Yin Yang dan Arah Penyelesaian Sengketa Internasional
Berita

Yin Yang dan Arah Penyelesaian Sengketa Internasional

Sengketa ‘berjasa’ kembangkan hukum internasional.

HOT (HOLE)
Bacaan 2 Menit

Adolf memprediksi, proses penyelesaian sengketa internasional di masa mendatang akan banyak diwarnai oleh peran dari tiga kekuatan ekonomi dunia baru, yaitu Cina, Jepang dan Korea Selatan. Ketiga negara ini, menurut Adolf, memiliki ciri non-litigant, mengedepankan harmoni, dan terpengaruh banyak oleh filosofi Yin Yang.

Indonesia sendiri, menurut Adolf, masih memiliki kesempatan yang cukup besar untuk bisa berperan dan mewarnai proses penyelesaian sengketa internasional secara damai. Menurutnya, posisi Indonesia yang sudah terkategori sebagai negara G20, dapat menjadi modal utama Indonesia dalam kegiatan penyelesaian sengketa internasional.

Tetapi, Adolf menegaskan bahwa Indonesia harus terlebih dahulu menyelesaikan tantangan domestik sebelum bisa lebih jauh berperan di penyelesaian sengketa internasional. Tantangan domestik ini, jelas Adolf, antara lain, tidak meratanya pertumbuhan ekonomi di berbagai daerah, permasalahan infrastruktur, ingar-bingar politik, kasus korupsi yang masih banyak, dan isu perlindungan HAM.

“Kalau kita masih kerepotan dengan tantangan tersebut, bagaimana mungkin Indonesia bisa berperan dalam penyelesaian sengketa internasional,” tegas Adolf.

Kekerasan Bersenjata Diperkenankan
Sumaryo Suryokusumo, diplomat senior Indonesia yang juga hadir di acara yang sama, menjelaskan, hukum internasional sejatinya melarang penggunaan kekerasan bersenjata dalam penyelesaian sengketa internasional. Apalagi, sejak ditandatanganinya General Treaty for Renunciation of War as an Instrument of National Policy di tahun 1928, atau yang lebih dikenal dengan nama The Kellogg-Briand Pact.

“Meski demikian, kekerasan bersenjata masih bisa dilakukan, dalam hal ini oleh Dewan Keamanan PBB, dalam rangka pengenaan sanksi militer terhadap sesuatu negara yang melakukan pelanggaran dan ancaman terhadap perdamaian,” jelas Sumaryo.

Tentunya, upaya kekerasan bersenjata ini harus melalui tahapan-tahapan di internal Dewan Keamanan PBB sendiri, seperti mendapatkan rekomendasi dari Military Staff Committee, persetujuan negara anggota Dewan Keamanan PBB, hingga persetujuan anggaran dari Majelis Umum PBB. Karena harus melalui berbagai tahapan dan persetujuan dari berbagai pihak, kekerasan bersenjata ini dinamakan “multilateralisme”.

Tags:

Berita Terkait