain itu, mengenai besarnya insentif yang diberikan Lucky menyebutkan tidak bisa dipatok dengan prosentase dari total asset tracing. Sebab, apabila aset yang dikembalikan berjumlah besar, otomatis nilai prosentasenya akan semakin besar.

Tags: