Jangan Semua Perkara di Wilayah Bencana Dimulai dari Nol
Berita

Jangan Semua Perkara di Wilayah Bencana Dimulai dari Nol

Jaksa Agung Abdul Rahman Saleh mengatakan bahwa pemerintah pusat akan mengambil alih penanganan penegakan hukum di wilayah yang terkena bencana tsunami, khususnya di Nanggroe Aceh Darussalam (NAD).

Amr
Bacaan 2 Menit
Jangan Semua Perkara di Wilayah Bencana Dimulai dari Nol
Hukumonline

 

Meski demikian, Mutammimul berpandangan bahwa proses penegakan hukum di NAD baru bisa digalakkan saat kondisi masyarakatnya telah normal baik secara jasmani maupun rohani. Kalau suasananya tidak normal baik secara psikososial maupun politis, saya kira tidak bijak kalau penegakan hukum dipaksakan, ujarnya.

 

Di mata Mutammimul, yang lebih penting untuk dilakukan oleh pemerintah di NAD adalah mengawasi proses-proses pemulihan. Terutama dikaitkan dengan bantuan-bantuan, baik dari dalam atau luar negeri. Harus ada jaminan itu tidak terjadi korupsi, cetusnya.

 

Sanksi

 

Hal senada juga dikemukakan oleh anggota Komisi III dari Fraksi PDIP T. Gayus Lumbuun. Menurut Gayus, dalam keadaan apapun hukum harus dikedepankan. Karena itu, ia mengimbau agar semua pihak di NAD tidak melakukan pelanggaran hukum karena sanksinya berat.

 

Pelanggaran hukum di situasi bencana alam negara krisis ancamannya hukuman mati menurut KUHP. Artinya penyalahgunaan dana, penggelapan subsidi itu pelanggaran hukum berat, tukas Gayus yang sebelumnya aktif sebagai advokat dan akademisi ini.

 

Tentang bencana tsunami yang menelan puluhan ribu jiwa, Gayus menilai bahwa hal tersebut tidak lepas dari kelalaian pemerintah dalam mendeteksi kemungkinan gempa. Pemerintah sangat lalai karena tidak menggunakan sarana informasi yang baik dengan negara-negara berteknologi canggih seperti Jepang dan Amerika Serikat, tegasnya.

Mengenai penegakan hukum di NAD, anggota Komisi III DPR dari Fraksi Partai Keadilan Sejahtera Mutammimul ‘Ula menyatakan bahwa proses penegakan hukum di NAD seharusnya tidak dimulai dari awal lagi. Ia berpendapat, pemerintah harus membuat inventarisasi kasus-kasus mana saja yang masih mungkin dilanjutkan perkaranya dan yang dokumen-dokumen pendukungnya telah musnah.

 

Untuk kasus pidana misalnya, menurut Mutammimul, pemerintah harus menginventarisasi para tersangka atau terdakwa, saksi-saksi, serta alat-alat bukti yang tersisa. Jika tersangka atau terdakwa meninggal dunia tentu saja perkaranya harus ditutup. Namun untuk kasus-kasus yang secara umum dianggap lengkap, bisa ditambahkan dan kemudian diteruskan prosesnya.

 

Hambatan terhadap proses pengadilan memang demikian besar. Selain sarana dan prasarana pengadilan yang hancur, sejumlah hakim dan jaksa pun diyakini menjadi korban bencana tsunami. Sayang, hingga saat ini belum ada data pasti tentang tingkat kerusakan infrastruktur penegakan hukum, dan jumlah jaksa, hakim dan aparat pengadilan lainnya yang meninggal dunia.

Tags: