Instrumen Hukum Masih Sering Dijadikan Tameng Kejahatan
Berita

Instrumen Hukum Masih Sering Dijadikan Tameng Kejahatan

Merujuk pada kasus-kasus yang ditangani sepanjang 2004, PBHI memperingatkan kemungkinan terjadinya pola ‘ada korban tetapi tidak ada pelaku'.

Mys
Bacaan 2 Menit
Instrumen Hukum Masih Sering Dijadikan Tameng Kejahatan
Hukumonline

 

Ke depan, menurut Johnson, PBHI berketetapan untuk terus memperjuangkan mandat sebagai organisasi penegak hak asasi manusia. Kasus-kasus yang akan ditangani PBHI ke depan antara lain dugaan pelanggaran hak asasi manusia di  Abepura, Wamena dan Wasior; konflik bersenjata di Aceh, dan kasus Buyat. Ada juga masalah kebebasan menyampaikan pendapat, yakni advokasi terhadap Bay Harkat Firdaus, yang ditahan polisi karena tuduhan menghina Presiden SBY.

 

Namun di tengah upaya advokasi itu, PBHI juga terpaksa mencurahkan perhatiannya terhadap gugatan Hendropriyono terhadap mantan Ketua PBHI Hendardi di PN Jakarta Selatan. Hendardi digugat Hendropriyono –yang saat itu masih menjabat Kepala BIN-- karena komentarnya mengenai insiden pengeboman di depan gedung Komisi Pemilihan Umum (KPU).

Pola semacam itu kemungkinan masih akan terjadi pada tahun-tahun mendatang. Fakta selama ini menunjukkan banyaknya kasus yang dilaporkan korban ke aparat penegak hukum, tetapi tidak jelas siapa pelakunya. Sebagian laporan korban malah dibiarkan mengambang hingga menghilang dari pantauan publik.

 

Kalaupun diproses secara hukum, semua orang yang diduga sebagai pelaku dibebaskan pengadilan. Tengok saja kasus pelanggaran hak asasi manusia (HAM) di Timor Timur. Banyak warga yang menjadi korban, tetapi hingga saat ini belum ada satu pun pelaku yang dihukum. Itu sebabnya Perhimpunan Bantuan Hukum dan Hak Asasi Manusia (PBHI) berkesimpulan bahwa penegakan HAM di Indonesia mengalami zero credibility.

 

Pandangan tersebut merupakan sebagian catatan akhir tahun PBHI yang disampaikan kepada wartawan Selasa (25/1) lalu. Ketua PBHI Johnson Panjaitan mengatakan bahwa yang paling menyolok sepanjang 2004 adalah semakin canggihnya perangkat hukum positif untuk melindungi para pelanggar hak asasi manusia. Instrumen hukum sering dijadikan sebagai tameng kejahatan, ujarnya.

 

Dalam catatan PBHI, hukum sebagai tameng sering dipakai dalam kasus-kasus penggusuran tanah warga, pemecatan pekerja BUMN secara massal, perusakan lingkungan, penangkapan sewenang-wenang, kepentingan publik, kejahatan internasional dan wilayah konflik.

 

Pada tahun 2005 ini, menurut penailaian PBHI, akan banyak tantangan yang harus dihadapi oleh organisasi penggiat promosi HAM. Tantangan itu berupa bagaimana hak asasi manusia diterjemahkan dalam konteks demokrasi dan penegakan hukum. PBHI mengingatkan bahwa persekongkolan eksekutif dan legislatif bisa saja menghasilkan hukum yang merugikan warga negara. Undang-Undang Ketenagalistrikan menjadi contoh betapa produk hukum yang dihasilkan legislatif dan eksekutif justeru merugikan warga negara, sehingga dinyatakan tidak berlaku oleh Mahkamah Konstitusi.

Halaman Selanjutnya:
Tags: