Jelang Berlaku KUHP Nasional, Aturan Restorative Justice Perlu Sinkronisasi
Utama

Jelang Berlaku KUHP Nasional, Aturan Restorative Justice Perlu Sinkronisasi

Pengaturan restoratif justice masih tersebar di masing-masing lembaga penegak hukum yakni Kejaksaan, Kepolisian, dan Mahkamah Agung. Pemerintah menyiapkan RPP Restorativve Justice.

Ady Thea DA
Bacaan 4 Menit

Kendati demikian, Aisyah mengkritik rancangan Perma itu karena terdapat kontradiksi terkait eksekusi pidana penjara dalam hal terdapat pelanggaran syarat umum. Penjatuhan pidana pengawasan dalam rancangan Perma restorative justice itu harus menyesuaikan pidana pengawasan dalam UU 1/2023.

“Peraturan internal tentang restorative justice yang tersebar di berbagai lembaga penegak hukum harus dilakukan penyesuaian dan harmonisasi dengan UU 1/2023,” usulnya.

Ketua Kamar Pidana MA, Suharto, mengatakan secara umum di Indonesia belum memiliki payung hukum restorative justice. Namun perkembangannya lembaga penegak hukum bersemangat untuk menjalankan restorative justice, sehingga menerbitkan peraturan internal. Oleh karena itu, idealnya Surat Perintah Penghentian Penyidikan (SP3) di kepolisian bukanlah restorative justice, begitu pula Surat Keputusan Penghentian Penuntutan (SKP2) di kejaksaan.

“Semangat restorative justice ini menggebu-gebu, tapi pembuat UU tak segera membuat aturan,” imbuhnya.

Mengingat restorative justice belum komprehensif diatur dalam satu UU, dampaknya terjadi disharmoni secara vertikal dan horizontal. Walhasil, antar aparat penegak hukum memiliki tafsir berbeda soal keadilan restoratif.

Bentuk tim rancang RPP

Deputi Bidang Koordinasi Hukum dan HAM, Kementerian Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan, Sugeng Purnomo, mengatakan kekosongan hukum jadi sebab lembaga penegak hukum menerbitkan peraturan internal tentang restorative justice. Sebagaimana diketahui selama ini belum ada UU yang mengatur penyelesaian di luar pengadilan. Tapi untuk membuat UU prosesnya tidak mudah, apalagi saat ini masih dalam tahap pemilu yang belum selesai.

Pemerintah juga mengakui restorative justice tidak tepat jika diatur secara parsial melalui regulasi bersifat sektoral. Sembari menunggu peluang untuk membentuk aturan yang lebih komprehensif, sebagai langkah cepat saat ini Kemenko Polhukam telah membentuk tim untuk menyusun rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) tentang Restorative Justice.

“Langkah cepat ini kami lakukan dan dalam beberapa bulan ke depan (draf RPP,-red) final dan dipaparkan ke Menko Polhukam apakah ini diteruskan sampai pembahasan teknis dengan kementerian dan lembaga terkait,” pungkasnya.

Tags: